- Antara
Gempuran Produk Impor Hambat Pertumbuhan Tekstil dalam Negeri, Asosiasi Menjerit Singgung Permendag Baru
Jakarta, tvOnenews.com - Permendag nomor 8 tahun 2024 ternyata tak sepenuhnya berdampak baik.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan, masuknya barang impor tekstil dan produk tekstil (TPT) menghambat pertumbuhan sektor tersebut untuk mendominasi pasar dalam negeri.
Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana mengatakan, sejak dua tahun lalu industri TPT terpaksa mengurangi hampir 100 ribu pekerjanya, dan mulai berangsur membaik pada tahun 2022.
Ditambah, regulasi relaksasi barang impor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 berpotensi membuat pasar domestik didominasi oleh produk garmen dan tekstil impor.
Gempuran tersebut membuat industri TPT belum mampu menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Selain itu, pemangku kepentingan di industri TPT juga sudah berulang kali mengingatkan pemerintah untuk menghentikan impor tekstil dan garmen.
"Dalam lima bulan terdapat empat kali perubahan Permendag sampai dengan Permendag 8 tahun 2024 ini," ujar dia.
Pihaknya berharap pemerintah mau menerapkan kembali larangan dan pembatasan (lartas) impor, sehingga bisa menjaga iklim sektor TPT agar dapat mendominasi pasar domestik dan internasional.
Sebelumnya Kementerian Perindustrian menyebut industri tekstil dan produk tekstil (TPT) khawatir terhadap dominasi barang impor akibat relaksasi larangan dan pembatasan (lartas) di regulasi Permendag 8/2024 yang tak lagi memberlakukan pertimbangan teknis (Pertek).
Saat ini performa industri TPT berada pada level ekspansif, dan menunjukkan pertumbuhan positif. Hal itu dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa subsektor industri tekstil dan pakaian jadi meningkat sebesar 2,64 persen (year on year/yoy) pada triwulan I – 2024.
Sementara itu, pada periode yang sama, permintaan luar negeri untuk produk tekstil dan pakaian jadi juga mengalami peningkatan volume, yaitu sebesar 7,34 persen (yoy) untuk produk tekstil, dan 3,08 persen (yoy) untuk pakaian jadi.
Oleh karena itu dengan ditiadakannya Pertek, bisa memicu penurunan kontribusi industri TPT, serta berdampak langsung pada keberlangsungan sektor tersebut. (ant/rpi)