- tvOnenews.com
Tentang Sikap PBNU, Jaringan Gusdurian Tegas Nyatakan Tolak Izin Tambang untuk Ormas Agama: Banyak Risiko Turunan
Jakarta, tvOnenews.com - Gelombang penolakan jatah izin tambang untuk ormas keagamaan masih terus bergulir, salah satunya dari organisasi Jaringan Gusdurian.
Meski sangat dekat dan identik dengan Nahdlatul Ulama (NU), Jaringan Gusdurian secara terbuka menyatakan sikap menentang izin tambang untuk ormas keagamaan.
Diketahui, PBNU menjadi ormas keagamaan pertama yang mengajukan dan akan menerima izin pertambangan dari pemerintah.
Ketua Pokja Keadilan Ekologi Jaringan Gusdurian Inaya Wahid menyatakan izin pertambangan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan Gur Dur.
"Idealnya, organisasi keagamaan terus mengingatkan pemerintah untuk mengambil setiap kebijakan berbasis prinsip etik," tulis Inayah Wahid dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (13/6/2024).
Sebagaimana diketahui, kebijakan jatah tambang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Pada pasal 83A, tertuang jelas bahwa pemerintah memberikan kesempatan organisasi keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
PP tersebut juga bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang di dalamnya mengatur tentang pemberian izin usaha tambang, di mana badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan harus mendapatkan izin dengan cara lelang.
Jaringan Gusdurian menyatakan, keterlibatan organisasi keagamaan dalam sektor pertambangan menimbulkan banyak risiko turunan.
Keterlibatan ormas keagamaan dalam bisnis pertambangan justru akan berpotensi menciptakan ketegangan sosial apabila terjadi persoalan di tingkat lokal.
Ditambah lagi, organisasi keagamaan yang jumlahnya sangat banyak di daerah-daerah, sangat mungkin terjadi kerumitan pada tingkat pelaksanaan yang bisa berujung kepada makin besarnya penyalahgunaan wewenang pengambil kebijakan.
"Bisnis ini merupakan bagian dari industri ekstraktif yang mengolah dan menguras sumber daya alam yang bisa menimbulkan penghancuran habitat, mengakibatkan polusi, dan penipisan sumber daya, serta bencana alam lainnya," lanjut Inayah.
"Gus Dur adalah satu-satunya presiden Indonesia yang tidak pernah memberikan konsesi tambang serta melakukan moratorium penebangan hutan untuk keberlanjutan kelestarian ekosistem," imbuhnya.
Sikap tersebut sangat bertentangan dengan PBNU yang saat ini dipastikan akan mendapatkan IUPK bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) milik PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Sebelumnya, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengatakan, NU membutuhkan apapun yang halal untuk pembiayaan organisasi.
PBNU memandang kesempatan ini sebagai peluang yang cukup bagus dan positif bagi Nahdlatul Ulama (NU).
"NU butuh revenue. Nah kemudian pemerintah kemudian berpikir untuk menyediakan kesempatan sehingga pada waktu pembukaan muktamar ke-34 di Lampung Desember 2021 lalu Presiden Joko Widodo dalam pembukaan muktamar itu menyampaikan akan menyediakan konsesi tambang untuk NU," tuturnya di kantor PBNU, Jakarta, Kamis (6/6).
Menurutnya saat itu pemerintah berpikir menyediakan kebijakan afirmasi untuk ormas-ormas keagamaan.
"NU menyikapi ini, NU butuh," tambahnya.
Ormas NU mengaku sudah memiliki banyak pengalaman dan jaringan di bidang pertambangan. (rpi)