Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya meyakinkan masyarakat bahwa NU bisa profesional kelola tambang..
Sumber :
  • NU

Publik Ragu soal Kapasitas Pengelolaan Tambang, Ketum PBNU: Kita Sudah Punya Kapasitas Profesional Untuk Itu, Ga Percaya?

Kamis, 13 Juni 2024 - 15:40 WIB

Jakarta, tvOnenews.com -  Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya memberikan respons terkait pihak-pihak yang meragukan kapasitas Nahdlatul Ulama mengelola tambang.

Sebagaimana diketahui, NU menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan pertama yang mendapatkan izin usaha pengelolaan pertambangan khusus (IUPK) dari pemerintah tanpa lelang.

Pemberian IUPK NU yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

PP yang memungkinkan ormas keagamaan mendapat jatah tambang tersebut mendapatkan berbagai protes dan penolakan.

Salah satu alasannya adalah karena ormas keagamaan seperti NU tidak memiliki kapasitas teknis dan pengalaman untuk mengelola tambang secara profesional.

"Apakah kita punya kapasitas dan kemampuan profesional untuk itu? Kalau ada yang ngomong begitu saya sebetulnya (geram)," ujar Gus Yahya dalam pidatonya di Plaza PBNU, dikutip Kamis (13/6/2024).

Petinggi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu mengakui bahwa NU selama memang kurang secara finansial.

Namun, ia meyakinkan bahwa NU sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia memiliki banyak profesional yang berkapasitas dalam mengelola tambang.

"Orang NU itu kalau melaratnya lama ya iya, tapi kalau untuk pinternya kan ya pinter," ujar Gus Yahya.

"Ini bukan orang goblok-goblok, kita sudah punya kapasitas profesional untuk itu."

"Nggak percaya? Kita lihat aja nanti, masa kita belum jalankan sudah dibilang nggak profesional," sambungnya.

Tak hanya geram dianggap tidak punya kapasitas, Gus Yahya juga tampak jengkel marak tuduhan bahwa hasil keuntungannya nanti dikorupsi.

"Kita ini kan sudah atur semuanya, gimana struktur bisnisnya, bagaimana koperasi dibentuk dan sebagainya supaya menjamin ini tidak akan dibawa lari oleh pribadi-pribadi," kata Gus Yahya.

"Gimana cara mengelolanya agar tidak haram? Ya kita atur nanti gimana caranya supaya tidak haram," tegasnya.

Diketahui, PBNU saat ini dipastikan akan mendapatkan IUPK bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) milik PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Jaringan Gusdurian Tolak Izin Tambang Ormas

Sebelumnya, Ketua Pokja Keadilan Ekologi Jaringan Gusdurian Inaya Wahid menyatakan izin pertambangan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan Gur Dur.

"Idealnya, organisasi keagamaan terus mengingatkan pemerintah untuk mengambil setiap kebijakan berbasis prinsip etik," tulis Inayah Wahid dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (13/6/2024).

Sebagaimana diketahui, kebijakan jatah tambang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Pada pasal 83A, tertuang jelas bahwa pemerintah memberikan kesempatan organisasi keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

PP tersebut juga bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang di dalamnya mengatur tentang pemberian izin usaha tambang, di mana badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan harus mendapatkan izin dengan cara lelang.

Jaringan Gusdurian menyatakan, keterlibatan organisasi keagamaan dalam sektor pertambangan menimbulkan banyak risiko turunan.

Keterlibatan ormas keagamaan dalam bisnis pertambangan justru akan berpotensi menciptakan ketegangan sosial apabila terjadi persoalan di tingkat lokal.

Ditambah lagi, organisasi keagamaan yang jumlahnya sangat banyak di daerah-daerah, sangat mungkin terjadi kerumitan pada tingkat pelaksanaan yang bisa berujung kepada makin besarnya penyalahgunaan wewenang pengambil kebijakan.

"Bisnis ini merupakan bagian dari industri ekstraktif yang mengolah dan menguras sumber daya alam yang bisa menimbulkan penghancuran habitat, mengakibatkan polusi, dan penipisan sumber daya, serta bencana alam lainnya," lanjut Inayah.

"Gus Dur adalah satu-satunya presiden Indonesia yang tidak pernah memberikan konsesi tambang serta melakukan moratorium penebangan hutan untuk keberlanjutan kelestarian ekosistem," imbuhnya. (rpi)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
03:15
06:42
02:42
02:53
01:34
00:56
Viral