Menkes Budi Gunadi Sadikin mengakui banyak masalah pada tata kelola obat-obatan di Indonesia sehingga menyebabkan mahalnya harga obat..
Sumber :
  • Kemenkes

Dipanggil Jokowi! Menkes Diminta Turunkan Harga Obat dan Alkes, Impor Tidak Kena Pajak Tapi kok Pilih Bangun Pabrik

Selasa, 2 Juli 2024 - 15:35 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk diminta menurunkan harga obat-obatan yang ada di Indonesia.

Tak hanya Menkes Budi Gunadi Sadikin, Presiden Jokowi juga memanggil Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Menkeu Sri Mulyani dalam rapat internal membahas maasalah obat dan alkes yang dirasa sangat mahal, terlebih jika dibandingkan dengan negara-negara lain.

"Beliau (Jokowi) minta harga alkes dan obat itu sama dong dengan negara-negara tetangga. Kan kita harga alkes dan obat mahal," kata Menkes Budi di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (2/7/2024).

Menkes Budi Gunadi menyampaikan, Presiden juga berpesan agar industri alat kesehatan dan obat-obatan dalam negeri dapat dibangun agar lebih tangguh.

Hal itu ditekankan terutama jika terjadi pandemi kembali di masa-masa mendatang.

Menkes lantas menyampaikan bahwa pihaknya akan mengevaluasi industri farmasi dalam negeri yang belakangan ini kacau.

"Jadi tadi dibahas satu-satu kenapa obat dan alkes tinggi. Kami kasih masukan mungkin dari sisi jalur perdagangan kita ada inefisiensi dan tata kelola perlu lebih transparan dan terbuka, sehingga tidak ada peningkatan harga yang tidak perlu dalam pembelian alkes dan obat," jelasnya.

Dalam rapat tersebut, turut dibahas mengenai pajak industri kesehatan. Menurutnya, pemerintah tsedang berupaya agar pajak industri kesehatan bisa lebih efisien dan sederhana tanpa mengganggu pendapatan pemerintah.

Rapat internal tersebut juga membahas koordinasi antara kementerian teknis untuk mendesain ekosistem jika ada industri yang tengah didorong.

Sebagai contoh, Menkes menyinggung adanya inkonsistensi dan tidak efisiennya tata kelola pengadaan alat-alat kesehatan dalam negeri yang masih karut-marut.

"Misal kita beli 10.000 USG, kita ingin pabrik USG di kita dong. Nah padahal bea masuk USG nol persen kalau impor, tapi kalau kita ada pabrik dalam negeri, beli komponen layar elektronik, bahan baku, malah dikenakan bea masuk 15 persen. Ini kan ada inkonsistensi," jelasnya.

Sebelumnya, diketahui bahwa harga obat di Indonesia bisa 300 hingga 500 persen lebih mahal dari Malaysia.

Perbedaan harga obat yang tidak masuk akal dibandingkan negara lain itu salah satunya karena inefisiensi perdagangan.

"Tadi disampaikan bahwa perbedaan harga obat itu 3 kali, 5 kali dibandingkan dengan di Malaysia misalnya. 300 persen kan, 500 persen," ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin.

Menkes menyampaikan, mahalnya harga obat di Indonesia tidak serta merta disebabkan oleh pajak. Lebih dari itu, harga obat yang bisa lima kali lipat lebih mahal dari negara tetangga diduga karena ada inefisiensi perdagangan.

"Pajak kan gampangnya paling berapa, pajak kan 20 persen, 30 persen, nggak mungkin (karena pajak), bagaimana menjelaskan bedanya 300 persen, 500 persen," ujar Menkes.

"Sesudah kita lihat ada itu tadi, inefisiensi dalam perdagangannya, jual belinya, banyaklah masalah tata kelola, pembeliannya," tambahnya.

Oleh sebab itu, Menkes menyampaikan perlu adanya tata kelola lebih transparan untuk mencari kombinasi yang semurah mungkin bagi pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan. (rpi)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
04:33
07:01
06:26
01:11
02:39
02:22
Viral