Ilustrasi - Utang masyarakat Indonesia melalui sistem pembiayaan paylater atau beli sekarang bayar nanti semakin tinggi setiap tahunnya..
Sumber :
  • IST

Bisa Bahaya! Transaksi Paylater Warga RI Capai Rp6,81 Triliun per Mei 2024, Ini Risiko Beli Sekarang Bayar Nanti

Minggu, 14 Juli 2024 - 19:37 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Semakin hari tingkat utang masyarakat Indonesia lewat layanan Buy Now PayLater (BNPL) kian menunjukkan peningkatan signifikan.

Bagaimana tidak, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa nominal transaksi paylater dari perusahaan pembiayaan (PP) ke masyarakat mencapai sebesar Rp6,81 triliun per Mei 2024.

Angka transaksi beli sekarang bayar nanti tersebut meningkat 33,64 persen dibandingkan dari tahaun sebelumnya (yoy), menunjukkan bahwa semakin hari kian banyak masyarakat yang gemar membeli barang atau jasa dengan cara berutang.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, dalam keterangannya belum lama ini.

“Total penyaluran piutang pembiayaan PP BNPL per Mei 2024 meningkat 33,64 persen yoy menjadi sebesar Rp6,81 triliun,” kata Agusman, dikutip Minggu (14/7/2024).

Agusman menilai, pembiayaan paylater di Indonesia memiliki potensi pasar yang cukup besar seiring perkembangan ekonomi digital.

Prospek tersebut juga terlihat dari rasio Non-Performing Financing (NPF) gross dan NPF netto PP BNPL yang masing-masing tercatat sebesar 3,22 persen dan 0,84 persen.

Saat ini, Agusman mengatakan bahwa pihaknya tengah mengkaji aturan terkait paylater.

Beberapa hal yang masih dikaji antara lain persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan paylater, kepemilikan sistem informasi, serta perlindungan data pribadi.

Meski sistem paylater mendukung geliat perekonomian berbasis digital, tetapi tingginya minat terhadap skema 'beli sekarang bayar nanti' sejatinya tidak sehat secara finasial dan memiliki sejumlah risiko yang bahkan boleh dikatakan berbahaya.

Mengutip dari laman DJKN Kementerian Keuangan (Kemenkeu), paylater memang memudahkan masyarakat atau konsumen dalam memenuhi kebutuhan dan wishlist (keinginan). Namun, paylater juga bisa menyebabkan "kecanduan.

Hal bisa terjadi karena kemudahan dalam transaksinya juga akan meningkatkan kecenderungan gaya hidup konsumtif atau boros masyarakat yang semakin tinggi.

Berikut adalah risiko paylater jarang diperhitungkan oleh masyarakat:

1. Kacaunya Pengelolaan Keuangan

Kemudahan fitur paylater sering kali menyebabkan gangguan atau kacaunya pengelolaan keuangan pribadi akibat cicilan yang harus dibayar. Dana yang disisihkan untuk membayar cicilan sering terpakai untuk kebutuhan mendesak, sehingga akhirnya membuat cicilan tidak dapat dibayar tepat waktu. Hal itu nantinya juga akan mendorong seseorang untuk melakukan utang lagi.

2. Biaya-biaya turunan

Penggunaan paylater seringkali disertai biaya turunan yang tidak disadari seperti biaya langganan, biaya cicilan, dan biaya lainnya yang tidak disadari. Hal ini dapat membuat beban keuangan semakin berat setiap kali tagihan datang.

3. Meningkatnya Perilaku Konsumtif

Penggunaan paylater dapat mendorong perilaku belanja yang impulsif. Diskon dan tawaran menarik lainnya di platform belanja online atau media sosial akan menjadi godaan yang sulit untuk diabaikan, sehingga mendorong untuk belanja lebih banyak meski dengan cara berutang.

4. Risiko Peretasan Identitas

Risiko peretasan atau pencurian identitas selalu ada dalam ekosistem digital saat ini. Meskipun platform paylater atau perusahaan pembiayaan sudah dilengkapi dengan keamanan yang tinggi, tetapi tindakan kejahatan siber dapat datang dari banyak pintu.

Termasuk platform keuangan digital dan belanja online yang sejatinya telah menggunakan data pribadi. (rpi)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
00:54
01:35
02:15
06:15
00:52
03:59
Viral