- Tangkapan Layar
Dirut Pupuk Indonesia Gerah Banyak yang Cawe-Cawe dalam Alokasi Pupuk Subsidi, Ada 7 Kementerian Ikut Campur: Regulasi Menumpuk, Penagihan Jadi Rumit
Jakarta, tvOnenews.com - Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi mengaku gerah karena banyak yang turut campur dalam tata kelola pemberian pupuk subsidi.
Oleh karena itu dia mengusulkan perbaikan dalam tata kelola pemberian pupuk subsidi. Hal ini disampaikan dalam diskusi publik yang diselenggarakan di The Langham, Jakarta Pusat.
“Pupuk ini overly regulated (banyak pengaturan), terlalu banyak (pihak) mengurusi. Padahal smallholders farmers ini dapatnya nggak lebih dari 1 juta, tapi kita tahu ada 6 kementerian bahkan bisa 7 ditambah Kementerian LHK,” ujarnya, dikutip Kamis (18/7/2024).
Rahmad bercerita bagaimana Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan kepadanya untuk menaikkan alokasi pupuk subsidi.
Namun, pada saat realisasi arahan tersebut menghadapi masalah regulasi dan koordinasi dengan pihak Kementerian Pertanian (Kementan).
“April diikuti keluarnya Permentan yang merefleksikan (alokasi) 9,55 juta ton itu dikirimkan ke seluruh gubernur untuk dikeluarkan SK,” tuturnya.
“Itu semua selesai baru Juni, Juni mohon maaf ini yang jadi ribut, baru sadar ternyata Kementan ternyata tidak berkontak dengan PT Pupuk Indonesia sesuai jumlah tersebut,” imbuh dia.
Konflik yang terjadi ternyata anggaran untuk penambahan alokasi pupuk subsidi tersebut belum ada. Sementara, sekitar 150 kabupaten akan habis alokasinya pada bulan Juli.
Akan tetapi, Rahmad menjelaskan masalah tersebut sudah ditindaklanjuti dalam rapat pengendalian inflasi di Kementerian Dalam Negeri oleh Menteri Pertanian.
Karena banyaknya regulasi dalam penyaluran pupuk subsidi menyebabkan regulatory cost, penagihan pupuk subsidi menjadi rumit karena membutuhkan biaya bunga yang tidak kecil.
“Ini bukan yang kurang tagih, ini yang reguler saja maka dari proses pertama penyaluran hingga terbitnya surat pencairan dana kira-kira lima bulan. Kita hitung dari sisi bunganya itu triliunan per tahun. Kalau ini bisa disederhanakan bisa menghemat uang negara,” tandas dia. (Agr)