- tvOnenews.com/Rilo Pambudi
Sinergi Digitalisasi Pertanahan: Kementerian ATR/BPN Paparkan Tantangan, Risiko, dan Peluang Menuju Layanan Bebas Mafia Tanah
Jakarta, tvOnenews.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersama anggota DPR RI belum lama ini melakukan Focus Group Discussion (FGD) mengenai digitalisasi pertanahan di Indonesia.
Aacara yang diinisiasi oleh PT Indonesia Digital Pos (IDP) itu mengusung tema "Tantangan dan Risiko Digitalisasi Pertanahan" dan dilaksanakan Hotel Aston Imperial, Bekasi, pada Rabu (14/8/2024).
Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN, Raden Bagus Agus Widjayanto, dalam sambutannya menyatakan bahwa pihaknya sedang gencar membangun Zona Integritas (ZI) di seluruh satuan kerja (Satker).
"Kami sangat menghargai semangat Satker BPN dalam membangun ZI," ujar Raden Bagus.
Raden menyampaikan bahwa dari 508 Satker kantor pertanahan (Kantah) dan Kantor Wilayah (Kanwil), sebanyak 104 Satker ditargetkan untuk mencapai status Wilayah Bebas Korupsi (WBK). Dari target itu, 81,73% atau 83 Satker sudah siap menjadi WBK.
"Proses pembangunan atau perbaikan ZI di setiap Satker ini akan terus berlanjut secara berkesinambungan," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa Satker dinyatakan siap menjadi WBK berdasarkan penilaian yang mencakup 11 variabel, seperti nilai lembar kerja evaluasi, komitmen, dan pemahaman jajaran mengenai sikap mental yang harus dibangun dari dalam diri pimpinan dan jajaran.
"Kami juga menilai inovasi dan kinerja, misalnya apakah ada tunggakan pekerjaan layanan pertanahan yang belum selesai, serta kondisi sarana dan prasarana kantor layanan," tambahnya.
Di forum yang sama, Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Kementerian ATR/BPN, I Ketut Gede Ary Sucaya, menambahkan bahwa digitalisasi pertanahan dilakukan dengan menghubungkan berbagai pihak terkait, seperti Dukcapil, BSSN, dan pemangku kepentingan lainnya.
"Digitalisasi pertanahan ini tidak bisa kita lakukan sendiri, jadi kita lakukan interkoneksi, misalnya dengan BSSN untuk tanda tangan elektronik agar lebih akuntabel," ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa mereka bekerja sama dengan 461 Pemda untuk pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), sehingga tunggakan pembayaran BPHTB otomatis tidak akan masuk ke sistem. "Jadi kami terus melakukan verifikasi dengan Pemda," katanya.
Pengamat Siber Pratama Persadha mendukung upaya digitalisasi yang dilakukan pemerintah untuk pelayanan masyarakat, termasuk di bidang pertanahan. Menurutnya, yang paling penting adalah memastikan keamanan agar terhindar dari serangan siber.
Ia mengingatkan bahwa serangan siber sudah sering menyasar kementerian atau lembaga negara, seperti yang terjadi pada Pusat Data Nasional (PDN) yang mengganggu sistem pelayanan publik di berbagai daerah pada Juni 2024.
"Kementerian ATR/BPN sudah tepat berkoordinasi dengan BSSN," tambah Pratama.
Pratama juga menceritakan serangan siber di Estonia pada April 2007 yang membuat seluruh jaringan penting, seperti perbankan dan telekomunikasi, lumpuh total, dan hal ini harus menjadi pelajaran bagi Indonesia.
"Kita harus waspada agar kejadian seperti di Estonia tidak terjadi di sini," ujarnya.
Di sisi lain, Pratama juga menyoroti masalah akses internet di masyarakat, karena masih banyak desa yang belum memiliki jaringan internet.
"Ada sekitar 11 juta orang yang memilih tidak terhubung dengan internet. Ini perlu solusi," jelasnya.
Transformasi digital, lanjut Pratama, memungkinkan pelayanan yang lebih mudah diakses oleh masyarakat kapan pun dan di mana pun, serta mempercepat proses pendaftaran tanah dan mengurangi risiko konflik dengan keandalan data elektronik.
Menanggapi program layanan pertanahan di Kementerian ATR/BPN, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, mengatakan bahwa percepatan program tersebut sudah berjalan baik.
Menurutnya, program digitalisasi pertanahan adalah langkah yang bagus dan perlu diimplementasikan.
"Program digitalisasi pertanahan bisa mempercepat layanan bagi masyarakat dan mencegah hilangnya surat fisik kepemilikan tanah," ujarnya. (rpi)