- Istimewa
Indonesia Terancam! Kemenko Marves Sebut Ekonomi Bisa Terpuruk jika Gagal Lakukan Transisi Energi
Jakarta, tvOnenews.com - Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) memperingatkan masa depan ekonomi Indonesia bisa dalam bahaya jika tidak segera melakukan transisi energi.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi di Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin, memperingatkan bahwa masa depan ekonomi Indonesia bisa dalam bahaya jika tidak segera melakukan transisi energi.
Isu transisi energi menurutnya bukan hanya soal lingkungan, tapi juga bisa berdampak besar pada stabilitas ekonomi negara.
Rachmat saat berbicara dalam acara IDX Channel ESG 2024 Conference di Jakarta menjelaskan, perubahan iklim dan transisi energi saat menjadi isu yang sangat kritis bagi Indonesia.
"Buat Indonesia sendiri, tentunya climate issues dan energi transisi ini menjadi sesuatu yang sangat-sangat critical, bisa berdampak dari sisi ekonomi. Kalau kita tidak berenergi transisi, kondisi ekonomi kita tentunya akan bisa terganggu,” kata Rachmat, Kamis (15/8/2024).
Saat ini, negara-negara maju terutama di Eropa telah memperkenalkan mekanisme baru bernama Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).
Dengan adanya aturan ini, produk Indonesia bisa menjadi lebih mahal dan kurang kompetitif jika tidak didukung oleh transisi energi yang efektif.
Hal ini bisa membuat barang-barang dari Indonesia kesulitan bersaing di pasar internasional.
Rachmat menyoroti bahwa transisi energi sebenarnya membuka peluang besar bagi ekonomi.
Salah satunya adalah dalam penerapan konsep ESG (Environmental, Social, and Governance), yang mendorong perusahaan untuk menjalankan program-program berkelanjutan.
"ESG kadang-kadang kita anggap ini sebagai suatu biaya, tapi sebenarnya ke depan bisa menjadi satu investasi dan mungkin (jika perusahaan) tidak melakukan ESG, bahkan akan menjadi lebih mahal karena dampak-dampak ekonominya akan menjadi lebih mahal lagi jika kita tidak patuh. Jadi, lebih bagus kita patuhi sekarang, mungkin lebih efisien, mungkin lebih berguna buat kita,” kata Rachmat.
Dia juga menekankan bahwa Indonesia harus memperkuat kemandirian dalam ketahanan energi. Menurutnya, sangat berisiko jika negara ini terlalu bergantung pada energi yang diimpor dari luar.
Walaupun saat ini Indonesia masih menjadi pengekspor energi fosil seperti batu bara, tetapi transisi energi harus dipersiapkan agar sesuai dengan perkembangan global.
“Saat ini juga kita import 60 % BBM (bahan bakar minyak) kita untuk kita pakai buat transportasi. Jadi ini juga menjadi risiko jika kita tidak punya kekuatan dalam negerinya. Belum lagi nanti ke depan walaupun kita menggunakan renewable energy (energi baru terbarukan), kita harus pastikan kita punya supply chain (rantai pasok) di Indonesia. Kalau tidak, nanti jangan sampai kita mau pakai solar panel tapi sedikit-sedikit harus impor,” jelasnya.
Transisi energi bukan hanya tantangan, tetapi juga peluang besar bagi Indonesia. Jika dilakukan dengan benar, ini bisa meningkatkan daya saing ekonomi dan memastikan keberlanjutan di masa depan.
Namun, kegagalan dalam melakukan transisi ini dapat membawa risiko besar, terutama dalam hal ketergantungan pada impor energi dan kehilangan daya saing di pasar global. (ant/rpi)