- tvOnenews.com/Julio Trisaputra
Prabowo-Gibran akan Utang Rp775,9 Triliun di 2025, Kemenko Perekonomian: Rasio Utang RI Turun 38,68%, Lebih Rendah dari Malaysia dan China
Jakarta, tvOnenews.com - Kemenko Perekonomian menyampaikan bahwa pemerintah saat ini terus berupaya mengelola utang negara dengan hati-hati dan strategis.
Beberapa upaya yang akan dilakukan pemerintah adalah tetap menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo agar APBN tetap sehat, kredibel, dan berkelanjutan.
Sebagai informasi, pemerintahan baru Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka nanti telah merencanakan akan menarik utang baru Rp775,9 triliun di tahun 2025.
Rencana penarikan utang ini tercantum dalam Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Kemenko Perekonomian RI dalam keterangan resminya menegaskan, utang yang terkendali akan membantu menjaga stabilitas ekonomi nasional dan mendukung pertumbuhannya.
Selain itu, lembaga internasional masih mengakui komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal.
“Pemerintah menggunakan pembiayaan melalui utang untuk menutupi kebutuhan APBN saat pendapatan negara belum mencukupi seluruh belanja atau ketika dibutuhkan pembiayaan untuk investasi,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, dikutip Sabtu (24/8/2024).
Selain sebagai sumber pembiayaan, utang juga memainkan peran penting dalam pengembangan pasar keuangan domestik.
Hal ini membantu memperkuat daya tahan ekonomi Indonesia terhadap gejolak dari geopolitik.
Rasio Utang RI Lebih Baik dari Malaysia dan China
Dari tahun 2014 hingga 2019, rasio utang pemerintah terhadap PDB berkisar antara 24,68% hingga 30,23%. Angka ini meningkat moderat, terutama untuk mendukung pembangunan infrastruktur.
Meskipun pandemi Covid-19 sempat membuat utang melonjak, pemerintah berhasil mengendalikannya sejak 2021. Pada 2023, utang pemerintah tercatat sebesar 39,21% dari PDB.
Bahkan, rasio ini lebih rendah dibandingkan Malaysia yang mencapai 67,3%, Tiongkok 83,6%, dan India 82,7%.
Hingga akhir Juli 2024, rasio utang kembali turun menjadi 38,68% dari PDB, jauh di bawah batas aman 60% yang diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Dari segi struktur, utang pemerintah juga dianggap sehat. Per akhir Juli 2024, rata-rata tertimbang jatuh tempo utang pemerintah mencapai 8 tahun.
Mayoritas utang berupa SBN Domestik sebesar 70,49%, SBN Valas 17,27%, dan pinjaman 12,24%. Kepemilikan SBN Domestik didominasi oleh Lembaga Keuangan sebesar 39,6%, Bank Indonesia 24,3%, dan asing sekitar 14%, termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.
Sisanya dipegang oleh institusi domestik lainnya. Pemerintah terus mendorong agar pasar SBN lebih efisien, untuk meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan.
Selain itu, komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal mendapat pengakuan dari lembaga internasional. Dalam Article IV Consultation tahun 2024, IMF menyebutkan bahwa Indonesia telah menunjukkan disiplin fiskal yang kuat, memberikan ruang fiskal yang cukup untuk mengantisipasi risiko ke depan sambil tetap mendorong pertumbuhan ekonomi.
IMF juga memproyeksikan utang pemerintah akan menurun secara bertahap menjadi sekitar 38,3% PDB dalam jangka menengah.
S&P Global Ratings juga mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level 'BBB' dengan prospek stabil, yang mencerminkan keberhasilan Indonesia dalam menjaga stabilitas fiskal melalui kebijakan yang prudent.
“Pemerintah terus berupaya menurunkan rasio utang terhadap PDB dengan mengoptimalkan pendapatan negara melalui reformasi perpajakan, reformasi pengelolaan SDA dan barang milik negara, serta insentif fiskal yang terukur untuk mendorong investasi,” tambah Deputi Ferry.
Proyeksi rasio utang terhadap PDB pada tahun 2025 diperkirakan berada di kisaran 37,82% hingga 38,71%. Rasio pendapatan negara terhadap PDB dalam RAPBN 2025 direncanakan sebesar 12,32%.
Pemerintah juga terus mendorong pembiayaan anggaran yang inovatif melalui skema KPBU yang sustainable dan lebih massif, serta penguatan peran BUMN, BLU, SMV, dan SWF.
Dengan pengelolaan utang yang cermat dan terukur, pemerintah memastikan bahwa APBN tetap sehat, kredibel, dan berkesinambungan.
Hal ini penting tidak hanya untuk menjaga stabilitas fiskal, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pemerintah juga fokus pada belanja negara yang berkualitas, memprioritaskan belanja modal untuk mendukung transformasi ekonomi, serta memastikan subsidi dan perlindungan sosial yang efektif dan tepat sasaran.
Sekadar informasi, pembiayaan utang di 2025 direncanakan tembus Rp775,9 triliun atau melonjak Rp222,8 triliun, dibandingkan outlook dalam APBN 2024 yang senilai Rp553,1 triliun. (rpi)