- Antara Foto
Waduh! Sudah Gelontorkan Dana Rp1,2 Triliun Beli Tanah Bodong, Hutama Karya Harus Bayar Ganti Rugi Hingga Rp11,4 Triliun
Jakarta, tvOnenews.com - Ketidakhati - hatian kembali menjebak BUMN ke dalam persoalan hukum dan harus membayar ganti rugi dalam jumlah yang sangat fantastis. Kali ini, PT Hutama Karya terancam kehilangan dana triliunan rupiah dari transaksi pembelian tanah yang ternyata statusnya tidak clean and clear alias bodong.
Persoalan Hutama Karya ini terungkap dari penjelasan yang disampaikan Direktur Utama PT Hutama Karya Budi Harto ke Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Senin (26/8/2024).
Kerugian Hutama Karya tersebut berasal dari yang sudah dibayar senilai Rp1,2 triliun kepada pihak ketiga, dan juga putusan pengadilan yang mewajibkan Hutama Karya membayar ganti rugi hingga Rp11,4 triliun.
Dalam skema transaksi yang bermula pada tahun 2018 tersebut, Hutama Karya terjebak dalam rencana kerja sama pengembangan tanah milik PT Cempaka Surya Kencana (CSK), PT Azbindo Nusantara (Azbindo) dan Azis Mochdar di Jalan Gatot Subroto, seluas 5 hektare.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, skema transaksi berubah saat anak usaha perseroan PT HK Realtindo (HKR) mengakuisisi 55 persen saham milik Azbindo di CSK. HKR bahkan telah membayar uang komitmen awal senilai Rp200 miliar, sebagai syarat due dilligence atas objek saham.
"Setelah melalui beberapa kesepakatan awal, para pihak menyepakati PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) dan BAK (Berita Acara Kesepakatan) Akuisisi pada 2 - 3 Desember 2019 untuk pengambilalihan objek saham senilai Rp2,2 triliun," jelas Budi Harto.
Rencananya harga saham tersebut akan dibayarkan dengan konversi uang komitmen awal senilai Rp200 miliar dan sisanya sebesar Rp2 triliun dengan Akta Pengakuan Utang atau Promissory Note.
Selanjutnya, jelas Budi Harto, pada 21 Februari 2020, transaksi dilaksanakan dengan penadatanganan Akta RUPS, Akta Jual Beli, Akta Pengakuan Utang Rp2 triliun, dan Akta Gadai Atas Objek Saham, untuk menjamin pembayaran utang Rp2 triliun dari HKR kepada Azbindo.
Namun, setelah HKR sempat membayar dana senilai Rp1 triliun, transaksi tersebut akhirnya terpaksa dihentikan setelah adanya Laporan Hasil Audit Investigasi (LHAI) dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"BPKP telah mengeluarkan LHAI dengan kesimpulan bahwa terdapat penyimpangan GCG (Good Corporate Governance) dalam transaksi pengambilalihan objek saham, salah satunya kaena objek tanah tidak clean and clear," urai Budi Harto.
Akibat status tanah yang tidak clean and clear alias bodong, dan adanya LHAI dari BPKP, maka HKR tidak lagi melunasi harga saham sebesar Rp2 triliun. Penghentian sepihak ini lantas memicu gugatan terhadap Hutama Karya dan anak usahanya HKR.
"CSK, Azbizindo dan Aziz Mochdar, menggugat HK-HKR di Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk membatalkan transaksi dengan dalil bahwa HK-HKR telah melakukan tipu daya dengan melakukan pengambilalihan objek saham menggunakan promissory note, di satu sisi Akta Jual Beli menuliskan harga saham telah dibayar lunas," seperti dikutip dari keterbukaan informasi.
Atas gugatan ini, HK dan HKR telah melakukan gugatan rekonvensi yang intinya untuk membatalkan transaksi dan petitum yang dimintakan oleh penggugat. Namun, dalam putusannya PN Jakarta Timur telah menolak gugatan rekonveni tersebut.
Ganti Rugi
Selain menolak gugatan rekonvensi, PN Jakarta TImur juga engabulkan seluruh permohonan para penggugat dalam permohonan provisi, kecuali prmohonan angka 7 mengenai uang paksa (dwangsom).
"Pengadilan Negeri Jakarta Timur Menyatakan PT Hutama Karya (Persero) dan PT HK Realtindo melakukan Perbuatan Melawan Hukum," seperti dikutip dari keterbukaan informasi.
Selain itu, PN Jakarta Timur juga menghukum PT Hutama Karya (Persero) dan PT HK Realtindo secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi meteril sebesar Rp8,346 triliun. Selanjutnya, PN Jakarta Timur juga menghukum HK-HKR membayar ganti rugi imateril senilai Rp3,125 triliun.
Selanjutnya, putusan PN Jakarta TImur juga menyatakan sita jaminan HK Tower, SHGB HK Tower dan Sita Revindikasi atas SHGB 122 dan 335 sah dan berharga.
Dengan putusan tersebut maka PT Hutama Karya (Persero) berpotensi memiliki kewajiban pembayaran sebesar Rp11,471 triliun, jika putusan telah Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht van gewijsde).
Namun, Budi Harto mengaku pihaknya akan mengajukan banding atas putusan tersebut. "PT Hutama Karya (Persero) akan mengajukan Upaya Hukum Banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta TImur pada perkara Nomor 379/Pdt.G/2023/PN JKT.TIM, dan mengajukan keberatan atas Sita Jaminan," jelasnya. (hsb)