Ilustrasi kebun kelapa sawit.
Sumber :
  • Gapki

Siasat Indonesia Lawan Kampanye Hitam Sawit dari Uni Eropa, 16 Juta Pekerja dan 2,4 Juta Petani Terancam?

Jumat, 4 Oktober 2024 - 05:10 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Indonesia terus menghadapi tantangan dari Uni Eropa terkait sawit yang terus coba 'digoyang' dengan isu deforestasi dan kerusakan lingkungan.

Meski begitu, RI tak tinggal diam dan terus berupaya mempertahankan posisi sawit sebagai komoditas unggulan.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman, menekankan sejumlah siasat untuk melawan regulasi anti-deforestasi Uni Eropa atau EU Deforestation Regulation (EUDR).

Eddy menekankan pentingnya riset dan inovasi untuk melawan kampanye negatif yang menyerang industri sawit Indonesia.

Terlebih, kelapa sawit adalah salah satu komoditas utama yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia.

"Pemerintah tetap menempatkan kelapa sawit ini menjadi komoditas unggulan. Tadi disampaikan bahwa sawitpenyumbang PDB yang cukup besar, kemudian penyedia tenaga kerja yang sangat besar sampai 16 juta dan menjadi tulang punggung bukan hanya pengusaha tapi terutama lagi adalah para pekebun atau rakyat kita," kata Eddy dikutip dari Antara, Jumat (4/10/2024).

Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, sektor kelapa sawit di Indonesia telah melibatkan 2,4 juta petani swadaya dan memberikan pekerjaan bagi 16 juta orang.

Di kuartal II 2024, sektor sawit turut mendorong Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perkebunan tumbuh positif sebesar 3,25%.

Pemerintah RI juga telah lama mengadopsi praktik perkebunan berkelanjutan.

Salah satu langkah pentingnya adalah sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang diperkenalkan sejak 2011 dan terus diperbarui hingga saat ini.

"Kita sudah memperkenalkan ISPO dari tahun 2011 dan kita akan memperbarui lagi yang sebelumnya sertifikat keberlanjutan itu di hulu, nanti sampai ke hilir," ujar Eddy menambahkan.

Selain itu, BPDPKS secara aktif membiayai riset terkait kelapa sawit dan menyebarluaskan hasilnya untuk memajukan industri ini.

"Nah pekan riset sawit ini (PERISAI) tadi tujuannya antara lain adalah untuk mendiseminasikan, menyebarluaskan hasil-hasil riset yang didanai oleh BPDPKS sehingga masyarakat umum, stakeholder pada umumnya itu nanti bisa mengetahui hasil-hasil riset yang telah kita kembangkan dari tahun ke tahunnya," jelasnya.

Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) 2024 juga dimanfaatkan untuk mempertemukan peneliti dan pelaku industri, agar hasil riset dapat dikomersialisasi.

Hasil-hasil riset itu nantinya tidak hanya sekedar nanti ditumpuk, tetapi harus bisa dimanfaatkan untuk mendukung hilirisasi melalui program-program komersialisasi.

Kegiatan PERISAI 2024 juga mengadakan Lomba Riset Sawit Tingkat Mahasiswa yang diikuti berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Sepuluh finalis terbaik berkesempatan mempresentasikan hasil riset mereka di hadapan dewan juri, guna mendorong minat penelitian di kalangan mahasiswa dan memperkuat industri sawit berbasis riset di masa depan.

Dari segi kebijakan, Eddy menyampaikan bahwa pemerintah memperkuat daya saing industri sawit dengan menurunkan pungutan ekspor, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2024.

Dia juga menyoroti tantangan dari kebijakan anti-deforestasi Uni Eropa, yaitu EU Deforestation Regulation (EUDR), yang dianggap diskriminatif terhadap sawit.

Saat ini, Komisi Uni Eropa berpotensi menunda implementasi EUDR selama satu tahun. Hal ini bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk memperbaiki sistem ketelusuran produk sawit dan melakukan peremajaan kebun sawit.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera, mengungkapkan bahwa penolakan terhadap EUDR tidak hanya datang dari Indonesia, tetapi juga dari negara-negara Eropa.

Salah satu yang menentang kebijakan ini adalah Kanselir Jerman, Olaf Scholz, yang meminta agar EUDR ditangguhkan.

Beberapa pelaku bisnis Eropa juga merasa regulasi ini dapat merugikan bisnis mereka.

"Sebenarnya kita tidak terlalu khawatir juga ya, cuma karena masalah timing-nya ini kan diterapkan, ya berarti kan ada sedikit jeda lah. Jadi, kita dengan penundaan setahun ini, mereka menunjukkan good will juga mendengar posisi negara-negara produsen," ungkapnya.

Airlangga Hartarto Desak Uni Eropa Revisi EUDR

Di pihak lain, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto secara tegas meminta Uni Eropa untuk merevisi Regulasi Anti-Deforestasi (EUDR).

Langkah ini dipandang perlu karena kebijakan tersebut mempengaruhi kepentingan Indonesia di sektor komoditas Sawit.

Rencananya, implementasi EUDR akan ditunda selama setahun, sebagaimana diumumkan oleh Komisi Eropa.

Menurut Airlangga Hartarto, penundaan ini merupakan hasil dari tekanan yang diberikan oleh Indonesia, didukung pula oleh AS, Jerman, dan Sekretaris Jenderal WTO.

“Bagi Indonesia, yang penting adalah implementasi kebijakannya, bukan hanya sekadar ditunda,” tegas Airlangga dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (3/10/2024).

Pemerintah berharap, melalui berbagai upaya termasuk pengembangan riset dan kebijakan strategis, sawit dapat terus berkontribusi pada perekonomian nasional sambil menghadapi tekanan global dengan lebih baik. (ant/rpi)

 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
04:03
01:37
01:36
01:58
01:38
01:36
Viral