Penampakan udara tambang emas ilegal yang diduga dikelola China di kawasan IUP PT Indotan di daerah Sekotong, Lombok Barat, NTB..
Sumber :
  • Antara/KPK

Ada Kongkalikong, WNA China Curi 778 Kilogram Emas Indonesia per Tahun dari Tambang Ilegal di NTB: Beroperasi sejak 2021 di Lokasi IUP PT Indotan

Sabtu, 5 Oktober 2024 - 12:15 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini mengungkapkan fakta mencengangkan soaltambang emas ilegal di Sekotong, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

KPK membeberkan bahwa tambang emas ilegal ini diduga dikelola oleh warga negara China sejak tahun 2021 silam.

Mirisnya, tambang emas liar ini beroperasi di lahan seluas 98,16 hektare yang berada dalam kawasan izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Indotan.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, yang menyebut bahwa aktivitas ini sangat merugikan negara triliunan.

Parahnya lagi, tambang yang diungkap KPK ini hanya salah satu dari beberapa titik tambang ilegal lainnya yang tersebar di berbagai daerah di NTB, seperti Lantung, Dompu, dan Sumbawa Barat.

"Ini baru satu lokasi dengan tiga stockpile, dan mungkin di sebelahnya ada lagi. Belum lagi yang di Lantung, Dompu, dan Sumbawa Barat. Berapa itu per bulannya? Bisa jadi sampai triliunan kerugian untuk negara," kata Dian di Mataram, dikutip Sabtu (5/10/2024).

KPK menyampaikan, tambang emas ilegal ini ditaksir beromzet hingga Rp1,08 triliun.

Dian menyebut, perkiraan omzet tambang emas ilegal ini setelah melakukan inspeksi langsung ke lokasi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dinas LHK NTB, serta Dinas ESDM NTB.

"Lokasinya berada di kawasan hutan produksi terbatas (HPT). Perkiraan omzet sebulan bisa mencapai Rp90 miliar atau sekitar Rp1,08 triliun per tahun," jelasnya.

KPK tertibkan tambang emas ilegal di Lombok Barat
Sumber :
  • Istimewa

 

Ada 26 Titik Tambang Emas Ilegal di Sekotong, NTB

Data dari Dinas LHK NTB menunjukkan ada sekitar 26 titik tambang ilegal di Sekotong, termasuk kawasan IUP PT Indotan.

Dian menilai, negara mengalami kerugian sangat besar akibat operasi tambang ilegal tersebut.

Ia menduga, ada kongkalikong atau kolusi antara pemegang IUP dan operator tambang untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak dan royalti kepada negara.

"Kami melihat adanya potensi modus operandi di sini, dimana pemegang izin tidak mengambil tindakan terhadap operasi tambang ilegal ini. Mungkin tujuannya untuk menghindari pembayaran pajak, royalti, dan kewajiban lainnya kepada negara," katanya.

Selain itu, sebagian besar alat berat dan bahan kimia yang digunakan dalam tambang ini diimpor dari luar negeri, terutama dari China.

Hal ini termasuk merkuri dan peralatan khusus untuk proses penyiraman sianida, yang digunakan dalam pengolahan emas.

Dian juga memperingatkan potensi kerusakan lingkungan akibat limbah merkuri dan sianida dari tambang ilegal tersebut. Limbah ini dapat mencemari sumber air dan pantai di sekitar lokasi tambang.

"Daerah sekitar tambang ini sangat indah dan punya potensi wisata yang besar. Tapi tambang ilegal ini merusaknya dengan membuang merkuri dan sianida sembarangan. Kalau dibiarkan, dampaknya sangat merugikan masyarakat dan lingkungan setempat," ujarnya.

Tambang emas ilegal yang diduga dikelola oleh TKA China ini berlokasi di Dusun Lendek Bare, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat. KPK sudah memasang plang peringatan untuk menghentikan kegiatan tambang tanpa izin di lokasi tersebut.

Aksi KPK ini merupakan bagian dari upaya mendorong optimalisasi pajak dan pendapatan asli daerah (PAD), yang menjadi fokus Monitoring Center for Prevention (MCP).

"Tujuannya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan daerah," kata Dian.

Jika tambang ilegal tersebut ditaksir dapat menghasilkan Rp1,08 triliun, maka dengan asumsi harga emas Rp1.387.791 per gram, tambang ilegal yang dikelola WNA China itu bisa menghasilkan sekitar 778,22 kilogram emas. Itupun baru dari satu titik lokasi tambang liar.

Maka, kasus tambang emas ilegal di Sekotong harus menjadi perhatian serius karena tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga berpotensi merusak lingkungan.

Terlebih tambang liar ini dikelola oleh asing, yakni WNA China, sehingga harus benar-benar diberantas dan diusut tuntas. (rpi)

 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:50
02:03
03:05
03:21
01:44
01:05
Viral