- Istimewa
Peta Penguatan Pendidikan, Sains, dan Teknologi, serta Digitalisasi di Era Prabowo-Gibran
Jakarta, tvOnenews.com - Penguatan di bidang pendidikan, sains, dan teknologi, serta digitalisasi menjadi salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka selama 2024-2029.
Selain sering ditekankan oleh Prabowo, sektor tersebut telah tertuang dalam salah satu dari 8 misi atau Asta Cita yang dicanangkan untuk mencapai visi Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045.
Demi mewujudkannya, maka kebijakan pemerintah dalam mendukung bidang pendidikan, sains dan teknologi, serta digitalisasi diyakini sebagai keharusan.
Lantas, bagaimana kinerja Prabowo dan Gibran yang belum genap satu bulan ini dalam melakukan gebrakan di sektor-sektor tersebut?
Prabowo dan Anggaran Pendidikan Tertinggi dalam Sejarah
Gebrakan awal yang dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran di bidang pendidikan bisa dilihat dari alokasi anggaran di sektor tersebut.
Dalam Rapat Kabinet Perdananya di Istana Negara, Jakarta, para Rabu, 22 Oktober 2024 lalu, Prabowo menegaskan bahwa sektor pendidikan akan menjadi prioritas tertinggi dalam pemerintahannya.
Bahkan, alokasi anggaran di sektor pendidikan pada tahun 2025 saka menjadi yang tertinggi dalam sejarah.
"Pendidikan prioritas tinggi. Komitmen kita alokasi dalam anggaran 2025 salah satu tertinggi dalam sejarah kita. Untuk pertama kali kita sudah 20 persen. Jadi pendidikan harus kuat," kata Prabowo.
Diketahui, belanja pendidikan yang dialokasikan APBN 2025 mencapai Rp742,26 triliun atau 20% dari total belanja negara yang dipatok Rp3.621 triliun. Dengan anggaran tersebut, harapan besarnya adalah supaya penyelenggaraan pendidikan lebih inklusif serta lagi anak putus sekolah karena masalah biaya pendidikan.
Secara kebijakan, Prabowo-Gibran akhirnya memecah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menjadi tiga kementerian.
Ketiga kementerian tersebut Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah; Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi; serta Kementerian Kebudayaan.
Meski nantinya tiga kementerian itu tetap akan saling terkait, salah satu alasan positif pemisahaan tersebut adalah agar orientasi pengembangan dan pemecahan masalah pendidikan menjadi lebih terfokus dan detail. Apalagi jika 3 kementerian tersebut diampu oleh Menteri dengan kompetensi, pengalaman, dan kapabilitas yang tepat.
Reformasi Regulasi Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
Diutus langsung oleh Presiden Prabowo Subianto, Prof. Satryo Brodjonegoro selaku Menteri Pendidikan, Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) mengungkapkan rencana reformasi besar-besaran di sektor pendidikan tinggi.
Dalam wawancara bersama Rosi di Kompas TV, Kamis (7/11/2024), Satryo Brodjonegoro ingin mengalihkan fokus perguruan tinggi dari kejaran peringkat dunia ke kontribusi nyata bagi masyarakat dan industri nasional.
Mantan Dirjen Dikti itu menegaskan akan membereskan masalah regulasi yang dinilai terlalu berorientasi pada prestasi internasional yang tidak selalu relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Menurut Prof. Satryo, regulasi yang ada selama ini terlalu mendorong perguruan tinggi untuk meningkatkan peringkat dunia tanpa mempertimbangkan kebutuhan masyarakat.
“Banyak sekali regulasi yang dibuat oleh Kementerian selama ini terlalu banyak yang menuntut perguruan tinggi untuk berprestasi dalam pengertian pencapaian ranking dunia,” ujar Prof. Satryo.
“Padahal, hal itu mengakibatkan kampus kita fokus ke sana tapi lupa kepada masyarakat,” tambahnya.
Gebrakan yang dilakukan Mendikti Saintek ini akan lebih mendorong kampus-kampus untuk mengembangkan proyek-proyek berbasis terapan yang bisa mendukung sektor-sektor seperti industri, pangan, energi, dan air bersih.
“Kalau bidang terapan, mengapa kita tidak membuat industri Indonesia? Sekarang ini industri teknologi kita hebat-hebat, kenapa tidak bikin pabrik Indonesia? Kita bisa kok. Listrik, misalnya, kita bisa bikin,” ujar Prof. Satryo.
Prof. Satryo juga menyoroti perlunya mengubah cara pengukuran kinerja perguruan tinggi agar tidak melulu berfokus pada publikasi internasional.
Ia menilai, penelitian yang berdampak nyata bagi masyarakat sering kali tidak dihargai dalam penilaian internasional seperti Scopus, yang menjadi standar penilaian banyak perguruan tinggi.
Lebih jauh, Prof. Satryo juga akan membenahi Key Performance Indicator (KPI) untuk dosen, yang selama ini memicu komersialisasi kampus dan peningkatan biaya kuliah. Dengan KPI yang menuntut perguruan tinggi untuk mencari pendapatan sendiri, banyak kampus menaikkan SPP mahasiswa demi mendapatkan akreditasi yang baik dari Badan Akreditasi Nasional (BAN-PT).
Prof. Satryo berkomitmen untuk mengubah regulasi dan KPI agar dosen dapat bekerja dengan nyaman tanpa tuntutan komersial yang berlebihan.
“KPI kita ubah semua supaya dosen-dosen bekerja dengan nyaman, tenang. Tidak ada masalah, mau di bidang pertanian, mau di bidang fisika murni, dua-duanya bagus. Meskipun tidak Scopus, tidak apa-apa, yang penting ada karya nasional, karya untuk masyarakat,” jelasnya.
Melalui kebijakan ini, Prof. Satryo berharap perguruan tinggi di Indonesia akan lebih berorientasi pada pengembangan inovasi yang bermanfaat langsung bagi masyarakat dan mampu menghidupkan industri nasional. “Not only that, tidak hanya itu, kita mesti menciptakan industri yang bagus, startup yang kuat,” tegasnya.
Sebelumnya, Wamendikti Saintek Stella Christie menyatakan bahwa hilirisasi tidak akan terjadi tanpa inovasi dan sains teknologi.
Oleh sebab itu, Stella menegaskan bahwa kementeriannya bakal fokus pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan mengeluarkan inovasi-inovasi baru sesuai dengan arahan Presiden Prabowo.
"Hilirisasi tidak akan terjadi tanpa inovasi dari sains dan teknologi. Itu adalah satu yang sangat penting yang kami harus galakkan," kata Stella di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin, 21 Oktober 2024 lalu.
Perubahan di Pendidikan Dasar yang Dijanjikan
Di pihak lain, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyatakan akan melakukan perubahan kebijakan pendidikan dengan tetap melanjutkan program yang sudah memiliki dasar baik. Hal ini ia sampaikan saat silaturahmi dengan sejumlah pimpinan redaksi media nasional di Jakarta, Selasa, 5 November 2024.
"Yang sudah baik dasar-dasarnya akan kita lanjutkan, yang belum baik akan dievaluasi," ungkapnya.
Abdul Mu'ti menegaskan, kebijakan di eranya akan selaras dengan program Presiden Prabowo Subianto, termasuk tiga komitmen utama di bidang pendidikan: peningkatan kualitas pendidikan, terutama di sains dan teknologi; akses pendidikan berkualitas yang merata; dan peningkatan kesejahteraan serta kualitas guru. "Ini bagian tagline besar kami: pendidikan bermutu untuk semua," kata Mu'ti, menggarisbawahi komitmennya terhadap pendidikan inklusif dan merata.
Selain itu, ia juga menekankan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru serta kualifikasi dan kompetensi mereka. "Pemenuhan kualifikasi guru, ternyata masih banyak guru yang belum D4 atau S1," ujar Mu'ti, mengacu pada perlunya peningkatan melalui sertifikasi dan pelatihan.
Komdigi Ujung Tombak Digitalisasi
Sejalan dengan Asta Cita yang diusung Prabowo-Gibran, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di tubuh Kabinet Merah Putih memberikan perhatian atas percepatan digitalisasi di Indonesia.
Tak hanya di sektor pendidikan dan sains, Prabowo-Gibran terus menekankan pentingnya digitalisasi di segala lini.
Menteri Komdigi Meutya Hafid menjelaskan bahwa selama 100 pertama, Prabowo-Gibran akan memberikan perhatian secara khusus pada digitalisasi pemerintahan, persoalan judi online, ekonomi digital, hingga pemerataan akses internet.
Dalam pemaparannya di Rapat Kerja dengan Komisi I DPR baru-baru ini, Meutya Hafid menjelaskan sejumlah rancangan program dan program jangka pendek kementeriannya.
Rancangan program dibagi menjadi tiga bagian yakni inclusive, empowering, serta trusted dan sovereign.
Untuk inklusif, Meutya menjelaskan hal itu akan diwujudkan dalam konektivitas. Mulai dari terkait konektivitas broadband, Seperti konektivitas broadband, penyiaran, layanan pos, dan komunikasi khusus.
Terkait konektivitas broadband, ini juga terkait manajemen spektrum frekuensi, peningkatan akses kualitas keterjangkauan, mendorong industri perangkat digital dalam negeri dan memastikan industri telekomunikasi yang berkelanjutan.
Empowering atau memberdayakan yang dimaksud adalah terkait ekosistem digital, yakni pertumbuhan ekonomi digital, SDM digital nasional berdaya saing, dan masyarakat digital produktif. Sedangkan Trusted dan Sovereign ialah terkait dengan pemerintah digital, ruang digital produktif, serta informasi dan komunikasi publik.
"Prinsip memberdayakan, diarahkan untuk membentuk ekosistem digital yang mampu menumbuhkan ekonomi digital melalui peningkatan nilai transaksi digital dan daya saing bisnis, mewujudkan sumber daya manusia digital, mewujudkan masyarakat digital dan selanjutnya prinsip dipercaya dan berdaulat," jelas Meutya. (rpi)