- ANTARA
Sasar Masyarakat Kelas Atas, Indef Minta PPN 12 Persen Diberlakukan Bertahap untuk Produk Elektronik, Fashion dan Otomotif
Jakarta, tvonenews.com - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Agus Herta Sumarto meminta pemerintah berhati-hati menerapkan kenaikan PPN 12 persen agar tidak menurunkan daya beli masyarakat.
"Untuk menaikkan tax ratio kita salah satunya adalah dengan menaikkan tarif pajak, walaupun masih ada cara lain. Namun, pemerintah juga harus hati-hati jangan sampai kenaikan pajak ini malah menggerus daya beli," ujar Agus, Selasa (19/11/2024).
Dia pun memahami alasan pemerintah menaikkan tarif pajak karena rendahnya tax ratio Indonesia dibandingkan negara G20 serta beberapa negara ASEAN.
Agus mengusulkan untuk tahap awal, kebijaka PPN 12 persen diterapkan di sektor-sektor tertentu yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap daya beli masyarakat luas.
Misalnya, produk elektronik, fashion, dan otomotif karena bukan kebutuhan primer. Menurut Agus, ketiga jenis produk ini kebutuhan sekunder, bahkan sebagian masuk ke dalam luxury goods atau barang mewah.
"Jadi nanti yang terkena efek secara langsung adalah masyarakat kelas menengah atas yang memiliki penghasilan relatif tinggi," katanya.
Ia memprediksi, di awal kenaikan PPN mungkin akan terasa ada efeknya, terutama terhadap jumlah permintaan.
Namun, katanya, mengingat konsumen adalah kelas menengah atas, adaptasi dan penyesuaian pola konsumsi akan terjadi sehingga dalam jangka panjang pola konsumsi akan kembali normal.
Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai UU.
Wacana PPN 12 persen tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021.
Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi Covid-19.
"Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok," ujar Sri Mulyani. (ant/nba)