- Antara
Menteri PPN Sebut Pertumbuhan Ekonomi yang Ditarget Prabowo Harus Fokus ke Masyarakat Kelas Bawah, Sektor Pertanian Jadi Sorotan
Jakarta, tvOnenews.com - Terget pertumbuhan ekonomi di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto diharapkan menyasar kelompok kelas bawah.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy, saat mengisi cara CORE Economic Outlook 2025 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (23/11/2024).
“Mari kita diskusi bagaimana seharusnya pertumbuhan ekonomi kita jaga, inflasi kita jaga, dan yang paling penting pertumbuhan (ekonomi) ini menyasar kepada kelompok yang ada di bawah,” kata Rachmat Pambudy dikutip dari Antara.
Menteri PPN menerangkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat survive bahkan tumbuh stabil di tengah situasi ketidakpastian global.
Misalnya saja pada periode 2015-2019, ketika pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 5,03 persen.
Meski sempat terpuruk karena pandemi COVID-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia nyatanya bisa pulih dengan cepat dan kembali bertumbuh ke posisi 5,03 persen per kuartal III-2024.
Begitu juga dengan capaian neraca pembayaran Indonesia di triwulan III-2024 yang mencatatkan surplus 5,9 miliar dolar Amerika Serikat (AS), inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) 1,71 persen year on year (yoy) dan cadangan devisa 151,2 miliar dolar AS per Oktober 2024, serta BI-Rate 6 persen per November 2024.
Menurut Kepala Bappenas, stabilitas pertumbuhan ekonomi akan menjadi kunci untuk transformasi ekonomi Indonesia ke depan. Maka dari itu, tahun 2025 nanti harus bisa dijadikan dasar sebagai era lompatan ekonomi oleh pemerintahan Prabowo.
“Ini bisa menjadi dasar kita untuk lompat, sekaligus kita bisa menjaga supaya lompatan ekonomi kita itu juga terjaga dan lompatan ekonomi kita itu bukan hanya lompatan sekali saja, melompat kemudian turun lagi, tetapi lompatan ini cukup bisa kita tahan demikian lama,” ujar Rachmat.
Di lain sisi, kondisi ekonomi Indonesia juga menghadapi tantangan yang tidak mudah.
Pasalnya, keberadaan kelompok kelas menengah semakin menurun dan kelompok menengah bawah masih banyak di saat seiring pertumbuhan kelompok tak miskin relatif besar dan kelompok sangat kaya juga tak kecil.
“Dalam kondisi seperti itu, maka kita harus menjaga bagaimana kelompok terbawah itu harus tumbuh, bagaimana kelompok yang paling bawah itu terjaga supaya dia tidak jatuh lebih bawah lagi, bagaimana kelompok yang di tengah yang menjadi tumpuan kita sebagai middle class itu tidak turun dan bagaimana middle class itu juga bisa bertahan, sampai nanti pada akhirnya dia lepas dari kelompok middle class,” katanya.
Diketahui, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) saat ini terus menurun menjadi 4,82 persen per Februari 2024 atau turun 0,63 persen poin dibanding Februari 2023. Sedangkan, jumlah penduduk bekerja tercatat sebanyak 142 juta orang.
Meski begitu, serapan tenaga kerja tetap didominasi oleh sektor pertanian dengan total 28,64 persen dari total penduduk bekerja, disusul sektor perdagangan 19,05 persen, dan industri pengolahan 13,28 persen.
Kondisi tersebut dinilai tak terlalu bagus lantaran penduduk bekerja di sektor pertanian itu tak dapat mempunyai pendapatan yang tinggi.
Maka secara khusus, petani on-farm dianggap selalu memperoleh pendapatan yang tidak begitu layak dan menjadi bantalan untuk menopang kelompok lainnya.
“Kita tahu bahwa selama ini harga-harga komoditas pertanian itu dijaga rendah, harga komoditas pertanian on-farm itu tidak bisa terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ada. Beras harus rendah, harga jagung harus rendah, pakan ternak harus rendah, telur harus rendah, dan seterusnya. Pertanian kita seperti itu. Jadi, kalau sektor tenaga kerja juga di situ, maka kesulitan kita untuk meningkatkan pendapatan mereka juga tidak mudah,” tegas Rachmat. (ant/rpi)