- ANTARA
Eks Menteri ESDM Arifin Tasrif Penuhi Panggilan KPPU dalam Penyelidikan Kasus Cisem 2
Jakarta, tvOnenews.com - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Kabinet Indonesia Maju, Arifin Tasrif, pada 18 Desember 2024 memenuhi panggilan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait penyelidikan kasus dugaan persekongkolan tender dalam proyek pembangunan Pipa Transmisi Gas Bumi Cirebon-Semarang Tahap 2 (ruas Batang-Cirebon-Kandang Haur).
Arifin hadir sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai mantan Menteri ESDM periode 2019–2024, yaitu saat tender proyek tersebut berlangsung.
Penyelidikan yang dilakukan oleh KPPU di Kantor KPPU ini didasarkan pada laporan dugaan pelanggaran dalam tender proyek Pipa Transmisi Gas Bumi Cirebon-Semarang Tahap 2 (Cisem 2), yang merupakan kontrak multi-tahun dengan nilai pagu mendekati Rp3 triliun.
Tender, yang diumumkan pada 23 April 2024, mencakup pekerjaan integrasi desain dan konstruksi seperti pembuatan rancangan rinci, pengadaan material, manufaktur, pabrikasi, konstruksi jaringan pipa sepanjang 245 km, pembangunan stasiun metering, serta uji commissioning.
Proyek ini melibatkan pemasangan pipa baja karbon berdiameter 20 inci dengan kapasitas transmisi gas 183 MMscfd dari Batang ke Kandang Haur Timur.
Proyek tersebut dimenangkan oleh Kerja Sama Operasi (KSO) PT. Timas Suplindo – PT. Pratiwi Putri Sulung, yang diumumkan pada 14 Juli 2024.
Namun, tender tersebut dilaporkan mengandung indikasi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
KPPU mulai menyelidiki kasus ini sejak 4 September 2024 dan telah mengagendakan sejumlah pemanggilan untuk mengumpulkan minimal dua alat bukti.
Selain Arifin Tasrif, KPPU juga berencana meminta keterangan dari pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses tender tersebut.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, menegaskan pentingnya kerja sama semua pihak terkait dalam penyelidikan ini.
“Kami meminta semua pihak untuk kooperatif dalam memenuhi panggilan KPPU dan menyerahkan alat bukti yang diperlukan. Bagi yang menolak, dapat dilakukan penyidikan dan diancam pidana denda atau pidana kurungan paling lama satu tahun sebagai pengganti pidana denda”, jelas Deswin Nur.
Kasus ini menjadi perhatian publik mengingat nilai proyek yang besar dan pentingnya transparansi dalam pelaksanaan tender pemerintah, khususnya di sektor energi yang berperan strategis bagi perekonomian nasional. (nsp)