- Antara
Tutup Pekan, IHSG Akhirnya Bangkit Usai Terpuruk Berkepanjangan
Jakarta, tvOnenews.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada akhir perdagangan Jumat (20/12/2024).
IHSG ditutup menguat 6,62 poin atau 0,09 persen ke posisi 6.983,86.
Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 1,40 poin atau 0,17 persen ke posisi 817,12.
Frekuensi perdagangan saham tercatat sebanyak 1.003.000 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 19,25 miliar lembar saham senilai Rp12,05 triliun.
Sebanyak 314 saham naik 302 saham menurun, dan 331 tidak bergerak nilainya.
Menurut analis, pelemahan IHSG merespon data ekonomi AS yang terus menguat.
"Dimana pasar merespons data ekonomi AS yang memberikan indikasi perbaikan, yang dilatarbelakangi oleh data pertumbuhan ekonomi (GDP annualized qoq) yang naik dari sebelumnya 2,8 persen menjadi 3,1 persen," sebut Tim Riset Pilarmas Investindo Sekuritas dalam kajiannya.
Pada sisi lain, sinyal hawkish Bank Sentral AS The Fed yang mengisyaratkan pemangkasan suku bunga acuan hanya dua kali pada tahun depan masih menjadi perhatian pelaku pasar, dimana pasar memiliki pandangan bahwa ancaman inflasi masih membayangi.
The Fed mengisyaratkan akan melakukan lebih sedikit pemangkasan pada tahun 2025 karena inflasi yang tetap tinggi.
Sementara itu, pasar juga bereaksi terhadap kebijakan bank sentral China, yaitu People's Bank of China (PBOC), yang mempertahankan suku bunga acuan pinjaman satu tahun (LPR) pada 3,1 persen dan suku bunga lima tahun, yang menjadi acuan untuk hipotek properti, tetap tidak berubah di level 3,6 persen.
Kebijakan ini merupakan upaya untuk memacu pemulihan ekonomi dan merangsang konsumsi, mengingat ekonomi China masih belum menunjukkan perbaikan yang signifikan meskipun pemerintah terus meluncurkan berbagai stimulus.
Dari dalam negeri, rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada tahun depan diperkirakan akan mendorong inflasi, sehingga meningkatkan kekhawatiran terhadap ketidakpastian suku bunga acuan.
Di sisi lain, pasar dikejutkan oleh penggeledahan dan pemeriksaan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bank Indonesia (BI), yang memberikan sentimen negatif yang dapat menurunkan tingkat kepercayaan terhadap lembaga pembuat kebijakan moneter. (ant/vsf)