- Istimewa
Kemenkeu dan BI Hitung Kenaikan PPN 1% Hanya Berdampak 0,2% pada Inflasi, Tak Ada Kenaikan Harga Signifikan?
Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah memastikan bahwa kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% ke 12% akan berdampak minim pada inflasi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menegaskan bahwa kenaikan PPN sebesar 1% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025 nanti hanya akan berdampak 0,2% pada inflasi.
"Inflasi saat ini rendah di 1,6%. Dampak Kenaikan PPN ke 12% adalah 0,2%. Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di 1,5%-3,5%," ujar Febrio dalam keterangan tertulis, Jumat (26/12/2024).
Oleh karena itu, Febrio juga optimis bahwa pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5,0%.
Pasalnya, dampak kenaikan PPN ke 12% terhadap pertumbuhan ekonomi dinilai tidak akan signifikan.
Sebagai contoh, Kemenkeu memberikan gambaran dengan melihat kembali kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 yang tidak menyebabkan lonjakan harga barang/jasa dan tergerusnya daya beli masyarakat.
Berkaca pada periode kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022, dampak terhadap inflasi dan daya beli dinilai tidak signifikan.
"Di tahun 2022 tingkat inflasinya adalah 5,51%, namun terutama disebabkan tekanan harga global, gangguan suplai pangan, dan kebijakan penyesuaian harga BBM akibat kenaikan permintaan dari masyarakat pasca pandemi Covid-19. Sepanjang 2023-2024 tingkat inflasi berada pada kisaran 2,08%," kata Kemenkeu dalam keterangan tertulis.
Senada dengan Kemenkeu, Bank Indonesia (BI) juga menegaskan bahwa dampak kenaikan PPN per 1 Januari nanti tidak akan memberikan dampak besar kepada laju inflasi pada tahun depan.
Hal itu sempat ditegaskan oleh Gubernur BI Aida Budiman mengungkap berdasarkan perhitungan, dampak kenaikan PPN ke inflasi hanya 0,2 persen.
"Hitungannya ini mengakibatkan sekitar penambahan inflasi 0,2 persen. Tetapi apakah ini besar? Jawabannya tidak. Karena hasil perhitungan kami dari proyeksinya dia sekitar sedikit di atas dari 2,5 plus minus 1 persen dari target inflasi kita di 2025," kata Aida dalam konferensi pers, Rabu, 18 Desember 2024 lalu.
BI menilai bahwa dampak kenaikan tarif PPN ke inflasi harus dilihat lebih dalam dari per komoditas dan bobotnya dalam keranjang Indeks Harga Konsumen (IHK).
"Mengacu pada Survei Biaya Hidup (SBH) 2022, ternyata jumlahnya 52,7% dari bobotnya di basket IHK tersebut. Kemudian baru dihitung bagaimana dampaknya kepada inflasi," jelasnya.
"Berapa sih yang akan di pass through atau dijadikan langsung kenaikan harga? Berdasarkan historisnya, sekitar 50 persen yang di-pass through," imbuh Aida lebih lanjut.
Selain itu, terdapat faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi inflasi, seperti penurunan harga komoditas global dan kebijakan moneter.
"Yang lain-lain juga harus dilihat, umpamanya apakah ada penurunan harga komoditas di global dan itu memang ada," tutur
Terkait dampaknya terhadap produk domestik bruto (PDB), Aida menegaskan pengaruh kenaikan PPN tahun depan juga relatif kecil.
"Kalau hitungannya langsung juga enggak terlalu besar, sekitar 0,02 sampai 0,03 persen. Tetapi sekali lagi kita jangan hanya menghitung seperti itu. Pemerintah juga melakukan berbagai macam insentif yang lainnya," ucapnya.
Aida melanjutkan, dalam kenaikan PPN menjadi 12 persen ini pemerintah juga telah menyiapkan berbagai insentif ekonomi. Hal ini tak lain adalah untuk menjaga keseimbangan dampak dari kebijakan fiskal ini.
"Pemerintah juga melakukan berbagai macam insentif yang lainnya, seperti kemarin kan diumumkan tentang Paket Stimulus Ekonomi 2025. Ada berbagai macam di sana, termasuk ada penghapusan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), PBG (Persetujuan Bangunan Gedung), dan lain-lain. Dan ini kami lihat akibatnya dampaknya kepada PDB tidak terlalu minimal sekali," tegasnya. (rpi)