Prabowo Ungkap Keseriusan Indonesia Gabung BRICS.
Sumber :
  • istimewa

BRICS Dinilai Berpotensi Jadi Sumber Pendanaan Transisi Energi Indonesia

Rabu, 22 Januari 2025 - 15:01 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia CERAH, Agung Budiono, menyatakan bahwa Indonesia dapat memanfaatkan keanggotaannya di blok ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) untuk mengatasi kesenjangan pendanaan dalam mendukung transisi energi.

"BRICS barangkali bisa menjadi peluang untuk menutup gap (pendanaan) ini," ujar Agung saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu (22/1).

Pernyataan ini merespons keluarnya Amerika Serikat dari Perjanjian Paris (Paris Agreement), yang berpotensi memengaruhi keberlanjutan program pendanaan seperti Just Energy Transition Partnership (JETP). 

Program JETP selama ini sangat bergantung pada dukungan negara maju, di mana AS dan Jepang memegang peranan penting. Dengan keluarnya AS dari Perjanjian Paris, dana yang dialokasikan untuk program ini dikhawatirkan akan berkurang atau tertunda.

Agung melihat adanya peluang bagi China untuk mengambil peran sebagai "green leader" dalam mendukung transisi energi Indonesia. Ia menyoroti wacana lama tentang Green Belt and Road Initiative, yang menurutnya dapat diseriusi dan dieksekusi sebagai bentuk komitmen China terhadap pengembangan energi terbarukan.

"China bisa menjadi salah satu penyedia pendanaan untuk ekspansi energi terbarukan di Indonesia, sejalan dengan rencana Presiden Prabowo Subianto di G20 yang akan membangun 75 GW energi terbarukan dalam 15 tahun mendatang," ujarnya.

Namun, Agung juga menggarisbawahi bahwa keberhasilan pendanaan ini akan sangat bergantung pada kesediaan China sendiri.

Meskipun China memiliki potensi besar dalam mendukung transisi energi, Agung mencatat bahwa negara tersebut masih agresif memanfaatkan energi fosil. Contohnya, beberapa smelter nikel yang dimiliki China di Indonesia masih membangun captive power plant berbasis energi fosil.

"Jika diplomasi iklim Indonesia kuat dan meminta dukungan pendanaan yang lebih konkret dari China, ada peluang untuk mendapatkan hasil yang lebih positif," ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris. Trump menilai perjanjian tersebut tidak adil dan memberatkan Amerika Serikat.

Perjanjian Paris, yang diadopsi pada 2015 oleh 195 negara, bertujuan membatasi peningkatan suhu global hingga jauh di bawah 2 derajat Celcius di atas tingkat praindustri, dan sebisa mungkin mendekati 1,5 derajat Celcius.

Dengan keluarnya AS dari perjanjian ini, negara-negara seperti Indonesia perlu mencari alternatif sumber pendanaan untuk memastikan keberlanjutan transisi energi mereka. (ant/nsp)

 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
03:40
01:00
01:59
02:27
01:42
01:36
Viral