- Istimewa
Harapan Pelaku UMKM di Bali Terhadap KemenKopUKM
Denpasar, Bali - CV Tri Utami, salah satu UKM di Denpasar Bali, mulai sumringah karena orderan dari pasar luar negeri berdatangan silih berganti. UKM yang bergerak di bidang produksi dan eksportir kerajinan tangan, khususnya dari kayu, merasa kewalahan memenuhi permintaan buyer asing.
Owner CV Tri Utami, Ni Made Witari, menyatakan kesulitan utama dalam memenuhi permintaan pasar luar negeri adalah pembiayaan. Ini terjadi karena sentra UKM mitra usahanya harus diberikan down payment (DP) atau uang muka ketika pesanan produk itu berskala besar. Kemudian saat produksi selesai, harus segera dibayar lunas.
Di sisi lain, proses pembayaran dari buyer asing kepada CV Tri Utami kerap tertunda lantaran produk kerajinan pesanannya harus diterima terlebih dahulu dalam kondisi yang baik dan sesuai spesifikasi. Padahal proses shipment (pengiriman barang) ke negara tujuan membutuhkan waktu beberapa hari.
"Masalah utama di perusahaan kami adalah pembiayaan untuk ekspor, jadi per PO (purchase order) itu kami harap ada dukungan dari Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) agar ada kemudahan mendapatkannya," tutur Witari saat ditemui di tempat usahanya di jalan Merak Tohpati, Denpasar, Bali.
Kondisi itulah yang membuat Ni Made Witari kerap kelimpungan ketika pembayaran dari orderan yang satu belum cair namun di saat yang sama datang orderan lain. Dari situ, Witari berharap ada dukungan pembiayaan yang mudah dan murah dari pemerintah melalui Bank BUMN ataupun lembaga keuangan lainnya, termasuk securities crowdfunding.
Menurutnya dengan dukungan pembiayaan yang mudah, murah, dan cepat baik dari bank pemerintah ataupun lembaga keuangan lainnya, Witari yakin seluruh pesanan dalam partai besar dari berbagai negara dapat dieksekusi dengan baik dan tepat waktu. Sayangnya hal itu sulit sekali didapatkan karena selama ini bank swasta yang menjadi mitranya dalam memenuhi pembiayaan tidak fleksibel.
"Kami sangat terkendala di pembiayaan untuk penuhi order, dan itu diperparah dengan wabah Covid-19 yang sampai saat ini masih ada sehingga masalah keuangan itu belum sepenuhnya teratasi," ujar Witari.
Witari menambahkan pesanan kerajinan tangan terutama dari kayu, rotan dan nipah kebanyakan berasal dari negara Eropa. Namun pasar Asia seperti Korea Selatan, Jepang, Arab Saudi juga dinilainya cukup banyak pesanannya terutama sebelum pandemi Covid-19 melanda.
"Kalau ke Eropa paling banyak permintaan dari Yunani dan Bulgaria. Ada juga ke negara Siprus. Untuk volume dari order tersebut setiap tahun (sebelum Covid-19) bisa sampai 10 kontainer per tahun," kata Witari.
Untuk mengatasi persoalan pendanaan usaha, saat ini CV Tri Utami sedang menjajaki kerja sama dengan salah satu securities crowdfunding yaitu Bizhare. Dia mengaku tertarik mendapatkan dukungan pembiayaan dari Bizhare karena dianggap syaratnya jauh lebih mudah dan tingkat bagi hasil yang kompetitif.
Di sisi lain dia juga menunggu informasi dan arahan dari Kementerian Koperasi dan UKM barangkali ada link sumber pembiayaan yang jauh lebih lebih baik.
"Bizhare ini kami nilai lebih mudah syarat pengajuannya karena kami tidak perlu menjaminkan aset, cukup jaminkan per PO. Saya sih berharap bisa terjalin kemitraan dan nilai pembiayaannya tidak terbatas yang disesuaikan dengan per PO order," katanya.
Kondisi Usaha Saat Covid-19
Witari menceritakan betapa terpuruknya usaha yang dirintis sejak tahun 1986 itu saat wabah Covid-19 melanda dunia. Dia merasakan selama hampir 1,5 tahun tidak ada pesanan sama sekali sehingga terpaksa harus merumahkan karyawannya.
"Sebelum Covid-19 saya punya 10 karyawan dan di saat Covid terpaksa kami pangkas sehingga kini hanya tinggal 2 orang saja termasuk saya. Kalau ada pekerjaan dan diperlukan saja kita panggil karyawan lagi," kata Witari sembari mengusap air mata, lantaran mengenang beratnya beban akibat pandemi.
Untuk sekedar bertahan hidup dan mempertahankan usahanya agar tetap berlangsung, Witari harus melepas beberapa aset penting miliknya. Meski begitu, Witari masih merasa terlalu berat bebannya lantaran tidak ada pemasukan sama sekali. Di sisi lain dia harus membayar kewajiban ke bank mitra setiap bulannya.
Demi mengurangi beban operasional di tengah sepinya order akibat Covid-19 mulai awal tahun 2020 hingga pertengahan tahun 2021, Witari mencoba mengajukan restrukturisasi ke perbankan. Dia mengaku mendapat informasi terkait program restrukturisasi dari pemerintah dari rekan kerja.
Selanjutnya dia mendatangi customer service perbankan swasta yang menjadi mitra pembiayaannya untuk menanyakan syarat dan proses pengajuan restrukturisasi.
"Jadi kami coba ajukan restrukturisasi perbankan, terpaksa kami tempuh jalan itu karena berat sekali beban kami dan ternyata kami bisa mendapatkan manfaat dari program restrukturisasi sehingga kami hanya bayar bunga saja," katanya.
Sebelum Covid-19, total order yang bisa dipenuhi oleh Witari khusus pasar luar negeri bisa mencapai 10 kontainer per tahun. Namun saat ini setelah Covid-19 mereda, dia hanya bisa memenuhi order maksimal dua kontainer. Meski begitu dia bersyukur saat ini secara perlahan permintaan produk dari dalam dan luar negeri mulai bergeliat lagi.
Dari sisi omset usaha, Witari mengakui terjadi penurunan yang sangat drastis setelah wabah melanda. Sebelum Covid-19 mewabah, omset usaha mencapai Rp4 miliar, namun kini maksimal Rp1,5 miliar.
"Saat Covid-19 sedang tinggi-tingginya, semua buyer kita tanyain ternyata mereka juga mengalami kondisi yang sama. Jadi otomatis kami harus menunggu, setelah itu kami kontak lagi akhirnya mulai muncul kerjasama order di pertengahan 2021 dan kini mulai normal lagi," katanya.
Fasilitasi KemenKopUKM
Witari bersyukur mendapatkan kesempatan untuk mengikuti beberapa kegiatan yang digelar oleh KemenKopUKM baik sebelum pandemi ataupun setelah pandemi mereda. Menurutnya beberapa program dan fasilitasi yang dilakukan KemenKopUKM bermanfaat bagi kemajuan usahanya.
Sebelum pandemi, CV yang awalnya bergerak di bidang garmen ini mendapatkan fasilitasi untuk mengikuti sejumlah pameran. Dari pameran itu Witari mengakui terjadi peningkatan kapasitas usaha khususnya order dari luar negeri.
Belum lama ini, Witari menambahkan, dirinya juga ikut serta dalam pendampingan fasilitasi pembiayaan UKM ekspor yang diadakan KemenKopUKM. Dari situ, Witari mengetahui bagaimana cara yang efektif dan efisien dalam memenuhi permintaan ekspor termasuk menyiasati kebutuhan pembiayaannya. Selain itu Witari juga mendapatkan materi pendampingan terkait penyusunan laporan keuangan yang terstruktur namun mudah untuk diimplementasikan di tempat usahanya.
"Kami sangat terbantu oleh Kementerian Koperasi dan UKM, saat awal kami berdiri kami dibantu untuk akses pasar seperti diikutsertakan dalam pameran dagang baik lokal hingga mancanegara. Di samping itu ada support lain seperti pelatihan manajemen, pembiayaan untuk ekspor dan lainnya," tutur Witari.
Witari berharap KemenKopUKM terus memberikan dukungan khususnya terkait dengan pembiayaan. Sebab menurutnya saat ini yang paling mendesak adalah kemudahan akses pembiayaan untuk memenuhi order dari pasar luar negeri. Dia berharap KemenKopUKM bisa membantu memberikan pendampingan untuk mendapatkan sumber pembiayaan yang mudah, murah dan cepat.
"Harapan kami KemenKopUKM tetap bisa memberikan dukungannya , yang paling utama yang kami butuhkan adalah pembiayaan ekspor. Kemudahan itu yang ingin kami dapatkan karena betul - betul perusahaan kami ini sangat membutuhkannya," kata Witari. Hms/mii)