- (ANTARA/Pixabay)
Psikolog Kilinis Sebut Bahayanya Mengidolakan Publik Figur Secara Fanatik
Jakarta, tvOnenews.com - Psikolog klinis dewasa menyarankan para penggemar artis atau selebritis harus mempunyai batasan sejauh mana menyukai idolanya itu agar tak menjadi fanatik. Mengingat menyukai sesuatu yang berlebihan atau fanatik akan membahayakan.
Menurut Psikolog klinis penggemar fanatik merujuk pada seseorang yang memiliki pemahaman berlebihan, kegemaran, kesukaan berlebihan terhadap sesuatu. Bukan hanya remaja, melainkan juga orang dewasa bisa menjadi penggemar fanatik. Terkait hal tersebut pakar menilai fanatisme adalah berbahaya.
"Ketika memang dia menyukai sesuatu kemudian itu sangat terinternalisasi ke dalam dirinya. Jadi, enggak sekedar suka, tetapi, merasa bahwa idolanya perlu diikuti bahkan sadar tidak sadar dia meniru semua tentang idolanya," kata Psikolog Klinis, Mega, Minggu (26/2/2023).
Oleh karena itu, mempunyai batasan menjadi penting karena dapat menjadi semacam tembok agar individu tetap melakukan aktivitas seperti seharusnya tanpa terganggu kegiatan yang berhubungan dengan idolanya itu.
"'Oh dia idola yang memang semua orang menggemarinya juga, aku suka filmnya, suka musiknya', sudah. Enggak perlu mengikuti semua gayanya. Kita seorang individu biasa yang juga punya aktivitas secara realita, mungkin sekolah, kuliah, bekerja atau bahkan menjadi seorang ibu. Jangan sampai lagi mengasuh anak kita enggak ngeliatin anak, sibuk kepoin idola kita lagi ngapain atau nonton terus. Itu kan enggak bagus," kata Mega.
Menurut dia, mengidolakan artis tertentu masih dikatakan wajar apabila masih bisa membedakan mana yang kenyataan dan sekadar kesenangan. Misalnya tahu lagu-lagu atau menonton film yang dibintangi sang idola, tanpa harus mengganggu aktivitas harian.
"Tetapi menjadi tidak wajar, kalau misal idolanya potong rambut, dia ikutan potong rambut. Idolanya beli barang tertentu dia ikutan beli. Jadi dia berusaha untuk menyamai si idolanya, itu sudah tidak wajar," kata Mega.
Melakukan kegiatan yang produktif dan berolahraga dapat menjadi cara menghindari diri menjadi fanatik terhadap idola. Olahraga, sambung Mega, bisa membantu mengeluarkan hormon bahagia sekaligus membuat pikiran menjadi lebih positif.
"Jadi, kita enggak melulu memikirkan idola kita. Kita jadi lebih tahu batasan realitas kapan, sih, waktunya kita menunjukkan ini batasan saya, bukan kehidupan dia," tutur Mega.
Mega menambahkan, sikap fanatik berlebihan bisa merugikan individu karena waktu yang bisa digunakan untuk hal-hal yang produktif menjadi akhirnya waktu terbuang begitu saja akibat terus menerus mengikuti kegiatan sang idola. (ant/mii)