- Antara
Jadi Salah Satu Penyakit Paling Mematikan, Pemerintah Siapkan Alat Kateterisasi Jantung di Seluruh Provinsi
Surabaya, Jawa Timur - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menargetkan layanan kateterisasi atau cath lab untuk jantung dapat terpenuhi di 207 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Rencana penyediaan alat kateterisasi jantung itu ia sampaikan pada rapat kerja pengurus pusat Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) periode 2022-2025 di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (7/7/2022).
Ia menggambarkan bahwa salah satu penyakit yang paling banyak di Indonesia adalah jantung sehingga alat medis yang dibutuhkan untuk pengobatan jantung adalah layanan kateterisasi jantung (cath lab).
“Yang bisa melakukan layanan cath lab hanya di 28 provinsi dari 34 provinsi. Provinsi yang belum bisa melakukan layanan cath lab kateterisasi antara lain Bangka Belitung, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat," ujar Budi.
Untuk itu, Menkes Budi menargetkan layanan cath lab bisa dipenuhi di semua provinsi dan setengah dari seluruh kabupaten/kota.
"Jadi (penanganan) jantung harus bisa dilakukan di 34 provinsi dan 207 kabupaten/kota mampu melakukan layanan cath lab dan bedah jantung terbuka," ucapnya.
Menkes juga menyebutkan bahwa selain pemenuhan alat medis seperti cath lab, juga harus diiringi dengan pemenuhan dokter spesialis.
"Namun yang kurang adalah dokter spesialisnya. Teman-teman AIPKI bisa bantu memenuhi SDM-nya," tutur Menkes Budi.
Posisi dokter spesialis, menurutnya, berada di pelayanan sekunder yang menerima rujukan dari pelayanan primer.
“Layanan rujukan yang penting buat saya adalah masyarakat bisa terlayani. Penyakit yang paling banyak di kita adalah di antaranya jantung, stroke, kanker, dan ginjal,” ujar Budi.
Pemenuhan dokter spesialis dapat dilakukan melalui desain program academic health system (AHC). Dalam AHC ada 4 level strategi yakni mahasiswa, dosen, wahana yaitu RS pendidikan, dan pengampuan prodi atau fakultas kedokteran.
Budi menjelaskan, peningkatan kuota mahasiswa kedokteran dan dokter spesialis harus dilakukan. Setelah itu dari sisi dosen, harus dilakukan peningkatan jumlah dosen.
Selanjutnya peningkatan jumlah RS pendidikan, serta yang terakhir adalah level fakultas kedokteran, yakni dilakukan dengan peningkatan jumlah prodi atau fakultas kedokteran baru. (aln/act)