Ilustrasi Leukemia.
Sumber :
  • Pexels/Anna Tarazevich

Leukemia Limfositik Kronis: Gejala, Penyebab, dan Pengobatannya

Selasa, 20 September 2022 - 09:45 WIB

Jakarta - Leukemia Limfositik Kronis (LLK) atau Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL) adalah salah satu jenis kanker darah yang ditandai oleh akumulasi sel-sel limfosit matur monoklonal di sumsum tulang, darah perifer, dan organ-organ limfoid sekunder seperti kelenjar getah bening, liver, dan limpa. 

Leukemia Limfositik Kronis atau LLK banyak ditemukan di negara-negara barat dibandingkan negara-negara asia, termasuk Indonesia. Pasien-pasien LLK pada umumnya berusia di atas 50-70 tahun, dan pria lebih banyak menderita CLL dibandingkan Wanita.

Gejala dan Tanda Klinik LLK

Gejala dan tanda klinik LLK beragam. Sebagian kasus LLK tidak menimbulkan gejala. 

"Gejala dan tanda klinik LLK yang aktif adalah demam berkepanjangan, keringat malam, penurunan berat badan yang bermakna," ujar dr. Wulyo Rajabto SpPD KHOM, Konsultan Hematologi-Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM/FKUI.

Menurut Wulyo, saat pemeriksaan fisik, dokter bisa menemukan pembesaran kelenjar getah bening, splenomegaly (pembesaran limpa) dan hepatomegaly (pembesaran liver). 

Pemeriksaan laboratorium yang khas adalah leukositosis (peningkatan jumlah sel-sel darah putih, bahkan bisa mencapai di atas 100.000/uL) dan limfositosis (akumulasi sel-sel limfosit matur). 

Penyebab LLK

Faktor penyebab kanker, termasuk LLK, kata dr. Wulyo, melibatkan lebih dari satu faktor.

"Penyebab kanker multifaktorial, tidak ada satu yang pasti. Usia semakin tua, radiasi, tempat tinggal (geografis orang barat lebih banyak yg LLK dibandingkan orang asia), makanan, polusi semua bisa saling memperkuat dan berpotensi menyebabkan mutasi/gangguan di tingkat kromosom. Sehingga terjadilah perubahan struktur dan sifat sel. Bisa berubah tidak terkendali menjadi tumor ganas," kata dr. Wulyo menjelaskan.

Dia menambahkan, penyebab kanker adalah adanya mutasi di tingkat kromosom dan pemicunya bisa berbagai macam faktor.

Bagaimana Dokter Memastikan Diagnosis LLK?

Untuk menegakkan diagnosis LLK, dokter akan melakukan bone marrow aspiration (aspirasi cairan sumsum tulang) kemudian memeriksa cairan sumsum tulang tersebut di bawah mikroskop. 

Pemeriksaan morfologi darah tepi menunjukkan sel-sel limfosit matur

"Pemeriksaan canggih lainnya adalah pemeriksaan immunophenotyping darah perifer atau cairan sumsum tulang, pemeriksaan kromosom, dan pemeriksaan interphase FISH (Fluorescent insitu hybridization), bergantung kemampuan laboratorium di rumah sakit masing-masing," jelas dokter yang juga Staf Divisi Hematologi-Onkologi Medik RSCM ini.

Pengobatan LLK

Menurut dokter yang pernah belajar tentang Chronic Lymphocytic Leukemia/CLL dan Lymphoma di Oxford, Inggris, ini, dokter yang memberikan pengobatan LLK adalah Dokter Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan Hematologi-Onkologi Medik (SpPD-KHOM). 

CT scan abdomen menunjukkan pembesaran liver dan limpa

"Sebelum memulai pengobatan, dokter SpPD-KHOM akan melakukan staging dahulu dengan menggunakan pemeriksaan penunjang laboratorium untuk mencari apakah ada anemia (kadar Hb yang rendah), trombopenia (kadar trombosit yang rendah), dan limfositosis dan pencitraan seperti: ronsen thorak (dada), ultrasonografi (USG) abdomen (perut), ct-scan, dan/atau bahkan pet-scan untuk mencari pembesaran kelenjar getah bening, liver, dan limpa," beber dr. Wulyo Rajabto.

Apabila LLK tidak aktif, dokter SpPD-KHOM hanya akan melakukan observasi saja. Sedangkan, pada LLK yang aktif dan kondisi badan fit, dokter SpPD-KHOM akan memberikan kemoterapi FCR (Fludarabine, Cyclophosphamide, Rituximab).  

Sementara, pada LLK yang aktif, tetapi kondisi badan tidak fit atau berusia di atas 60-65 tahun, dokter SpPD-KHOM akan memberikan kemoterapi BR (Bendamustin Rituximab) atau Chlorambusil Rituximab.

Saat ini, kata dr. Wulyo, dengan kemajuan ilmu dan teknologi di bidang farmasi, dokter SpPD-KHOM bisa mengobati pasien-pasien LLK menggunakan obat-obatan peroral golongan Bruton Tyrosine Kinase inhibitors (BTKis) seperti Ibrutinib dan generasi BTKis terbaru seperti Acalabrutinib, obat-obatan peroral lainnya seperti Venetoclax dan Idelalisib, sehingga efek sampingnya lebih kecil jika dibandingkan dengan pemberian kemoterapi.

"Harapan kita semua, masyarakat bisa mengenali gejala dan tanda klinik LLK, sehingga pasien-pasien LLK di Indonesia bisa terdiagnosis lebih awal dan memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh akses pengobatan kemoterapi yang tepat dan/atau obat-obatan BTKis terbaru seperti Ibrutinib atau Acalabrutinib yang pasien bisa mengonsumsi per-oral karena LLK potensial bisa terkendali dengan pengobatan yang baik dan tepat," tutupnya.

dr. Wulyo Rajabto SpPD KHOM adalah Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Hematologi-Onkologi Medik Staf Divisi Hematologi-Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM/FKUI dan Pengurus Harian PP PERHOMPEDIN (Pengurus Pusat Perhimpunan Hematologi-Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
03:23
04:46
05:39
03:03
03:29
02:11
Viral