Rencana Revisi UU Pilkada oleh DPR RI Tuai Kontroversi, Gaji Fantastis DPR yang Diungkap Kris Dayanti Kembali Disorot
tvOnenews.com - Aksi gerakan 'peringatan darurat Indonesia' di gedung DPR RI Jakarta tengah disorot publik dan viral di media sosial.
Sejumlah elemen masyarakat mulai dari buruh hingga mahasiswa menggelar demonstrasi menolak pengesahan Revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR RI, Jakarta, pada hari ini, Kamis (22/8).
Demonstrasi ini dipicu karena DPR menganulir putusan MK soal syarat pencalonan kepala daerah dan syarat usia calon kepala daerah.
Alih-alih mengikuti putusan MK, DPR justru menggelar pembahasan Revisi UU Pilkada.
Banyak yang melihat revisi ini sebagai langkah mundur bagi demokrasi di Indonesia.
Imbasnya, masyarakat menuntut DPR tak melawan putusan MK terkait syarat pencalonan kepala daerah dan syarat usia calon kepala daerah dengan mengesahkan RUU Pilkada.
Kabar terkini, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan pihaknya batal mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada.
"Pengesahan revisi UU Pilkada yang direncanakan hari ini tanggal 22 Agustus batal dilaksanakan," kata Dasco lewat akun media sosial X atau Twitter.
"Oleh karenanya pada saat pendaftaran Pilkada pada tanggal 27 Agustus nanti yang akan berlaku adalah keputusan Judicial Review MK yang mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora," sambungnya.
Pengesahan RUU Pilkada mulanya digadang-gadang akan dilakukan hari ini. Namun, agenda itu dibatalkan karena tak memenuhi kuorum.
Di tengah polemik ini, gaji fantastis anggota DPR yang pernah diungkap Kris Dayanti kembali menjadi sorotan.
Pada tahun 2021, Kris Dayanti secara terbuka menyebutkan bahwa setiap anggota DPR menerima total gaji dan tunjangan mencapai ratusan juta rupiah.
Istri Raul Lemos itu blak-blakan membeberkan jumlah gaji yang diterimanya dalam sebulan.
"Setiap tanggal 1 (gaji) Rp 16 juta ya, tanggal 5 (gaji) Rp 59 juta, kalau nggak salah," kata Krisdayanti.
Selain itu, terdapat pula dana aspirasi yang diterima setiap anggota DPR, menurut KD dana itu sebagai kewajiban anggota DPR dalam memantau titik-titik wilayah yang dikunjungi.
"Dana aspirasi itu memang wajib untuk kita, namanya juga uang negara. Dana aspirasi kita itu Rp 450 juta, 5 kali dalam setahun dan juga harus menyerap aspirasi artinya di setiap 20 titik kehadiran kita," jelasnya.
Tak cukup di situ, dana yang diterima oleh anggota DPR juga termasuk untuk kunjungan dapil sejumlah Rp140 juta.
"Dapil saiki (sekarang) kita Rp140 juta. (didapat) 8 kali dalam setahun," tutur Krisdayanti.
Pengungkapan tersebut sempat memicu perdebatan yang mempertanyakan keadilan dan transparansi dalam pengelolaan anggaran negara.
Banyak yang menilai bahwa gaji anggota DPR yang begitu besar tidak sebanding dengan kinerja yang diharapkan. (adk)