- YouTube Macan Idealis / istockphoto
Lucky Hakim Blak-blakan Ungkap Mengapa Banyak Janda Muda di Indramayu, Tak Disangka: Awalnya Pacaran, Sengaja Melakukan...
tvOnenews.com - Mantan Wakil Bupati Indramayu, Lucky Hakim berani jujur mengapa banyak janda muda di Indramayu.
Lucky ungkap bahwa fenomena ini umum terjadi pada pasutri yang punya anak perempuan.
Indramayu, sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, menjadi sorotan karena tingginya angka perceraian dan banyaknya janda muda.
Lucky Hakim, mengungkapkan sejumlah fakta yang mengkhawatirkan tentang keadaan sosial dan ekonomi di daerah tersebut.
Dalam masa jabatannya dari 2021 hingga 2024, Lucky menyaksikan langsung beberapa faktor yang menyebabkan fenomena ini, termasuk rendahnya tingkat pendidikan, pernikahan dini, dan tren merantau yang masif.
Menurut Lucky Hakim, angka perceraian di Indramayu sangat tinggi, mencapai sekitar 7.700 kasus pada tahun 2022.
Artinya, setiap bulan ada sekitar 600 hingga 700 janda muda baru di kabupaten ini. Angka yang mengejutkan ini mencerminkan masalah mendasar dalam struktur sosial masyarakat Indramayu.
Selain itu, ada sekitar 500 pernikahan dini yang dilakukan oleh anak-anak di bawah usia 17 tahun setiap tahunnya.
"Ada 7.700 perceraian pada tahun 2022, jadi rata-rata setiap bulan ada 600 hingga 700 janda muda baru di Indramayu," ungkap Lucky Hakim.
"Dan ada sekitar 500 pernikahan dini setiap tahun, dilakukan oleh anak di bawah usia 17 tahun."
Selain angka perceraian yang tinggi, Lucky juga mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan di Indramayu tergolong rendah dibandingkan dengan kabupaten lain di Jawa Barat.
Rata-rata lama belajar sekolah di Indramayu kurang dari 12 tahun, yang berarti banyak anak yang tidak lulus SMP.
"Indramayu merupakan salah satu kabupaten dengan pendidikan terendah di Jawa Barat. Banyak yang tidak lulus SMP," ujar Lucky.
Rendahnya tingkat pendidikan ini berdampak langsung pada perekonomian masyarakat.
Sebagian besar penduduk Indramayu adalah petani yang mengelola lahan secara tradisional dan hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar, seperti makan.
Petani di Indramayu seringkali hanya fokus pada balik modal tanpa memikirkan keuntungan yang lebih besar.
"Perekonomian terbatas karena petani di Indramayu mengelola pertanian dengan cara tradisional, yang penting bisa makan," kata Lucky Hakim.
Selain faktor pendidikan dan ekonomi, fenomena merantau menjadi salah satu faktor signifikan yang mempengaruhi dinamika sosial di Indramayu.
Banyak warga Indramayu, terutama perempuan muda, yang memilih bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri atau di kota-kota besar seperti Jakarta.
Tren ini dipicu oleh keinginan untuk meningkatkan taraf hidup, meskipun sering kali harus mengorbankan keluarga.
"Banyak warga Indramayu yang merantau untuk bekerja di luar negeri atau di Jakarta. Ini menjadi tren yang masif," jelas Lucky.
Sayangnya, fenomena ini juga berdampak pada meningkatnya angka pernikahan dini. Banyak anak perempuan yang sengaja menikah di usia muda untuk terbebas dari tanggungan orang tua.
Bahkan, beberapa di antaranya melakukan hubungan di luar nikah agar mendapat dispensasi menikah secara hukum.
Setelah menikah dan memiliki anak, mereka sering kali meninggalkan anak-anak mereka kepada orang tua untuk kemudian bekerja di luar negeri atau di kota besar.
"Banyak pernikahan usia dini yang dimulai dari pacaran dan hubungan di luar nikah agar bisa hamil dan mendapat dispensasi menikah. Setelah menikah, anaknya dititipkan kepada orang tua, sementara mereka pergi bekerja ke luar negeri atau ke kota besar," tambah Lucky.
"Bekerja di luar negeri, di luar kota nggak boleh karena masih di bawah umur. Jadi sengaja melakukan hubungan dengan pacarnya agar hamil dan bisa menikah. Setelah menikah dan punya anak, anaknya dititipkan ke orang tuanya, dianya pergi ke luar negeri, ke luar kota. Bisa kerja," sambungnya.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Agama, penyebab tingginya angka perceraian di Indramayu terkait erat dengan kondisi sosial-ekonomi yang kurang menguntungkan.
Faktor utama yang diidentifikasi adalah kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan kurangnya kesempatan kerja lokal.
Selain itu, pernikahan dini yang marak juga berkontribusi terhadap tingginya angka perceraian.
Pemerintah setempat mencatat bahwa banyak pernikahan di Indramayu dilakukan tanpa kesiapan mental dan finansial, yang pada akhirnya berujung pada perceraian.
"Banyak pernikahan usia dini itu awalnya pacaran, sengaja melakukan hubungan seks di luar nikah supaya hamil. Ketika hamil maka di departemen agama harus memberikan dispensasi untuk dinikahkan," ujar Lucky Hakim.
"Pas orang tuanya dikirimin uang, tetangganya lihat karena rumahnya sudah bagus. Jadi anaknya mau dikirim juga," kata Lucky Hakim.
Upaya pemerintah untuk mengatasi masalah ini meliputi program peningkatan pendidikan, kampanye menunda usia pernikahan, dan penciptaan lapangan kerja baru.
Namun, tantangan besar masih tetap ada, terutama dalam mengubah pola pikir masyarakat yang telah lama tertanam.
Dalam pandangannya, Lucky menekankan pentingnya peran Bupati dalam menciptakan lapangan pekerjaan di Indramayu.
Dengan tersedianya pekerjaan yang layak di daerah tersebut, diharapkan masyarakat tidak perlu merantau ke luar kota atau bahkan ke luar negeri.
"Tugas Bupati ke depan adalah menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup di Indramayu sehingga warga tidak perlu bekerja jauh dari rumah," pungkas Lucky Hakim.
Dengan mengatasi akar masalah ini, diharapkan angka perceraian di Indramayu dapat ditekan, dan kesejahteraan masyarakat dapat meningkat secara signifikan. (udn)