- Freepik
Lewat Isra Miraj, Allah Ajarkan Syariat Ini Agar Hilang Kesedihan Nabi Muhammad yang Ditinggal Wafat Dua Sosok Penting dalam Hidupnya
Hari ini, Sabtu (19/8/2022) bertepatan dengan tanggal 27 Rajab 1444 Hijriah. Dimana umat Islam di seluruh dunia memperingati peristiwa besar yang dialami Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yakni Isra Miraj.
Peristiwa Isra Miraj sendiri terabadikan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surah Al-Isra ayat pertama:
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ (الاسرا [١٧]: ١)
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isra’ [17]: 1)
Awal mula peristiwa Isra Miraj
Syaikh Muhammad Khudari dalam kitabnya Nurul Yaqin fii Shirati Sayyidil Mursalin menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memperjalankan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melalui peristiwa Isra’ Mi’raj ketika beliau dalam keadaan bersedih.
Beliau tengah berduka lantaran ditinggal dua sosok penting yang sangat berpengaruh dalam perjuangan dakwah Islam, yakni pamannya Abu Thalib dan istri tercintanya Khadijatul Kubra.
Sebagaimana diketahui pamannya Abu Thalib selalu menjaga dan membela Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika beliau mendakwahkan Islam, sehingga tidak ada orang-orang Quraisy yang berani mengganggunya.
Sementara istri tercintanya Khadijatul Kubra senantiasa merawat beliau dan mendukung dakwahnya dengan mempersembahkan seluruh harta kekayaannya sebagai saudagar wanita kaya dari tanah Makkah.
Keduanya wafat dalam waktu yang tidak terlalu jauh. Meninggalnya Khadijah dan sang paman Abu Thalib membuat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merasa terpukul.
Dalam salah satu ceramahnya, Ustaz Adi Hidayat menjelaskan bahwa dalam suasana bersedih Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tetap melanjutkan dakwahnya.
Beliau kemudian bepergian menuju wilayah Thaif yang jauhnya 100 kilometer dari kota Mekkah untuk menyebarkan Islam, ditemani putra angkatnya Zaid bin Haritsah.
“Alih-alih Bani Thaif menyambut dengan hormat (dakwah tersebut), mereka justru merespon dengan perilaku yang menyakitkan,” ujar Ustaz Adi Hidayat dilansir dari laman Republika.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dilempari batu hingga mengalami luka dikakinya, sementara Zaid yang menemani juga mengalami luka di bagian kepalanya akibat terkena lemparan batu.
Keduanya kemudian pergi ke sebuah kebun untuk mengamankan diri. Ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersandar pada sebuah pohon anggur, datanglah malaikat Jibril atas perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Ya Rasul, apapun yang engkau minta, saat ini juga apabila harus diangkat bukit (Thaif) ini dan ditimpakan ke mereka yang menyakitimu, maka seketika akan aku laksanakan,” ujar malaikat Jibril.
Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam justru menolak tawaran malaikat Jibril itu. “Bisa jadi mereka menyakitiku bukan karena sengaja ingin melukai, tapi mungkin memang mereka belum paham manfaat risalah (agama) ini. Saya berharap di kemudian hari ada keturunan bani Thaif yang beriman kepada Allah,” jawabnya.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian berdoa:
اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ ! أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ، لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك
"Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Rahim, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? ...
Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli sebab sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada cahaya dzat-Mu yang menyinari kegelapan dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat dari kemurkaan-Mu dan yang akan Engkau timpakan kepadaku. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya upaya melainkan dengan kehendak-Mu.”
Sebuah doa yang menggambarkan dengan sangat indah bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengaku hanya berpasrah kepada Allah, bahwa hidup beserta dakwah islamnya tidak bergantung kepada manusia.
Meskipun istri dan pamannya yang tercinta sudah tiada, beliau yakin Allah tetap yang akan menjadi penolong pertamanya. Tiada daya dan upaya melainkan karena Allah.
“Doa Nabi tersebutlah yang kemudian menggetarkan ‘Arsy, sehingga menghadirkan undangan perjalanan spesial dari Allah lewat peristiwa Isra Miraj,” jelas Ustaz Adi Hidayat.
Syariat yang Allah ajarkan lewat Isra Miraj
Melalui perjalanan dari masjidil Haram ke masjidil Aqsa kemudian naik ke sidratul muntaha dan bertemu Allah, Nabi Muhammad diajarkan sebuah syariat yang sangat istimewa. Ajaran tersebut juga merupakan penawar dari segala kesedihan, gundah gulana yang tengah dialami beliau.
Lewat syariat tersebut pula Allah ajarkan bagaimana cara seorang hamba menjadi dekat denganNya, berkomunikasi dengan Sang Pencipta, yakni melalui shalat lima waktu.
Dengan begitu, peristiwa Isra Miraj mengajarkan kepada kita bahwa sebesar dan seberat apapun persoalan hidup yang sedang kita hadapi, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengajarkan kunci dari ketentraman jiwa, penyelesaian persoalan yakni dengan shalat.
Apabila shalat ditunaikan dengan benar sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam maka Allah janjikan kemenangan, kejayaan, kesuksesan kehidupan di dunia dan akhirat akan mudah diraih.
Sebagaimana seruan adzan mari kita shalat dilekatkan dengan kalimat mari menuju kemenangan. Shalat sebagai amalnya, sedangkan Al-Falah (kemenangan) merupakan balasan dan dari amalan mulia tersebut.
An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan bahwa kata Al-Falaah bermakna terkumpulnya kebaikan di dunia dan akhirat. “Yang tidak ada satupun yang menandingi keutamaannya,” dikutip dari Syarh Shahih Muslim.
Lantas bagaimana ciri shalat yang menghadirkan kemenangan? Dalam surah Al-Mukminun, Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢) (المؤمنون [٢٣]:١ــ٢)
“Sesungguhnya beruntunglah (menanglah) orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS Al-Mukminun [23]: 1-2)
Shalat penentram jiwa, penghadir kesuksesan
Setelah syariat shalat diturunkan lewat peristiwa Isra Miraj, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, dari sahabat Khudzaifah bin Al-Yaman:
أِنَّهٗ كَانَ إِذَا حَزَبَهٗ أَمْرٌ فَزَعَ إِلَى الصَّلاَةِ (رواه ابوداود
“Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam apabila mengalami sesuatu masalah serius, beliau segera melakukan shalat” (HR. Abu Daud)
Dalam shalat wajib lima waktu, umat Islam ditekankan untuk melaksanakannya secara berjamaah. Shalat berjamaah memiliki keutamaan yang amat besar, di antaranya dapat menghindarkan seseorang dari pengusaan dan godaan setan yang terkutuk.
”Tidaklah ada tiga orang di suatu tempat yang tidak didirikan shalat berjamaah, maka setan akan menguasai mereka, maka biasakanlah shalat berjamaah sebab seekor serigala suka memangsa kambing yang sendirian.” (HR Abu Daud)