- Dok. Museum Kebangkitan Nasional Ditjen Kebudayaan Kemendikbud
Sosok Sang Pencerah Kyai Haji Ahmad Dahlan
Kauman berasal dari bahasa Arab, qoimmuddin yang berarti
penegak agama. Masyarakat yang tinggal di Kauman adalah keluarga ulama yang memiliki pengetahuan dan pemahaman agama yang cukup luas.
Semua anggota masyarakat sangat menjunjung tinggi nilai dan ajaran agama islam. Mereka taat dan rajin melaksanakan kewajiban-kewajiban agama.
Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta tahun 1888 - Dok.Museum Kebangkitan Nasional Ditjen Kebudayaan Kemendikbud
Dilansir dari buku "KH Ahmad Dahlan" terbitan Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Darwis lahir sebagai putera keempat dari K.H. Abu Bakar, seorang ulama yang juga abdi dalem Kesultanan Yogyakarta karena menjabat sebagai khatib di Masjid Gedhe yang bertugas memberikan khotbah Sholat Jum’at secara bergiliran dengan khatib lainnya.
Muhammad Darwis termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.
Muhammad Darwis dididik secara langsung oleh orang tuanya dalam lingkungan keluarga. Pengetahuan dasar tentang agama dan membaca kitab suci Al Qur’an menjadi materi pelajaran yang pertama kali dipelajari.
Kyai Haji Abu Bakar menguji secara langsung pemahaman materi yang diajarkannya, jika dinilai sudah mampu dilanjutkan pada materi pelajaran berikutnya.
Pada usia ke-15 tahun, Muhammad Darwis pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode inilah ia muda mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.
Setelah menunaikan ibadah haji dan sebelum ia kembali ke kampung halaman ia diberi nama Ahmad Dahlan. Selanjutnya pada tahun 1888 ia pulang kampung halaman.