Jakarta, tvOnenews.com - Ketika mendapatkan berita yang meggembirakan, Nabi Muhammad SAW disebutkan akan melakukan sujud syukur. Dari hal itulah kemudian para ulama memasukkan sujud syukur sebagai sunnah.

Sujud syukur dapat dikerjakan ketika mendapatkan nikmat yang mendadak atau ketika terhindar dari bahaya atau juga saat melihat orang kena musibah dan lain sebagainya.

Saat melakukan sujud syukur, Syekh Sulaiman Al-Kurdi menganjurkan tahmid berikut ini sebagai doa, seperti yang dilansir dari NU Online pada Senin (20/3/2023).

 الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَنْعَمَ عَلَيَّ بِكَذَا وَدَفَعَ عَنِّيْ كَذَا وَعَافَانِيْ مِمَّا ابْتَلَى بِهِ فُلَانًا 

Baca: Alhamdulillāhil ladzī an‘ama ‘alayya bi kadzā, wa dafa‘a annī kadzā, wa ‘āfānī mimmābtalā bihī fulānan. 

Ilustrasi (envato element)

Artinya:

“Segala puji bagi Allah, Zat yang memberikan nikmat kepadaku berupa…(sebutkan dalam hati nikmat yang diterima), dan menolak dariku marabahaya…(sebutkan bahaya yang dimaksud), dan menyelematkanku dari musibah yang Allah berikan kepada fulan…(sebutkan musibah yang dimaksud),” (Syekh Sulaiman Al-Kurdi, Al-Hawasyil Madaniyyah, [Al-Haramain: tanpa tahun], juz I, halaman 317).

Sementara ketika terhindar dari suatu dosa atau maksiat, maka doa pada sujud syukur yang dibaca adalah:

اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا 

Baca: Allāhumma lā taj‘al mushībatanā fī dīninā. 

Artinya:

“Ya Allah, jangan jadikan musibah kami pada agama kami.”

Menurut sebagian ulama, bacaan sujud syukur dan sujud tilawah adalah sama. Berikut bacaannya.

 سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الخَالِقِيْنَ 

Baca: Sajada wajhiya lil ladzī khalaqahū wa shawwarahū wa syaqqa sam‘ahū wa basharahū bi haulihī wa quwwatihī fa tabārakallāhu ahsanul khāliqīna.

Artinya:

“Diriku bersujud kepada Zat yang menciptakan dan membentuknya, membuka pendengaran dan penglihatannya dengan daya dan kekuatan-Nya. Maha suci Allah, sebaik-baik pencipta,” (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in pada hamisy I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz I, halaman 246).

Wallahu a‘lam