- Tim tvOne - Santosa Suparman
Masjid di Bantul Ini Berusia 538 Tahun, Peninggalan Panembahan Bodho Murid Sunan Kalijaga
Bantul, tvOnenews.com - Sejumlah masjid di wilayah Bantul, Yogyakarta memiliki sejarah yang menarik dan berusia ratusan tahun. Salah satunya Masjid Sabilurrosya'ad di Dusun Kauman, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Bantul.
Masjid ini sejak dulu lebih dikenal dengan nama Masjid Kauman Wijirejo, sebuah masjid peninggalan Panembahan Bodho atau Raden Trenggono, cicit dari Raja Brawijaya V raja Mapahit. Selain usia masjid yang suah tua, di komplek masjid ini ada peninggalan jam Bancet atau jam matahari sebagai penentu waktu salat.
Kamituwo Kalurahan Wijirejo Pandak Bantul yang juga pengurus Takmir MAsjid, Haryadi menceritakan, bahwa Masjid Sabilurrosyad atau Masjid Kauman Wijirejo ini didirikan pada tahun 1485 Masehi oleh Panembahan Bodho atau Raden Trenggono salah satu murid dari Sunan Kalijaga
" Masjid ini merupakan peninggalan Raden Trenggono usai mendalami agama Islam di bawah bimbingan Sunan Kalijaga. Masjid yang semula dibangun dengan ukuran 7x7 ini sudah beberapa kali mengalami pemugaran sehingga kini luasnya dua kali lipat dari semula," ungkap Haryadi saat ditemui di Masjid Sabilurrosyad, Rabu (29/3/2023).
Masjid Sabilurrosya'ad peninggalan Panembahan Bodho di Bantul, Yogyakarta. (Santosa Suparman).
Haryadi menambahkan, usia masjid ini sudah 500 tahun lebih. Ada beberapa bagian yang mengalami perubahan karena adanya pemugaran di zaman Belanda maupun terakhir tahun 1995 sampai dengan 1997. Sehingga bentuk asli masjid peninggalan Panembahan Bodho ini tidak tampak.
"Ini satu-satunya Masjid peninggalan Raden Trenggono atau Panembahan Bodho. Beliau itu keturunan darah biru di (Kerajaan) Demak tapi dia memilih untuk datang ke sini (Kauman) dan menyebarkan Islam, tepatnya pasca bertemu Sunan Kalijaga," tutur Haryadi.
Panembahan Bodho adalah julukan dari Raden Trenggono yang diberikan oleh Sunan Kalijaga. Konon menurut cerita asal muasal diberi nama Panembahan Bodho yakni ketika dulu Raden Trenggono mendengar suara gemuruh dari arah selatan atau dari pantai selatan.
Suara tersebut dikira oleh Raden Trenggono suara tanda erangan dari perahu Portugis. padahal suara tersebut berasal dari deburan ombak di Pantai Selatan.
" Selain soal suara tersebut, pada saat disuruh Sunan Kalijaga bertapa, Raden Trenggono masih membawa bekal makanan. Karena dinilai kurang pengalaman maka Sunan Kalijaga memberi sebutan Raden Trenggono dengan Ki Bodho," tutur Haryadi.
Jam bancet atau jam matahari di Masjid Sabilurrosya'ad. (Santosa Suparman).
Sementara itu mengenai gelar Panembahan, imbuh Haryadi, didapat saat wilayah terung asal Raden Trenggono dikuasai Mataram
" Karena rasa hormat Raja Mataram Panembahan Senopati kepada pewaris dan keturunan Adipati Terung, yakni Raden Trenggono, Panembahan Senopati memberi penghargaan yang lebih tinggi kepada Ki Bodho dengan tanah perdikan di sebelah timur Sungai Progo ke utara sampai Gunung Merapi, dan karena sebagai tanah perdikan maka Ki Bodho diberi gelar Panembahan," ujarnya
Haryadi mengatakan, peninggalan atau warisan dari panembahan Bodho yang masih ada dan masih dilestarikan sampai sekarang ini adalah takjil bubur sayur lodeh ketika bulan Ramadhan di Masjid Sabilurrosyad.
" Warisan panembahan Bodho adalah Takjil Bubur Sayur lodeh. Dulu takjil bubur menjadi menu utama di Masjid Kauman Wijirejo yang kini bernama Masjid Sabilurroasyad." jelas Haryadi.
"Sebab bubur memiliki makna yang luas dan salam. Salah satunya bubur yang lembut sangat cocok untuk makanan setelah puasa karena teksturnya lembut. Makna lain dalam menyebarkan agama Islam Panembahan Bodho dengan penuh kelembutan tanpa kekerasan," pungkasnya. (ssn/buz)