- Tim tvOne - Galih Manunggal
Menelusuri Jejak Syiar Islam Sunan Muria, dari Tapa Ngeli hingga Pager Mangkok, Seperti Apa Itu?
Masih menurut Mastur, Sunan Muria memiliki strategi tersendiri untuk menyebarkan Agama Islam di wilayah Pegunungan Muria. Sunan Muria dikenal memiliki istilah tapa ngeli untuk mendekati masyarakat yang dulu mayoritas masih memiliki kepercayaan animisme serta Hindu.
Artinya, Sunan Muria berusaha ikut membaur di masyarakat. Sunan Muria lantas mengajak masyarakat memeluk agama Islam dengan tidak meninggalkan budaya lama.
"Strategi dakwah Sunan Muria yang dikenal damai adalah dengan metode tapa ngeli, artinya karena waktu beliau datang ke sini mayoritas masyarakat masih animisme dan orang Hindu. Beliau ini ngeli menghanyutkan diri, jadi Beliau masuk ke paguyuban tapi diisi dengan nilai-nilai Islam. Misalnya kalau ada bayi baru lahir diisi dengan berjanjen, salawat, kalau ada orang mati diisi dengan tahlil, kalau ada syukuran dibacakan manaqib. Itu istilah ngeli seperti itu," kata Mastur.
"Jadi beliau membaur ke masyarakat, tapi tidak mengikuti budaya masyarakat, justru masyarakat diajak masuk ke agama Islam. Kemudian ajaran yang diberikan masalah sosial," imbuh Mastur.
Strategi dakwah lainnya yang dilakukan Sunan Muria yakni pager mangkok. Artinya gemar bersedekah dengan masyarakat sekitar. Sunan Muria juga berpesan 'ojo pageri omahmu nganggo tembok, balekno omahmu pegeri nganggo mangkok (jangan pagari rumahmu dengan tembok, tapi rumahmu pagari dengan mangkok)'.
Menurut Mastur pesan tersebut memiliki arti warga diberi pesan agar tidak menutup diri. Melainkan warga diimbau agar perbanyak sedekah. Sosok Sunan Muria dikenal memiliki jiwa sosial yang tinggi.
"Kita jangan menutup diri, tapi beliau menyarankan menjaga keamanan dengan banyak sedekah. Sosial beliau ini sangat tinggi, ini ajaran Sunan Muria sangat tinggi," tandasnya.
Warga dari berbagai daerah berziarah di makam Sunan Muria di momen Ramadhan (Galih Manunggal).
Semasa hidup Sunan Muria dikenal sangat dekat dengan rakyat. Semua benda peninggalan Sunan Muria yang ada merupakan petunjuk kemuliaan ajaran beliau.
“Seperti tempat imam di masjid atau mihrab yang menjorok ke dalam merupakan simbol mengutamakan akhirat, selalu intropeksi diri serta sifat kedermawanan yang diteladankan beliau pada masyarakat sekitar,” terang Mastur.
Mastur menambahkan makam dan masjid Sunan Muria banyak dikunjungi peziarah saat menjelang Ramadhan. Dia mencatat per hari bisa menembus 5.000 peziarah dari berbagai daerah.
Hingga kini keberadaan masjid dan makam Sunan Muria ini juga berdampak pada peningkatan kesejahteraan warga sekitar.
Warga menjual cinderamata, kuliner dan makanan khas Gunung Muria hingga menyediakan jasa ojek di sekitar area menuju masjid dan makam Sunan Muria.
Melalui dukungan dari berbagai pihak, peninggalan bersejarah masjid dan makam Sunan Muria masih terawat dengan baik hingga sekarang. Bahkan, masyarakat setempat juga ikut menjaga kondisi hutan yang ada di lereng Gunung Muria.
Hal ini merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada sang wali yang bersemayam di tempat tersebut. (Gml/Dan)