- Galih Manunggal/tvOne
Pesona Masjid Menara Kudus yang Dibangun 1549 Masehi, Jadi Bukti Jejak Syiar Islam di Tanah Jawa
Kudus, tvOnenews.com - Memiliki pesona religi yang begitu kental, Masjid Menara Kudus Jawa Tengah, menjadi salah satu bukti sejarah syiar Islam di tanah Jawa.
Selain bangunannya yang unik karena perpaduan antara arsitektur Islam, Jawa, Hindu dan Budha, di area masjid juga terdapat makam Walisongo yakni Sunan Kudus yang tak lain adalah pendiri masjid tersebut.
Masjid Menara menjadi rujukan peziarah dari berbagai penjuru tanah air yang memanfaatkan momentum bulan suci untuk beritikaf dan berdoa.
Masjid Menara Kudus terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah yang berjarak hanya sekitar satu setengah kilometer dari pusat kota.
Masjid tersebut menjadi salah satu tempat bersejarah penting bagi umat Islam di Jawa.
Menurut sejarahnya, masjid tersebut berdiri pada 956 Hijriah atau 1549 Masehi. Konon, adalah Ja'far Shodiq yang kemudian dikenal sebagai Sunan Kudus yang pernah membawa kenangan berupa batu dari Baitul Maqdis di Palestina.
Batu tersebut kemudian digunakan untuk batu pertama pendirian masjid yang kemudian diberi nama Masjid Al-Aqsa tersebut. Namun, belakangan justru masjid tersebut populer dengan sebutan Masjid Menara Kudus.
Sebutan itu merujuk pada menara candi di sisi timur yang memakai arsitektur bercorak Hindu Majapahit.
“Masjid Menara Kudus sesuai yang ada dalam prasasti di dalam masjid, di atas mihrab itu didirikan pada 19 Rajab 956 Hijriah, bertepatan dengan 23 Agustus 1549. Masjid ini memiliki karakteristik yang khas, dan itu satu-satunya di Indonesia,” jelas Abdul Djalil, Pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus.
Masjid Menara Kudus juga memiliki gapura yang bentuknya berbeda dengan bangunan masjid pada umumnya di indonesia.
Gapura dan bangunan menara terbuat dari tumpukan batu merah yang menyisakan daya pikat tersendiri.
Bangunan menara pada saat itu juga digunakan untuk tempat mengumandangkan Adzan.
Selain itu juga digunakan untuk mengumumkan informasi tentang kegiatan keagamaan termasuk pengumuman awal puasa ramadhan.
Terdapat pula tempat wudhu yang unik. Bangunan disusun dari bata merah berbentuk persegi panjang dengan delapan pancuran dilengkapi arca yang diletakkan di atasnya.
Sementara di dalam masjid, juga terdapat gapura dengan corak hindu seperti pintu gerbang Vihara atau Pura.
Konon, ini adalah cara Sunan Kudus berdakwah pada masyarakat yang saat itu masih menganut kepercayaan Hindu dan Budha.
Hal tersebut mendorong masyarakat untuk menerima agama Islam sebagai agama baru yang menghargai budaya.
“Bangunan menara ini memiliki arsitektur Hindu, atapnya berbentuk kubah Islam, dan pancuran di tempat wudhu berkarakteristik Budha, jadi ini merupakan satu-satunya masjid yang merupakan mengakomodasi semangat moderasi yang sedang dikembangkan bangsa Indonesia”, lanjut Jalil.
Pada bulan Ramadhan, masjid kuno ini biasa dikunjungi wisatawan religi. Bukan hanya wisatawan domestik, tetapi juga para peziarah mancanegara juga banyak berdatangan.
Sebagian besar peziarah memanfaatkan Ramadhan ini selain untuk beritikaf juga untuk berziarah di makam Sunan Kudus yang lokasinya di sisi barat masjid Menara tersebut.
“Ini ziarah sambil nunggu waktu buka puasa juga, ngabuburit. Ada ngaji juga disini nanti sore, nanti dibimbing juga ada Pak Kyai disini. Kalau saya pribadi ya hanya nyimak saja, ujar Faesol Bahruddin, peziarah asal desa Padurenan, Kudus.
Pada bulan suci ramadhan seperti saat ini banyak juga warga sekitar masjid yang memanfaatkan waktu sore menjelang berbuka dengan berdzikir ataupun memanjatkan doa-doa di masjid yang merupakan ikon kota kudus yang religius. (gml/muu)