- envato element
Itikaf, Syarat dan Tata Caranya
Jakarta, tvOnenews.com - Terdapat dua ibadah di akhir bulan Ramadhan yang penting dilakukan oleh setiap muslim, yakni itikaf dan zakat fitrah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bahkan menyatakan, bahwa itikaf di sepuluh malam terakhir bagaikan beritikaf bersama beliau.
مَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ
"Siapa yang ingin beritikaf bersamaku, maka beritikaflah pada sepuluh malam terakhir," (HR Ibnu Hibban).
Itikaf adalah bentuk ibadah yang dilakukan dengan cara berdiam diri di dalam Masjid atau juga Musholla milik umum.
Ilustrasi (Ist)
Salah satu tujuan beritikaf adalah untuk meraih keutamaan malam Lailatul Qadar. Sebagaimana dalam firman Allah SWT Al-Qur'an surat Al-Qadr ayat 3 yang berbunyi sebagai berikut:
لَيْلَةُ ٱلْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Artinya "Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan," (Surat Al-Qadr ayat 3).
Berikut tata cara itikaf yang dikutip dari Buku Pendidikan Agama Islam untuk Masyarakat Awam oleh Imam Durori:
Terlebih dahulu bersuci dari hadats besar dan hadats kecil.
Menuju Masjid (dan atau Musholla milik umum)
Ketika berada di pintu masuk, mengucapkan niat itikaf, adapun niatnya adalah sebagai berikut:
انويث الإعتكاف في هذا المسجد ما دمت فيه الله تعال
Baca Nawaetul I'tikafa fu hasadzal masjidi maa dumtu filha lillaahi ta'aalaa
Artinya:
"Aku berniat I'tikaf di dalam masjid ini, selagi aku berada di dalamnya karena Allah subhanahu wata'ala
Ilustrasi (istockphoto)
Kemudian masuk ke dalam Masjid, dan sebelum duduk lakukanlah shalat sunnah Takhyatul Masjid sebanyak 2 raka'at.
Lafadz niatnya bisa dengan kalimat sebagai berikut:
وأصلى سنة تحية المسجد ركعتين مستقبل القبلة لله تعالى
Baca: Usholli sunnatan takhyatal masjidi rok'ataeni mustaqbilal kiblati lilaahi ta'aalaa
Artinya:
"Aku berniat shalat sunnah takhyatul masjid, dua raka'at menghadap kiblat, karena Allah subhanahu wata'ala
Setelah itu bisa dilanjut dengan ibadah shalat sunnah, tadarrus Al-Qur'an, dan Wiridan.
Bila batal wudhu, maka berwudhulah, dan bila masih mau melanjutkan itikaf, ulangi kembali tata cara beritikaf mulai dari nomor urut 3 di atas.
Ilustrasi (freepik)
Syarat dan Ketentuan Itikaf
Sebagaimana dilansir dari laman resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), para ulama telah menyepakati bahwa dalam pelaksanaan itikaf, terdapat empat rukun yang wajib dipenuhi, yaitu:
1. Orang yang Beritikaf (Mutakif).
Ketetapan dari para ulama adalah bahwa syarat dari sahnya seseorang sebagai mutakif ada empat yaitu Muslim, akil, mumayyiz, dan, suci dari hadats besar.
2. Niat Beritikaf
Adapn fungsi dari niat saat beritikaf adalah untuk menegaskan perbedaan antara ibadah dan selain ibadah saat seseorang berdiam diri di masjid.
Hal ini karena bisa saja orang yang berdiam diri di masjid bukan dalam rangka ibadah, misalnya sekedar duduk ngobrol dengan rekannya. Adapun niat itikaf yaitu:
نويت الاعتكاف لله تعالي
“Nawaitul Itikaf Lillahi Ta’ala”
3. Tempat Itikaf (Mutakaf Fihi)
Para ulama sepakat tempat untuk beritikaf adalah di masjid.
Hal ini berdasarkan firman Allah surah al-Baqarah 187:
…..وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ ….
“…..Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya…..”
Namun jika tak bisa di masjid, di rumah juga boleh asalkan tempatnya kondusif.
4. Menetap di Tempat Itikaf
Seorang muslim dapat dikatakan telah melakukan itikaf jika sudah menetap di tempat yang ia gunakan untuk itikaf.
Ilustrasi (Ist)
Hal-hal yang Membatalkan Pelaksanaan Itikaf
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan pelaksaan dari itikaf.
1. Jima’
Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan pada surah al-Baqarah ayat 187 di atas.
…..وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ ….
“…..Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya…..”
2. Keluar dari Masjid
Para ulama bersepakat bahwa di antara hal-hal yang membatalkan itikaf adalah ketika seseorang keluar dari masjid, tanpa adanya kebutuhan yang dibolehkan oleh syariat, misalnya kebutuhan mengambil makan maka diperbolehkan.
Ilustrasi (pexels)
Hukum Melakukan Itikaf
Ditinjau dari hukum asalnya, itikaf adalah ibadah yang sunnah (mustahab) dilakukan.
Hal tersebut merujuk pada sabda Rasulullah SAW:
“Sungguh saya beritikaf di di sepuluh hari awal Ramadhan untuk mencari malam kemuliaan (lailat al-qadr), kemudian saya beritikaf di sepuluh hari pertengahan Ramadhan, kemudian Jibril mendatangiku dan memberitakan bahwa malam kemuliaan terdapat di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Barangsiapa yang ingin beritikaf, hendaklah dia beritikaf (untuk mencari malam tersebut). Maka para sahabat pun beritikaf bersama beliau.” (HR. Muslim).
Dalam hadits di atas, para sahabat diberikan pilihan oleh Rasulullah SAW untuk melaksanakan itikaf.
Sikap tersebut merupakan indikasi bahwa itikaf melihat pada asalnya tidak wajib. Namun, status sunnah ini dapat menjadi wajib apabila seorang bernadzar untuk beritikaf.
Sebagaimana yang disandarkan melalui hadits ‘Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah bersabda,
“barangsiapa bernadzar untuk melakukan ketaatan kepada Allah, dia wajib menunaikannya.” (HR. Bukhari).
Sejalan dengan hadis di atas, Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al-Bari mengatakan Itikaf tidaklah wajib berdasarkan ijma’ kecuali bagi seorang yang bernadzar untuk melakukan itikaf.
Wallahua'lam