- tim tvone - umar sanusi
Lailatul Qadar Haruskah Diburu ? Ini Menurut KH Zaimuddin Wijaya As'ad, Pengasuh Ponpes Darul Ulum, Jombang
Jombang, tvOnenews.com – KH Zaimuddin Wijaya As'ad, Pengasuh Ponpes Darul Ulum, Jombang mengatakan bahwa seperti tibanya ajal seseorang, begitu pula tibanya Lailatul Qodar, keduanya merupakan rahasia Allah. Tak ada seorangpun yang tahu, kapan tibanya. Akibatnya, para alim pun hanya bisa menduga-duga saja kapan malam yang lebih baik dari seribu bulan itu “diturunkan” Allah SWT.
Memang ada semacam patokan yang dikuatkan dengan hadits Rasulullah, bahwa Lailatul Qadar akan jatuh pada malam ganjil mulai dari hari ke dua puluh hingga akhir Ramadhan. Malam ganjil keberapa, itu masih misteri rahasia Allah.
Sementara beberapa ulama, diantaranya Prof Ibrahim Hosen mengatakan bahwa kemungkinan jatuhnya Lailatul Qadar itu sejak hari pertama hingga akhir Ramadhan. Pendapat itu merupakan upaya untuk memotivasi umat yang masih dalam kategori “awam” dalam melaksanakan ibadah Ramadhan, agar bersemangat tinggi sejak hari pertama.
Perlu diingat, sebagaimana dikemukakan Imam al Ghazali terkait kategori tingkatan orang berpuasa, tingkatan terendah adalah puasanya orang awam atau umum. Puasa mereka sebatas tidak makan dan tidak minum serta tidak melakukan perbuatan yang secara syariat membatalkan puasa. Itu saja. Maka dengan adanya kabar kemungkinan Lailatul Qadar jatuh sejak hari pertama, diharapkan bisa menjadi stimulus untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya sebulan penuh.
Untuk itu, saya lebih melihat Lailatul Qadar ini sebagai “iming-iming” dari Allah bagi orang-orang awam yang lebih berburu pahala daripada Ridha Allah. Karena, bagi muslim yang puasanya masuk kategori khusus maupun super-khusus, turun tidaknya Lailatul Qadar, tidak mempengaruhi semangat ibadahnya. Mereka akan puasa tidak hanya tidak makan dan minum, tapi juga tidak melakukan kemaksiatan atas semua inderanya serta menambah ibadah-ibadah sunnah pada siang dan malam.
Akibatnya, mereka akan menyikapi dengan biasa-biasa saja bila ada kajian tentang waktu dan tanda-tanda turunnya Lailatul Qadar yang didasarkan pada hasil kontemplasi para alim.
Maka, menurut hemat saya, Lailatul Qadar itu sejatinya tidak perlu diburu, karena akan mengesankan bahwa kita hanya semangat beribadah bila dijanjikan pahala yang besar, sementara bila Allah tak menjanjikannya, ibadah kita pun akan asal-asalan. Jika demikian, kita hanya melihat ibadah sebagai aktivitas transaksional saja. Bukan memandang ibadah sebagai wujud atau ekspresi rasa syukur atas nikmat hidayah Allah yang kita peroleh untuk mengenal-Nya.
Oleh karena itu, sepertinya kita tak perlu berburu Lailatul Qadar, karena Lailatul Qadar justru akan hampiri kita manakala kita lebih banyak habiskan waktu di bulan Ramadhan ini untuk “bermesraan” dengan Allah, baik secara terbuka maupun tertutup. Wallahu-a’lam bish shawab.
(usi/hen)