- khumaidi
Hikmah Idul Fitri, Menjamu Tamu Hukumnya Wajib dan Berpahala Besar. Ini penjelasan KH Fahmi Amrulloh Hadzik
Jombang, tvOnenews.com - Idul Fitri adalah kembali kepada fitrah yang berarti kembali kepada kesucian. Hendaknya arti kembali kepada kesucian betul-betul dimaknai, misalnya dengan menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Sehingga, tujuan berpuasa seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an, la'allakum tattaquun, betul-betul bisa diwujudkan mulai tanggal 1 Syawal.
“Misalnya sebelum Ramadhan kita memiliki sifat pelit, setelah Ramadhan berlalu, berubah menjadi dermawan. Bagi orang yang sebelum berpuasa shalat jamaahnya kurang aktif, setelah berpuasa menjadi aktif shalat berjamaah. Mungkin ada yang pada saat sebelum berpuasa putus silaturahmi, setelah berpuasa tersambung kembali hubungan silaturahmi. Meskipun untuk menyambung silaturrahmi tidak harus menunggu tanggal 1 Syawal atau saat Idul Fitri, tetapi momentum lebaran bisa menjadi saat yang tepat untuk menyambung silaturahmi,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Putri Tebu Ireng ini.
Mengenai suguhan berbagai makanan dan minuman kepada para tamu pada saat lebaran, Gus Fahmi, sapaan akrabnya menjelaskan, akan mendapatkan pahala besar bagi yang memberi hidangan.
“Bukankah kita wajib memberikan hidangan kepada tamu yang berkunjung ke rumah kita, bahkan lamanya kewajiban memberikan hidangan itu sampai tiga hari. Barulah setelah lewat tiga hari, kita tidak wajib lagi memberikan hidangan makan dan minum kepada tamu kita, melainkan hukumnya sunnah. Tentu pahalanya sangat besar karena memberikan sedekah kepada orang lain, sangat dianjurkan dalam Islam,” paparnya.
Sedangkan mengenai tradisi baju baru pada saat lebaran, Gus Fahmi mengatakan, tidak ada kewajiban pada saat menyambut Idul Fitri untuk memakai baju baru. Karena menurutnya, inti dari Idul Fitri bukan pakaian baru atau barang-barang serba baru.
“Sehingga ada maqolah, "laisal 'idu liman labisal jadiid, walaakinnal 'idu liman tha'atuhu taziid.” Idul Fitri itu bukan bagi orang yang memakai baju baru, tetapi bagi orang yang ketaatannya semakin bertambah. Hanya saja, di Indonesia ini kelihatannya yang lebih menonjol baju barunya bukan ketaatannya,” jelas Gus Fahmi.
Sepupu dari Gus Dur ini menyayangkan kebiasaan masyarakat pada akhir bulan Ramadhan, banyak masyarakat yang berbondong-bondong datang ke toko-toko pakaian. Sementara, masjid-masjid menjadi semakin sepi. Begitu juga sebaliknya.
Ketika ditanya soal membeli baju baru untuk dikenakan saat sholat ied, Gus Fahmi menjawab, tidak ada kewajiban mengenakan baju baru saat sholat ied.
“Ingat shalat Idul Fitri bukan shalat wajib, sehingga tidak harus memakai baju baru. Sekali lagi, memakai baju baru saat Idul Fitri bukan kewajiban, pola pikir sepeti ini harus dirubah, meski memerlukan waktu dan kesabaran,” pungkasnya. (khu/far)