10 Tokoh Nasional Ini Ternyata Warga Muhammadiyah, Ada Kakek Anies Baswedan hingga Orang Tua Megawati.
Sumber :
  • Youtube/Muhammadiyah Channel

10 Tokoh Nasional Ini Ternyata Warga Muhammadiyah, Ada Kakek Anies Baswedan hingga Orang Tua Megawati

Jumat, 5 Mei 2023 - 03:27 WIB

tvOnenews.com - Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia telah melahirkan banyak tokoh nasional.

Namun tak banyak yang tahu, jika ternyata 10 tokoh nasional pejuang dan perumus kemerdekaan ini merupakan warga Muhammadiyah.

Bahkan di antara jajaran 10 tokoh Muhammadiyah tersebut ada nama kakek Anies Baswedan hingga orang tua Megawati.

Lantas siapa saja tokoh yang dimaksud? Simak ulasan 10 tokoh nasional yang juga warga Muhammadiyah berikut ini, dilansir dari kanal Youtube resmi Muhammadiyah:

1. Kyai Haji Ahmad Dahlan 

Kyai Haji Ahmad Dahlan merupakan pendiri persyarikatan Muhammadiyah. Beliau lahir pada 1 Agustus 1868 di kampung Kauman Yogyakarta. 

Ayahnya adalah Kyai Haji Abu Bakar. Selain dikenal sebagai pendiri Muhammadiyah, Kyai Haji Ahmad Dahlan berkontribusi besar bagi kebangkitan gerakan nasionalisme muslim di nusantara melalui pendidikan dan pelayanan kesehatan. 

Selain itu beliau merupakan pelopor kebangkitan pendidikan bagi kaum perempuan dengan mendirikan masjid pertama perempuan pada tahun 1920 serta membuka akses pembelajaran agama bagi perempuan. 

Kyai Haji Ahmad Dahlan juga merupakan salah satu perintis pers Islam awal abad 20 di Jawa. Beliau meneribitkan majalah Suara Muhammadiyah pada tahun 1915.

Kyai Haji Ahmad Dahlan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 657 tahun 1961. 

 2. Siti Walidah atau Nyai Ahmad Dahlan 

Siti Walidah atau seringkali disebut ibu Nyai Ahmad Dahlan merupakan ulama perempuan dan tokoh nasional. 

Ia melahirkan organisasi perempuan muslim Aisyah yang sebelumnya masih bernama Sopo Tresno tahun 1914. 

Perjuangan penting Siti walidah banyak terkait dengan perjuangan akses pendidikan bagi kaum perempuan. 

Ia melatih banyak mubalighoh agar bisa menjadi pemandu keagamaan di kampung-kampung. 

Maka tak heran jika Siti walidah termasuk ulama perempuan yang mempelopori munculnya pondok atau asrama khusus untuk pengajaran dan bimbingan keagamaan pada perempuan. 

Pada tahun 1926 Siti walidah termasuk salah satu perempuan pertama dalam sejarah kolonialisme Hindia Belanda yang berbicara di depan publik. 

Ia tampil memimpin sidang pada kongres Muhammadiyah ke-15 tahun 1926 di Surabaya. 

Bersama organisasi Aisyiyah yang didirikannya, Siti Walidah terus diingat dan dikenang sebagai pelopor hak pendidikan politik dan berkebudayaan bagi perempuan muslim pribumi. 

Siti Walidah diberikan penghargaan dan penghormatan atas jasa-jasanya menjadi bagian dari perjuangan perempuan Republik Indonesia dengan gelar pahlawan nasional pada tahun 1971. 

3. Fatmawati Soekarno 

Fatmawati lahir di Bengkulu tanggal 5 Februari 1923. Nama aslinya Fatimah. Beliau tidak lain adalah tokoh Muhammadiyah di Bengkulu. 

Kontribusi Fatmawati bagi kemerdekaan Indonesia adalah keterlibatan langsungnya menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan pada bulan Agustus 1945. 

Ia berada di tengah-tengah proses politik penentuan strategi kemerdekaan. 

Fatmawati banyak terlibat dalam proses diplomasi awal untuk Indonesia sebagai negara yang baru saja merdeka. 

Selain menjadi aktivis Aisyiyah, Fatmawati juga banyak terlibat aktif dengan berbagai gerakan perempuan serta organisasi. 

Dia bukan saja tampil sebagai istri seorang presiden pertama Republik Indonesia, tapi sepanjang hayatnya telah membuktikan betapa pentingnya keterlibatan perempuan bagi kemerdekaan bangsa dan kaumnya. 

Fatmawati aktif mendukung pergerakan perempuan kaum ibu lembaga filantropi dan pemberantasan buta huruf. 

4. Ir Soekarno 

Insinyur Soekarno merupakan presiden pertama Republik Indonesia. Beliau merupakan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia dan aktivis Muhammadiyah. 

Pada usia 15 tahun di Surabaya, ia bertemu pertama kali dan kemudian belajar Islam pada Kyai Haji Ahmad Dahlan yang sedang mengadakan kunjungan ceramah. 

Bung Karno mengaku setelah itu ia sering mengintil Kyai Haji Ahmad Dahlan untuk belajar tentang Islam. 

Sehingga bisa dikatakan bahwa pengembangan pemikiran kebangsaan dan keislaman pada sosok Bung Karno sangat dipengaruhi oleh HOS Cokroaminoto dan Kyai Haji Ahmad Dahlan. 

Pada tahun 1938 Bung Karno resmi menjadi anggota Muhammadiyah. Dukungan Bung Karno terhadap Muhammadiyah masih terus berlangsung hingga ia menjadi presiden. 

5. Jenderal Sudirman 

Jenderal Sudirman lahir di desa Bodas Karangjati, Purbalingga Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari 1916. 

Jenderal Sudirman berkiprah panjang sebagai seorang guru. Beliau pernah menjadi kepala sekolah Hollandsche Inlandsche School atau (HIS) Muhammadiyah di Cilacap. 

Keterampilan menjadi guru diperoleh Sudirman tatkala ia belajar selama satu tahun di sekolah pendidikan guru Hollandsche Inlandsche Kweekschool (HIK) milik Muhammadiyah di Solo. 

Sudirman menjadi tokoh kunci yang memimpin gerilyawan memukul mundur Belanda dalam pertempuran di Ambarawa. 

Pada usia sangat muda yakni 29 tahun Sudirman menjadi orang pertama dan satu-satunya hingga hari ini yang diberi gelar tertinggi dalam hierarki kemiliteran yakni Panglima Besar Tentara Indonesia. 

Gelar tersebut diberikan langsung oleh pasukan gerilyawan yang dipimpinnya tanpa campur tangan pemerintah. 

6. Ir Juanda Kartawijaya 

Ir Juanda Kartawijaya atau kini dikenal dengan Ir Juanda adalah perdana menteri Indonesia ke-10 dan aktivis Muhammadiyah. 

Ir Juanda berperan penting dalam pembentukan Indonesia sebagai negara kepulauan melalui Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13-12-1957. 

Sebab melalui deklarasi tersebut area perairan berupa laut menjadi dimiliki oleh Indonesia. Konsep negara kesatuan Republik Indonesia atau NKRI lahir dalam Deklarasi Djuanda. 

7. Buya Hamka 

Buya Hamka adalah seorang ulama, politikus, sekaligus seorang penulis paling produktif pada masanya. 

Ratusan karya tulis telah ia sumbangkan sebagai warisan intelektual otentik untuk bangsa Indonesia. Sebagai aktivis Muhammadiyah, nama Hamka dikenal luas di Timur Tengah dan Asia Pasifik. 

Karya monumentalnya yakni Tafsir Al Azhar dan sejumlah buku lain seperti tasawuf modern terus dicetak bukan hanya di Indonesia tapi di Malaysia dan Singapura. 

Meskipun tidak menyelesaikan sekolah secara formal ia menerima pengakuan dan penghargaan akademik dari Universitas al-azhar dan Universitas Nasional Malaysia memberikannya gelar doktor honoris causa. 

Hamka adalah ulama kunci di balik penerimaan publik Islam atas Pancasila. Ia menulis satu buku berjudul Urat Tunggang Pancasila pada tahun 1951. 

9. Kyai Haji Mas Mansyur 

Kyai Haji Mas Mansyur lahir di Surabaya tanggal 25 Juni 1896. Beliau merupakan aktivis Muhammadiyah pejuang politik nasional dan tokoh penting pergerakan Islam. 

Pada kongres Muhammadiyah tahun 1937, ia terpilih menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. 

Ia adalah seorang kosmopolit Islam sebab ia bukan saja melibatkan diri dengan pergaulan di Hindia Belanda melainkan juga hingga Timur Tengah. 

Sepanjang hayatnya Kyai Haji Mas Mansyur terlibat dengan pendirian dan inisiasi pergerakan Islam. 

Bersama Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Wahab Hasbullah ia mendirikan majelis Islam A’la Indonesia atau MIAI. 

Pada tahun 1938, beliau mendirikan partai Islam indonesia di tahun 1938 hingga 1942. 

Pada masa pendudukan Jepang bersama Mohammad Hatta Soekarno dan Ki Hajar Dewantara Kyai Haji Mas Mansyur memimpin Putera atau Pusat Tenaga Rakyat. 

Pemerintah Indonesia pada tahun 1964 memberi penghormatan yang tinggi atas jasa-jasanya memajukan bangsa dengan gelar pahlawan nasional. 

10. AR. Baswedan 

Abdurrahman Baswedan lahir di Surabaya tanggal 9 September 1989. Beliau adalah seorang jurnalis, diplomat, sekaligus aktivis Muhammadiyah. 

Kakek dari Anies Baswedan ini pernah menjadi pengasuh kolom harian milik Muhammadiyah bernama Mercusuana.

Ia merupakan tokoh penting di balik deklarasi Sumpah Pemuda keturunan Arab di Semarang sebagai bukti komitmen nasionalisme peranakan Arab. 

Pada tahun 1970 AR Baswedan menerima bintang Mahaputra utama sebagai bentuk penghormatan atas kontribusi besarnya dalam penyusunan UUD 1945

Gelar pahlawan nasional diterimanya pada tahun 2018. Muhammadiyah tidak akan lelah merintis, melahirkan, dan membesarkan Indonesia.


Selain 10 tokoh di atas, masih ada sejumlah nama pahlawan nasional dari kalangan Muhammadiyah, seperti Gatot Mangkupraja (Pelopor pembentuk tentara PETA dan Laskar Hizbullah), Kyai Haji Fachrudin (Penggerak pers Indonesia), Ki Bagus Hadikusumo (Perumus Pancasila dan UUD 1945), Ki Bagus Hadikusumo (Perintis kemerdekaan), Kasman Singodimedjo (Salah satu perumus dasar negara), Nani Wartabone (Pahlawan nasional), hingga Abdul Kahar Muzakir (Anggota BPUPKI).

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:50
02:03
03:05
03:21
01:44
01:05
Viral