Meski Mata Sudah 5 Watt, Syekh Ali Jaber Sarankan Setiap Muslim Rutinkan Amalan Ini: Agar Segala Doa Terkabul.
Sumber :
  • Tangkapan Layar/YouTube

Meski Mata Sudah 5 Watt, Syekh Ali Jaber Sarankan Setiap Muslim Rutinkan Amalan Ini: Agar Segala Doa Terkabul

Rabu, 3 Januari 2024 - 21:20 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Syekh Ali Jaber dalam sebuah ceramah menyarankan agar setiap Muslim yang sedang punya hajat dan doa, untuk rutin amalkan ini selama 40 malam.

Syekh Ali Jaber mengatakan bahwa doa ini singkat.

Namun jika rutin diamalkan maka Allah akan berikan segala apa yang diinginkan hamba-Nya.

Untuk mendapatkan keutamaan dari doa ini, maka Syekh Ali Jaber menyarankan membacanya selama 40 malam, 

Karena begitu dahsyat, usahakan sebelum tidur walau sudah mengantuk untuk amalkan doa yang disampaikan oleh Syekh Ali Jaber berikut.

Berikut doa yang dijelaskan oleh Syekh Ali Jaber, yang dilansir oleh tvOnenews.com pada Rabu (3/1/2024) dari kanal YouTube Syekh Ali Jaber.

Sangat wajar jika manusia memiliki beragam keinginan dan doa selama hidup di dunia ini.

Maka Allah berikan janji kepada manusia jika berdoa akan dikabulkan.

Salah satu amalan agar doa cepat dikabulkan bisa dengan mengamalkan bacaan ini selama 40 malam.

Seperti yang disampaikan oleh Syekh Ali Jaber, doa Nabi Yunus jika dibaca selama 40 malam akan diberikan oleh Allah segala hajatnya.

"Barang siapa yang membaca doa Nabi Yunus, selama 40 malam, minimal satu malam 100 kali, Allah akan tuntaskan hajatnya," ungkap Syekh Ali Jaber.


Meski Mata Sudah 5 Watt, Syekh Ali Jaber Sarankan Setiap Muslim Rutinkan Amalan Ini: Agar Segala Doa Terkabul (envato element)

Oleh karenanya, jika sedang punya hajat yang ingin segera terkabul, boleh coba amalan ini.

Selama 40 malam dan di setiap malamnya dibaca minimal seratus kali.

Berikut amalan doa Nabi Yunus sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Ali Jaber:

لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ

"Lailaha illa anta subhanaka inni kuntu minaddhalimin.

Artinya,

"Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, Sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang dzalim."

Doa ini tercantum dalam Surah Al Anbiya ayat 87.

Berikut lafadz dan arti dari surah tersebut.

وَذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ

Wa żan-nūni iż żahaba mugāḍiban fa ẓanna allan naqdira ‘alaihi fa nādā fiẓ-ẓulumāti allā ilāha illā anta subḥānaka innī kuntu minaẓ-ẓālimīn(a).

Artinya:

(Ingatlah pula) Zun Nun (Yunus) ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya. Maka, dia berdoa dalam kegelapan yang berlapis-lapis, “Tidak ada tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.”

Tafsir Ringkas Kemenag


Ilustrasi Al-Qur'an (istockphoto)

Dan ingatlah kisah Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah, karena mereka berpaling dari dirinya dan tidak mau menerima ajaran Allah ketika ia berdakwah kepada mereka. Lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya karena sikapnya yang tidak sabar itu. Lalu ia naik perahu, namun beban perahu yang ditumpanginya terlalu berat sehingga harus ada seorang yang dilemparkan ke laut. Setelah diundi tiga kali, Nabi Yunus yang harus dilemparkan ke laut. Allah segera mendatangkan seekor ikan untuk menelannya. Maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap di dalam perut ikan, di dalam laut, dan pada malam hari dengan kesadaran, “Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim, karena aku marah meninggalkan kaum yang seharusnya dibimbing olehku.”

Tafsir Tahlili


Ilustrasi Paus (unsplash)

Pada ayat ini Allah mengingatkan Rasul-Nya dan kaum Muslimin semuanya, kepada kisah Nabi Yunus, yang pada permulaan ayat ini disebutkan dengan nama “Żun Nūn”.
Żū berarti “yang mempunyai”, sedang an-Nūn berarti “ikan besar”.

Maka Żū an-Nūn berarti “Yang empunya ikan besar”. Ia dinamakan demikian, karena pada suatu ketika ia pernah dijatuhkan ke laut dan ditelan oleh seekor ikan besar.

Kemudian, karena pertolongan Allah, maka ia dapat keluar dari perut ikan tersebut dengan selamat dan dalam keadaan utuh.

Perlu diingat, bahwa kisah Nabi Yunus di dalam Al-Qur’an terdapat pada dua buah surah, yaitu Surah al-Anbiyā’ dan Surah Ṣād.

Apabila kita bandingkan antara ayat-ayat yang terdapat pada kedua Surah tersebut yang mengandung kisah Nabi Yūnus ini, terdapat beberapa persamaan, misalnya dalam ungkapan-ungkapan yang berbunyi:

كَمْ اَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِّنْ قَرْنٍ فَنَادَوْا وَّلَاتَ حِيْنَ مَنَاصٍ ٣

Betapa banyak umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. (Ṣād/38: 3)

Ungkapan tersebut terdapat dalam Surah al-Anbiyā’ ini, dan terdapat pula dalam ayat Surah Ṣād. Perhatikan pula al-Anbiyā’/21:11 dan Yūnus/10: 13.

Dalam ayat ini Allah berfirman, mengingatkan manusia pada kisah Nabi Yunus, ketika ia pergi dalam keadaan marah. Yang dimaksud ialah bahwa pada suatu ketika Nabi Yunus sangat marah kepada kaumnya, karena mereka tidak juga beriman kepada Allah.

Ia telah diutus Allah sebagai Rasul-Nya untuk menyampaikan seruan kepada umatnya, untuk mengajak mereka kepada agama Allah. Tetapi hanya sedikit saja di antara mereka yang beriman, sedang sebagian besar mereka tetap saja ingkar dan durhaka. Keadaan yang demikian itu menjadikan ia marah, lalu pergi ke tepi laut, menjauhkan diri dari kaumnya.

Kisah ini memberi kesan bahwa Nabi Yunus tidak dapat berlapang hati dan sabar menghadapi umatnya.

Akan tetapi memang demikianlah keadaannya, ia termasuk nabi-nabi yang sempit dada.

Memang dari sekian banyak Nabi dan Rasul yang diutus Allah, hanya lima orang saja yang disebut “Ulul Azmi”, yaitu rasul-rasul yang amat sabar dan ulet.

Mereka adalah Nabi Ibrahim, Musa, Isa, Nuh dan Muhammad saw. Sedang yang lain-lainnya, walaupun mereka ma’ṣūm dari dosa besar dan sifat-sifat yang tercela, namun pada saat-saat tertentu sempit juga dada mereka menghadapi kaum yang ingkar dan durhaka kepada Allah.

Akan tetapi, walaupun Nabi Yunus pada suatu ketika marah kepada kaumnya, namun kemarahannya itu dapat dipahami, karena ia sangat ikhlas kepada mereka, dan sangat ingin agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat dengan menjalankan agama Allah yang disampaikannya kepada mereka.

Tetapi ternyata sebagian besar dari mereka itu tetap ingkar dan durhaka. Inilah yang menyakitkan hatinya, dan mengobarkan kemarahannya.

Nabi Muhammad sendiri, walaupun sudah termasuk ūlul ‘azmi, namun Allah beberapa kali memberi peringatan kepada beliau agar jangan sampai marah dan bersempit hati menghadapi kaumnya yang ingkar. Allah berfirman dalam ayat yang lain:

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوْتِۘ

Maka bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah engkau seperti (Yunus) orang yang berada dalam (perut) ikan. (al- Qalam/68: 48)

Firman-Nya lagi kepada Nabi Muhammad saw:

فَلَعَلَّكَ تَارِكٌۢ بَعْضَ مَا يُوْحٰىٓ اِلَيْكَ وَضَاۤىِٕقٌۢ بِهٖ صَدْرُكَ

Maka boleh jadi engkau (Muhammad) hendak meninggalkan sebagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan dadamu sempit karenanya. (Hūd/11: 12)

Ringkasnya sifat marah yang terdapat pada Nabi Yunus bukanlah timbul dari sifat yang buruk, melainkan karena kekesalan hatinya melihat keingkaran kaumnya yang semula diharapkannya untuk menerima dan melaksanakan agama Allah yang disampaikannya.

Selanjutnya dalam ayat ini Allah menjelaskan kesalahan Nabi Yūnus  dimana kemarahannya itu menimbulkan kesan bahwa seolah-olah dia mengira bahwa sebagai Nabi dan Rasul Allah tidak akan pernah dibiarkan menghadapi kesulitan, sehingga jalan yang dilaluinya akan selalu indah tanpa halangan.

Akan tetapi dalam kenyatan tidak demikian. Pada umumnya para rasul dan nabi banyak menemui rintangan, bahkan siksaan dan ejekan terhadap dirinya dari orang-orang yang ingkar.

Hanya saja dalam keadaan yang sangat gawat, baik dimohon atau tidak oleh yang bersangkutan, Allah mendatangkan pertolongan-Nya, sehingga Rasul-Nya selamat dan umatnya yang ingkar itu mengalami kebinasaan.

Menurut riwayat yang dinukil dari Ibnu Kaṡīr,  bahwa ketika Nabi Yunus dalam keadaan marah, ia lalu menjauhkan diri dari kaumnya pergi ke tepi pantai. Di sana ia menjumpai sebuah perahu, lalu ia ikut serta naik ke perahu itu dengan wajah yang muram. Di kala perahu itu hendak berlayar, datanglah gelombang besar yang menyebabkan perahu itu terancam tenggelam apabila muatannya tidak segera dikurangi.

Maka nahkoda perahu itu berkata, “Tenggelamnya seseorang lebih baik daripada tenggelamnya kita semua.” Lalu diadakan undian untuk menentukan siapakah di antara mereka yang harus dikeluarkan dari perahu itu.

Setelah diundi, ternyata bahwa Nabi Yunuslah yang harus dikeluarkan. Akan tetapi, penumpang kapal itu merasa keberatan mengeluarkannya dari pertahu itu. Maka undian dilakukan sekali lagi, tetapi hasilnya tetap demikian.

Bahkan undian yang ketiga kalinya pun demikian pula. Akhirnya Yunus melepaskan pakaiannya, lalu ia terjun ke laut atas kemauannya sendiri. Allah mengirim seekor ikan besar yang berenang dengan cepat lalu menelan Yunus.

Dalam ayat ini selanjutnya Allah menerangkan bahwa setelah Nabi Yunus berada dalam tiga tingkat “kegelapan berbeda”, maka ia berdoa kepada Allah, “Tidak ada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.”

Yang dimaksud dengan tiga kegelapan berbeda di sini ialah bahwa Nabi Yunus sedang berada di dalam perut ikan yang gelap, dalam laut yang dalam dan gelap, dan di malam hari yang gelap gulita pula.

Pengakuan Nabi Yunus bahwa dia “termasuk golongan orang-orang yang zalim”, berarti dia sadar atas kesalahannya yang telah dilakukannya sebagai Nabi dan Rasul, yaitu tidak sabar dan tidak berlapang dada menghadapi kaumnya, seharusnya ia bersabar sampai menunggu datangnya ketentuan Allah atas kaumnya yang ingkar itu.
Karena kesadaran itu maka ia mohon ampun kepada Allah, dan mohon pertolongan-Nya untuk menyelamatkan dirinya dari malapetaka itu.

Itulah doa nabi yunus yang disarankan oleh Syekh Ali Jaber dibaca setiap malam selama 40 hari.

Semoga artikel ini bermanfaat.

Disarankan bertanya langsung kepada Ulama, Pendakwah atau Ahli Agama Islam, agar mendapatkan pemahaman yang lebih dalam.

Wallahua'lam.

(far/put)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:50
03:27
02:06
03:04
03:16
05:48
Viral