- ANTARA
Banyak WNI Bekerja di Sektor Keagamaan, Kemenlu Pantau Keamanan Seluruh Warga Indonesia Selama Terjadi Rusuh Ekuador
Jakarta, tvOnenews.com-Kementerian Luar Negeri RI memastikan tidak ada warga negara Indonesia (WNI) menjadi korban selama kekerasan yang terjadi di Ekuador.“Berdasarkan komunikasi dengan komunitas WNI, hingga saat ini tidak ada WNI yang menjadi korban,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu Judha Nugraha melalui pesan singkat, Jumat.
Data Kementerian Luar Negeri hingga bulan April 2020 tercatat 59 orang WNI yang bermukim tersebar di wilayah Ekuador. Dari jumlah tersebut mayoritas adalah staf dan keluarga KBRI Quito. Selebihnya kebanyakan romo dan suster.
Sebagian dari mereka adalah WNI yang berprofesi sebagai paderi atau misionaris --kebanyakan dari wilayah Nusa Tenggara Timor (NTT) yang tersebar di wilayah terpencil di luar wilayah Guayaquil. Sementara sebagian lainnya adalah staf dan keluarga KBRI yang bermukim di Ibu Kota Quito. Hubungan misionaris,paderi keagamaan Indonesia ke negara negara Amerika Latin memang terjalin sejak lama.
Hubungan diplomatik Indonesia dan Ekuador misalnya secara resmi dibuka pada 29 April 1980. Pemerintah Ekuador membuka perwakilannya di Jakarta pada bulan Desember 2004, sedangkan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Quito dibuka pada 11 November 2010.
Data Kementerian Luar Negeri hingga bulan April 2020 tercatat 59 orang WNI yang bermukim tersebar di wilayah Ekuador. Dari jumlah tersebut mayoritas adalah staf dan keluarga KBRI Quito. Selebihnya kebanyakan romo dan suster.
“Secara khusus, KBRI juga telah memonitor kondisi WNI di Guayaquil. Tercatat satu WNI perempuan tercatat menetap di wilayah tersebut, tetapi saat ini yang bersangkutan terpantau tengah berada di luar wilayah wilayah Equador,” tutur Judha.
Dia menjelaskan bahwa KBRI terus menjalin komunikasi dengan para WNI dan menyusun rencana kontingensi untuk antisipasi jika terjadi eskalasi yang semakin memburuk.
Pemerintah Ekuador telah menetapkan kondisi darurat pada 8 Januari 2024, yang dipicu kerusuhan di wilayah Guayaquil oleh kelompok geng bersenjata.
Presiden Ekuador Daniel Noboa mengumumkan perang terhadap kartel narkoba setelah tiga hari gelombang kekerasan terjadi, ketika geng-geng tersebut bentrok dengan angkatan bersenjata negara itu.
Bentrokan bersenjata sejauh ini telah menyebabkan 11 korban tewas. Pihak berwenang juga melaporkan tindakan kekerasan seperti pembakaran kendaraan, blokade, dan pemboman di sejumlah provinsi.
Sementara itu, lembaga pemasyarakatan nasional pada Rabu mengumumkan bahwa para narapidana telah menyandera 139 sipir penjara.
Gelombang kekerasan di negara tersebut dipicu oleh kaburnya Jose Adolfo Macias, alias "El Fito", pemimpin "Los Choneros", sebuah organisasi kekerasan yang menguasai perdagangan narkotika di negara tersebut dan diduga merupakan cabang Kartel Sinaloa, sebuah sindikat kriminal asal Meksiko.
Pekan lalu, Macias melarikan diri dari selnya di penjara Litoral Guayaquil bersama dengan gembong narapidana lainnya.
Dia menjalani hukuman 34 tahun penjara sejak 2011 setelah dinyatakan bersalah atas perdagangan narkoba, pembunuhan, dan kejahatan terorganisasi.(ant/bwo)