- Perpustakaan Bung Hatta
Mohammad Hatta, Bersatunya Keislaman dan Keindonesiaan dalam Satu Tarikan Nafas
Bagi Hatta, berislam dan berindonesia jadi satu tarikan nafas. Menurut Deliar Noer, ia tak perlu keras membela Islam, karena semua tindak tanduknya dijamin tak bertentangan dengan Islam. Saat hidup dengan kebebasan ala Eropa di Belanda pada 1920-an, ia tak tergoda sama sekali menikmati minuman keras, misalnya.
Maka itu agaknya ia tak tertarik, misalnya untuk mendialogkan lagi kedudukan Islam dengan negara, seperti yang dengan antusias dibahas oleh Soekarno, Agus Salim atau Mohammad Natsir. Islam bagi Hatta sudah kaffah, terkait dengan segala aspek kehidupan manusia, apalagi hanya soal negara.
Menurut Deliar Noer, ada dua aspek yang mempengaruhi Hatta dalam melihat dan memahami Islam. Keduanya adalah menyangkut iman dan kepedulian masyarakat. Masalah hablum minallah dan hablum minannas (hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia).
Dalam hal pertama, ia hanya beriman, pasrah. Ia tak pernah berteori. Ia tak pernah mengkaji atau mencari cari bukti adanya Tuhan. "Afama kepercayaan yang mutlak..." ujar Hatta dalam buku Ilmu dan Agama.
Sementara dalam kaitan kehidupan masyarakat, dan juga negara, menurut Hatta, di zaman Nabi di Madinah, ayat ayat Quran yang turun kepada Rasulullah "memberi petunjuk bagaimana pemimpin Islam berjuang. Maka selama di Madinah, Nabi tidak saja sebagai pemimpin masyarakat, tetap juga sebagai kepala pemerintahan. Jadi bagi Hatta jelas, berjuang untuk membela tanah air, bangsa dan masyarakat bagi seorang muslim merupakan tugas seorang manusia.
Demikian Hatta, ia selalu ada dua irisan yang sebenarnya saling berhubungan: keislaman dan keindonesiaan. Ia tak pernah gembar gembor. Ia memang tak berhasil.
Di Zaman Soekarno ia tak didengar lagi, di zaman Soeharto ia tak dipedulikan. Ia terus mengingatkan cita cita kemerdekaan pada Soekarno dan Soeharto dengan menulis brosur kecil, Demokrasi Kita. Ia malah diberangus. Ia dilarang memberi kuliah, termasuk di Universitas Gadjah Mada dan Seskoad Bandung. Padahal, di dua tempat itu awal mula karir Bung Hatta sebagai pengajar.(bwo/dari berbagai sumber)