- tim tvone - kasianto
Menilik Sejarah Masjid Tertua di Nganjuk, Didirikan Tahun 1745, Miliki Cerita Unik soal Bedug
Nganjuk, tvOnenews.com - Masjid Al Mubarok, yang berada di Desa Ngrawan, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk, berdiri sejak tahun 1745. Masjid ini dibangun oleh seorang Kiai Kanjeng Djimat atau Raden Tumenggung Sosro Kusumo, saat menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa Timur.
Masjid Al Mubarok ini memiliki keunikan, karena tetap mempertahankan akulturasi budaya yang kental dengan nuansa Hindu dalam bangunan masjid.
Salah satunya, adalah bentuk kubah. Kubah masjid pada umumnya berupa lingkaran alumunium dengan lambang bintang atau tulisan lafadz Allah. Namun, kubah Masjid Al Mubarok ini berupa kuluk atau kopiah raja dari perak.
Menurut keterangan salah satu takmir Masjid Al Mubarok, masjid ini sudah diperbaiki empat kali. Namun, kubah serta arsitekstur dan semua ornamen di dalam bangunan masjid masih kental dengan nuansa Hindu-Budha.
Di depan pintu masjid juga terdapat Bencet, yakni alat penunjuk waktu datangnya salat, alat ini dipadukan dengan arca lingga, karena saat itu masyarakat belum mengenal jam.
"Alat bencet berupa tongkat besi berukuran 30 centimeter yang dipasang persis di atas arca lingga depan bangunan masjid. Bencet ini dipasang berdiri menempel pada arca lingga, dan hingga saat ini bencet lingga tersebut masih utuh," kata Muhammad Syururi, Jumat (15/03)
Selain itu, di sekitar bencet tertulis angka tahun 1745. Dipastikan angka ini adalah tahun pembangunan Masjid Al Mubarok. Bencet dibuat karena saat itu warga berbek belum mengenal jam. Bencet ini sekarang dipagar rapi.
Bedug di Masjid Al Mubarok
"Keunikan Masjid Al Mubarok mengindikasikan bahwa terjadi akulturasi budaya itu diperkuat dengan hiasan di setiap dinding, mimbar khotbah dan tempat bedug. Di dinding tembok terdapat ukiran khas. Bahkan ukiran ini juga dipadukan dengan kepala arca kala (betara kala) di pintu utama ruang tengah masjid," ungkap Syururi.
Angka tahun yang sama juga terdapat di rak tempat Al-Qur’an. Rak dengan tinggi satu meter yang terbuat dari kayu jati itu masih utuh. Bahkan di pintu masjid dengan tulisan huruf arab terdapat angka tahun juga, angka tahun juga ada di tempat bedug. Di tempat bedug ini masih terlihat tulisan jawa kuno dengan huruf arab.
Lebih lanjut Muhammad Syururi menambahkan, selain bedug terdapat juga batu umpak atau batu asah orang jawa menyebutnya watu ungkal. Batu ini berada di samping kanan atau selatan masjid, letaknya di depan pintu pesarean atau makam Kiai Kanjeng Djimat, yang selalu ramai diziarahi masyarakat.
"Masjid ini dibangun sekitar tahun 1745, oleh Kiai Kanjeng Djimat, yang juga sebagai Adipati Pertama Nganjuk. Dan bangunan masjid juga kental dengan nuansa Hindu, agar pada waktu itu masyarakat yang masih memeluk agama Hindu mau datang ke Masjid untuk beribadah," terang Muhamad Syururi.
Pada komplek masjid ini juga terdapat pemakaman kuno pendiri masjid ini, yakni Kanjeng Djimat, yang selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah. Puncak keramaian pengunjung biasanya terjadi pada saat malam Jumat legi.
Muhammad Syururi juga mengungkapkan, Masjid Al Mubarok pernah memiliki cerita aneh dan unik pernah terjadi pada Masjid Al-Mubarok ini, tepatnya pada bedug yang sudah ada sejak tahun 1745 tersebut. Konon, pada saat bedug tersebut dipindahkan ke Masjid Baitussalam (Masjid Jami’ Kabupaten Nganjuk), keesokan harinya bedug tersebut sudah kembali dengan sendirinya ke Masjid Al-Mubarok. (kso/hen)