- Tangkapan Layar/YouTube Adi Hidayat Official
Zakat Fitrah Harus Beras Apa Boleh Uang? Ustaz Adi Hidayat Sarankan Ini
Jakarta, tvOnenews.com - Zakat Fitrah adalah satu amalan wajib yang harus ditunaikan sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Namun terkadang ada yang menyerahkan Zakat Fitrah dalam bentuk uang.
Lantas Bagaimanakah Hukumnya dalam Islam?
Dalam sebuah ceramahnya, Ustaz Adi Hidayat mengatakan bahwa memang ada satu mazhab yang memperbolehkan memberikan Zakat Fitrah dalam bentuk uang.
Namun Ustaz Adi Hidayat menjelaskan bahwa pendapat itu dianggap lemah.
“Memang ada satu mazhab yakni Hanafi yang memperbolehkan memberikan Zakat Fitrah dalam bentuk uang, tapi mayoritas ulama menilai ini pendapat yang lemah,” kata Ustaz Adi Hidayat, sebagaimana dikutip tvOnenews.com melalui akun YouTube Adi Hidayat Official pada Senin (1/4/2024).
Menurut Ustaz Adi Hidayat, hal tersebut karena dikhawatirkan, berpotensi bertentangan dengan tujuan Zakat Fitrah difardukan.
“Khawatir uang tersebut diberikan ke hal-hal yang tak mensupport logistik yang memberikan tanda berhentinya Ramadhan dan masuknya hari raya,” kata Ustaz Adi Hidayat.
Jika ingin memberikan uang atau menilai si penerima zakat juga membutuhkan hal lain, boleh saja dilakukan namun itu diberikan dalam bentuk infaq bukan zakat.
“Jika kita menilai dia butuh makan, uang, butuh pakaian dan lain-lain maka berikanlah dalam bentuk infaq,” tandas Ustaz Adi Hidayat.
Hal ini karena para ulama sepakat bahwa Zakat Fitrah harus diberikan dalam bentuk makanan pokok yaitu beras untuk muslim di Indonesia.
“Mayoritas ulama, semua sepakat bahwa Zakat Fitrah disalurkan dalam bentuk makanan pokok,” jelasnya.
“Karena tujuan pokoknya adalah mensupport logistik sehingga dapat menunjukkan bahwa saat itu hari raya, saatnya umat muslim bergembira,” kata Ustaz Adi Hidayat.
Hal ini karena filosofi dari zakat fitrah adalah memberikan kesempatan kepada orang-orang yang tidak memiliki makanan di hari raya.
“Kemudian tujuan kedua dari Zakat Fitrah adalah sebagai support makanan bagi saudara-saudara kita yang tidak tercukupi,” tandas Ustaz Adi Hidayat.
Karena saat hari raya, bisa jadi ada yang tidak memiliki makanan.
Oleh karena itu disebut Zakat Fitri atau yang terkenal Zakat Fitrah.
Maka diberikan kepada yang tidak mampu makanan pokok.
“Ukuran 1 sha atau 4 mud kurma atau gandum, 1 sha seukuran tangan dewasa saat berdoa,” jelasnya.
“Kalau dikonversi ke ukuran saat ini sesuai dengan bahan makanan yang dikonsumsi, mayoritas ulama menilai bukan kurmanya bukan gandum tapi makanan yang dikonsumsi di negeri itu,” sambungnya.
Namun karena di Indonesia karena makanan pokoknya adalah beras, maka dikonversi dari kurma, gandum ke beras.
“Kemudian dikonversi ukurannya 2,5 kg atau 3,5 liter, wujudnya bentuk isyarat makanan pokok,” ujar Ustaz Adi Hidayat.
Kemudian, Ustaz Adi Hidayat juga menyarankan bagi yang mampu untuk memberikan pendamping untuk melengkapi makanan pokok yang diberikan.
“Karena dulu kan kurma bisa langsung dimakan, sedangkan beras tidak, maka bisa juga saat ini diberikan makanan pasangan lain dari makanan pokok beras itu, misal memberi beras tapi berikan ikannya, atau apapun yang bisa disandingkan dengan beras itu,” saran dari Ustaz Adi Hidayat.
“Jadi zakat di makanan pokoknya, infaq di makanan penyertanya, misal minyak, ikan, dan lainya,” tandasnya.
Zakat Fitrah ini akan memberikan dampak ke jiwa untuk kembali ke keadaan suci dan hanya dapat ditunaikan di bulan Ramadhan.
“Adapun waktu yang lebih utama adalah ditunaikan sesudah terbit fajar dan sebelum shalat sunnah Idul Fitri.” ujar Ustaz Adi Hidayat.
Dengan memberikan Zakat Fitrah diharapkan akan membersihkan diri kita dari hal-hal kotor yang dilakukan selama puasa.
“Rasulullah mewajibkan zakat fitrah sebagai tujuan pencuci atau pembersih bagi mukmin yang melakukan ibadah puasa dari hal-hal kotor yang ia tanpa sadari dilakukan selama menjalankan puasa,” tandas Ustaz Adi Hidayat.
8 Golongan Orang yang Berhak Menerima Zakat Fitrah
Zakat Fitrah Harus Beras Apa Boleh Uang? Ustaz Adi Hidayat Sarankan Ini (Sumber: Istimewa)
Dalam ketentuan Islam, ada delapan golongan orang yang berhak menerima zakat fitrah, antara lain:
1. Fakir
Golongan fakir adalah orang-orang yang memiliki harta namun sangat sedikit. Golongan ini tak memiliki penghasilan sehingga jarang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan baik.
2. Miskin
Di atas fakir, ada golongan orang-orang yang disebut miskin. Mereka adalah orang-orang yang memiliki harta namun juga sangat sedikit.
Golongan miskin ini memiliki penghasilan sehari-harinya namun hanya cukup untuk memenuhi makan, minum dan tak lebih dari itu.
3. Amil
Amil adalah merekayang mengurus zakat mulai dari penerimaan zakat hingga menyalurkannya kepada orang yang membutuhkan.
4. Mualaf
Mualaf adalah orang yang baru masuk Islam. Ia termasuk dalam golongan yang berhak menerima zakat.
Hal ini bertujuan agar orang-orang yang baru masuk Islam akan semakin mantap meyakini Islam sebagai agamanya, Allah sebagai tuhan dan Nabi Muhammad SAW sebagai rasulNya.
5. Riqab / Memerdekakan Budak
Pada zaman zaman dahulu, banyak orang yang dijadikan budak oleh saudagar-saudagar kaya.
Zakat saat itu digunakan untuk membayar atau menebus para budak agar mereka dimerdekakan.
Orang-orang yang memerdekakan para budak juga berhak menerima zakat.
6. Gharim (Orang yang Memiliki utang)
Gharim adalah orang yang memiliki utang, golongan ini berhak menerima zakat.
Namun hak mereka akan gugur jika orang tersebut memiliki utang untuk kepentingan maksiat seperti judi atau demi memulai bisnis lalu bangkrut.
7. Fi Sabilillah
Fii sabilillah adalah sebutan untuk seseorang yang melakukan sesuatu dengan tujuan untuk kepentingan di jalan Allah.
Contohnya antara lain seperti pengembang pendidikan, dakwah, kesehatan, panti asuhan, madrasah diniyah dan lain sebagainya.
8. Ibnu Sabil
Ibnu Sabil adalah musafir atau orang-orang yang sedang melakukan perjalanan jauh dan tak bisa pulang ke kampungnya karena tidak ada biaya. Misalnya saja pekerja atau pelajar yang berada di perantauan.
Itulah penjelasan mengenai hukum memberikan zakat fitrah dalam bentuk uang.
Semoga artikel ini bermanfaat dan disarankan bertanya langsung kepada para ulama atau ahli agama Islam.
Hal tersebut tentu membuat kita mendapatkan pemahaman yang lebih dalam.’
Wallahu’alam
(put)