- Instagram/Abdul Somad
Tradisi Maaf-maafan saat Hari Raya Idul Fitri, Ustaz Abdul Somad Katakan Begini...
Jakarta, tvOnenews.com - Saat Hari Raya Idul Fitri, salah satu tradisi yang tampak adalah saling meminta maaf (maaf-maafan) dan bersalaman.
Bahkan karena tradisi maaf-maafan inilah muncul istilah kembali ke nol.
Saat Hari Raya Idul Fitri, baik keluarga, teman, tetangga, rekan kerja, semuanya akan melakukan tradisi maaf-maafan dan bersalaman.
Sebagai seorang Muslim, tentulah alangkah baik jika mengetahui hukum dari sebuah perbuatan sebelum melakukan. Termasuk soal tradisi maaf-maafan di Idul Fitri.
Berikut penjelasan Ustaz Abdul Somad tentang hukum tradisi minta maaf saat Hari Raya Idul Fitri yang dilansir tvOnenews.com dari kanal YouTube Islam Kaffah.
Tradisi Maaf-maafan saat Hari Raya Idul Fitri, Ustaz Abdul Somad Katakan Begini... (Sumber: tim tvOne/Chaidir Azhar)
Mengenai tradisi maaf-maafan dan salaman, Ustaz Abdul Somad menegaskan bahwa meminta maaf kepada sesama manusia itu hendaknya dilakukan setiap saat tanpa harus menunggu Idul Fitri.
"Tentang masalah minta maaf tidak mesti menunggu Idul Fitri," kata Ustaz Abdul Somad.
Dan menurut Ustaz Abdul Somad, tradisi maaf-maafan adalah tradisi yang ada di Indonesia dalam menyambut hari raya Idul Fitri.
"Jadi mohon maaf lahir dan batin itu adalah tradisi kita," ujarnya.
Ustaz Abdul Somad mengaku tidak menemukan tradisi maaf-maafan ini pada orang Mesir ataupun Maroko.
"Saya tidak melihat orang Mesir, orang Maroko, enggak ada mereka minta maaf pada Idul Fitri," ungkapnya.
Di negara tersebut, Ustaz Abdul Somad menyebutkan bahwa minta maaf dilakukan sesaat setelah seseorang berbuat salah.
"Jadi kita tetap minta maaf ya langsung setelah kekhilafan, kesalahan langsung minta maaf," ujarnya.
Sehingga tidak ada tradisi minta maaf saat hari raya Idul Fitri seperti di Indonesia.
Lantas apa itu berarti tradisi minta maaf selama Idul Fitri ini adalah sesuatu yang salah dan berdosa menurut Ustaz Abdul Somad?
"Tapi tradisi itu baik bukan berarti salah, bid'ah, bukan," tegas Ustaz Abdul Somad.
Menurut Ustaz Abdul Somad, tradisi maaf-maafan ini tetap menjadi hal yang bernilai positif karena mengajak manusia untuk saling bermaaf-maafan sehingga tidak menjadi satu hal yang dilarang dalam Islam.
Seluruh umat Islam sebentar lagi akan menyambut Hari Raya Idul Fitri.
Sebagai informasi, pemerintah akan menggelar sidang isbat 1 Syawal 1445 H atau Idul Fitri pada Selasa, 9 April 2024, di Auditorium HM. Rasjidi, Kantor Kemenag RI, Jalan MH. Thamrin, Jakarta.
Sementara, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan Hari Raya Idul Fitri lebih awal dibandingkan dengan pemerintah.
"Maklumat Muhammadiyah ini normal terjadi dilakukan, karena kami menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir melalui video di kanal YouTube Muhammadiyah Channel di Jakarta, Minggu (7/4/2024).
Haedar menegaskan maklumat yang disampaikan oleh pihaknya lebih awal tidak bermaksud untuk mendahului dan meninggalkan pihak tertentu dalam penentuan Idul Fitri.
"Ini hal yang lumrah terjadi setiap tahun, sebagaimana juga berbagai organisasi Islam itu mengeluarkan kalender, baik kalender hijriah yang berisi tanggal dalam hijriah yang ada irisan dengan ritual ibadah, atau mungkin juga kalender miladiyah (masehi) yang terkait dengan tanggal yang menyangkut kegiatan publik," katanya.
Bila terdapat kesamaan dan perbedaan dalam tanggal yang ditentukan kata Haedar, hal tersebut harus bisa menjadikan kaum Muslimin menjadi toleran, tasamuh (saling menghargai), dan tanawu (saling menghormati perbedaan cara dalam hal menjalankan ibadah).
"Sehingga, pesan ini justru akan memperkuat niat kita dalam beribadah," ucapnya.
Untuk menyelesaikan masalah perbedaan, kata Haedar, Muhammadiyah terus mendorong seluruh pihak dalam mewujudkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).
Menurut dia, KHGT diharapkan tidak hanya berlaku untuk Indonesia saja, melainkan untuk umat Islam di seluruh dunia, sehingga perbedaan itu tidak terus berulang.
"Satu kalender global itu seperti juga kalender miladiyah (masehi). Sehingga, tidak lagi ada perbedaan dan tidak lagi ada kegiatan yang bersifat membuat kita ikhtilaf atau berbeda dalam penentuan," tutur Haedar Nashir.
Semoga artikel ini bermanfaat.
Wallahu'alam.
(far/put)