- Instagram/@rizkyfbian
Ketua MUI Respons Rencana Pernikahan Rizky Febian dan Mahalini, Bagaimana Hukum dan Hadits Nikah Beda Agama?
Jakarta, tvOnenews.com - Penyanyi Rizky Febian dan Mahalini berencana menggelar pernikahan di kediaman calon mempelai perempuan di Bali, Minggu (5/5/2024) besok.
Rencana Rizky Febian dan Mahalini menikah berawal dari sejumlah unggahan di media sosial TikTok melihatkan kediaman calon mempelai wanita sedang dihias.
Kemudian, kabarnya Rizky Febian dan Mahalini akan menggelar resepsi pernikahan di Jakarta.
Kabar Rizky Febian dan Mahalini akan menikah menuai beragam respons publik, salah satunya Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH. Muhammad Cholil Nafis.
Cholil Nafis menanggapi rencana Rizky Febian menikah dengan Mahalini yang berstatus beda agama melalui tulisan akun media sosial X pribadinya.
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH. Muhammad Cholil Nafis. (ANTARA)
"Nikah beda agama kalau menurut Islam itu tidak sah, sedangkan pemerintah itu hanya pencatatan nikah bukan mengesahkan akad nikahnya," tulis Cholil Nafis dikutip tvOnenews.com dari akun X @cholilnafis, Jumat (3/5/2024).
Kabar tersebut sangat menggemparkan karena Rizky Febian berstatus Agama Islam, sedangkan Mahalini menganut agama Hindu Bali.
Meski secara aturan pemerintah akan meresmikan status pernikahan mereka melainkan di dalam Agama Islam berpotensi adanya zina jika berhubungan suami istri.
"Artinya, perkawinan beda agama itu saat hubungan suami istri sama dengan berzina menurut ajaran Islam," kata Ketua MUI itu.
Cholil Nafis juga berasumsi berdasarkan kesepakatan ulama bahwa, pernikahan beda agama sangat dilarang dan hukumnya haram.
"Ulama sepakat, perempuan muslimah tidak sah menikah dengan non Muslim, sedangkan laki-laki Muslim menikah dengan non Muslimah hukumnya beda pendapat, ada yang membolehkan juga ada yang melarangnya tapi ulama mutakhir mengharamkan. MUI, NU, dan MD melarangnya," jelasnya.
Hukum dan Hadits Pernikahan Beda Agama
Hukum pernikahan beda agama di Indonesia dilarang sesuai Keputusan MUI Nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 Tanggal 28 Juli 2005 dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 40 (c) dan Pasal 44 berdasarkan afirmasi dari Al-Quran.
Melalui keputusan MUI tersebut dalam arti bahwa, seorang Agama Islam yang menikah beda agama adalah haram dan tidak sah.
Dikutip dari laman resmi Kemenag perihal pernikahan beda agama menurut pandangan Agama Kristen juga tidak diperbolehkan.
Hal itu sebagaimana yang tertera di dalam kitab suci pada Agama Kristen tentang melarang perkawinan beda agama, begini bunyinya:
“Perkawinan beda agama menurut agama Kristen adalah tidak dikehendaki dalam Perjanjian Lama (PL) karena khawatir kepercayaan kepada Allah Israel akan dipengaruhi ibadah asing dari pasangan yang tidak seiman” (Ezr. 9-10; Neh. 13:23-29; Mal. 2:10).
Kemudian seseorang yang menentukan pasangan dalam pandangan Agama Islam bahwa, Rasulullah SAW menganjurkan pernikahan sesuai dengan agamanya.
Hal itu sesuai Hadits riwayat Bukhari dan Muslim terkait Rasulullah SAW tentang agama seseorang memilih pasangan, begini bunyinya:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعِ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرُ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Artinya: "Nikahilah seorang wanita itu karena empat hal, hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya, dan utamakan dia yang beragama (menjalankan agama), kamu akan beruntung." (HR Bukhari Muslim).
Berdasarkan dalil menikah beda agama di dalam Al Quran dari Surat Al-Baqarah ayat 221, begini bunyinya:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ
Wa lā tankiḥul-musyrikāti ḥattā yu'minn(a), wa la'amatum mu'minatun khairum mim musyrikatiw wa lau a‘jabatkum, wa lā tunkiḥul-musyrikīna ḥattā yu'minū, wa la‘abdum mu'minun khairum mim musyrikiw wa lau a‘jabakum, ulā'ika yad‘ūna ilan-nār(i), wallāhu yad‘ū ilal-jannati wal-magfirati bi'iżnih(ī), wa yubayyinu āyātihī lin-nāsi la‘allahum yatażakkarūn(a).
Artinya: "Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran."
(hap)