- dok.Kementerian Agama
Banyak Jemaah ke Tanah Suci Tanpa Visa Haji, PBNU Nilai Itu Cacat dan Berdosa Simak Penjelasannya
Jakarta, tvOnenews.com- Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama (PBNU) telah memutuskan bagi jemaah ingin beribadah haji tanpa visa haji (visa non-haji) dinilai cacat dan berdosa.
Hal ini keputusan hasil musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah NU yang digelar pada 28 Mei 2024 di Jakarta.
“Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah memutuskan bahwa haji dengan visa non haji (tidak prosedural) adalah sah akan tetapi cacat dan yang bersangkutan berdosa,” demikian dikutip dari Lampiran Keputusan Pengurus Besar Harian Syuriyah NU, dalam laman Kemenag, Jumat (31/5/2024)
Keputusan ini, diambil berdasarkan berbagai pertimbangan, antara lain:
1. Syarat utama, ibadah haji adalah istitha'ah (memiliki kemampuan) dalam berbagai aspeknya, mulai mampu secara materi untuk biaya haji dan biaya keluarga yang ditinggalkan, mampu fisik dengan kesehatan yang baik untuk mendukung pelaksanaan ibadah haji hingga mampu untuk menghadirkan rasa aman selama berada di Tanah Suci.
2. Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji indonesia yang legal, yaitu visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus) dan visa haji mujamalah (undangan pemerintah Kerajaan Arab Saudi).
Haji dengan visa mujamalah ini populer dengan sebutan haji furoda, yakni haji yang menggunakan visa undangan dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Jemaah yang menggunakan visa ini wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
3. Banyak oknum memanfaatkan situasi antrean panjang, beribadah haji dengan melakukan penawaran haji menggunakan visa non haji (bukan visa haji). Banyak penawaran berhaji tanpa antre dengan visa ziarah multiple (kunjungan berulang), visa ummal (pekerja), visa turis, visa umrah, dan jenis visa lainnya. Praktik haji seperti ini adalah praktik haji non prosedural, karena haji non kuota.
4. Banyak masyarakat yang tergiur haji menggunakan berbagai jenis visa tersebut. Haji non prosedural dianggap menjadi solusi bagi masyarakat yang tidak sabar menunggu antrean haji yang cukup lama.
Namun, banyak masyarakat yang tidak mempertimbangkan berbagai faktor sebagai akibat dari haji non prosedural. Mereka tidak memahami regulasi, tidak mengetahui hak-haknya, dan tidak mengutamakan sisi pelindungan sebagai WNI di luar negeri. Berbagai faktor tersebut yang sering tidak terinformasikan dan tidak dipertimbangkan masyarakat, secara matang sebelum memilih haji non prosedural.
5. Keberadaan para jemaah haji non prosedural menjadi persoalan dalam penyelenggaraan ibadah haji setiap tahunnya. Mereka haji tanpa visa haji, maka kehadiran mereka di Tanah Suci menjadi ilegal. Mereka tidak tercatat secara resmi sebagai jamaah, baik menurut negara asal maupun bagi negara tujuan. Saat mereka hadir di Padang Arafah untuk wukuf, mereka tidak memiliki kuota lokasi tempat atau maktab sehingga mereka kadang mencaplok tenda maktab bagi jamaah haji resmi.
Pencaplokan tenda merupakan bentuk kezaliman kepada pihak lain dan tidak layak dilakukan hanya untuk egoisme pribadi dalam menunaikan ibadah. Selain itu, jika mereka bermasalah hukum, dampaknya bukan mereka sendiri yang dijatuhi hukuman oleh pemerintah Arab Saudi, akan tetapi juga tentu mereka merepotkan pemerintah Indonesia, karena mereka adalah Warga Negara Indonesia.
Sebelumnya, ada 24 jemaah indonesia tertangkap petugas keamanan Arab Saudi tanpa visa haji. Mereka bahkan sempat ditahan tetapi 22 dari 24 orang itu sudah dibebaskan. (klw)