Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Khofifah Indar Parawansa.
Sumber :
  • Instagram /@khofifah.ip

Khofifah Ingin Lulusan Pesantren Menjadi Pemimpin: Pendidikan sebagai Peningkatan Kesejahteraan

Sabtu, 20 Juli 2024 - 19:26 WIB

Surabaya, tvOnenews.com - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Khofifah Indar Parawansa mengharapkan para lulusan pesantren mampu menjadi pemimpin melalui sistem pembelajar sejati.

"Menjadi pemimpin adalah menjadi pembelajar sejati. Harus terus menaikkan kapabilitas dan terus meningkatkan kompetensi," ungkap Khofifah di Surabaya, Sabtu (20/7/2024).

Khofifah menjelaskan lulusan pesantren terus didorong karena mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar saat menjadi pemimpin.

"Karena semakin tinggi posisi seorang pemimpin di manapun berada maka semakin besar pula tanggung jawabnya," tuturnya.

Di acara Silaturahmi Akbar Sarjana dan Magister Lulusan PTKI/Ma’had Aly penerima beasiswa Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2019-2022, Khofifah mengatakan Indonesia tidak ingin kalah dan ketinggalan jauh dalam meningkatkan kualitas SDM.


Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Khofifah Indar Parawansa (tengah). (Tim KIP)

Ia menyoroti pendidikan sebagai salah satu bentuk upaya menjadikan anak bangsa punya jiwa kompetensi sebagai pemimpin agar tetap menjaga kesejahteraan Indonesia.

"Pendidikan menjadi sistem rekayasa sosial terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan, mengangkat harkat dan martabat serta kemajuan Bangsa," jelasnya.

Ia pun menyebutkan Pemprov Jawa Timur dan LPPD turut membuka program beasiswa bagi lulusan pesantren yang ingin melanjutkan pendidikan sarjana dan magister.

"Maka harapan besar kami semua sejatinya ada di Pundak panjenengan semua," katanya.

Lanjut, ia mengambil data Global Competitiveness Index tahun 2023 untuk berbicara kepada 2.000 orang yang hadir bahwasanya Indonesia ada di urutan ke-34.

Ini menunjukkan Indonesia masih kalah saing dari Singapura berada di urutan ke-4 dan Malaysia di posisi ke-27.

Sedangkan data Global Innovation Index tahun 2023 melaporkan Indonesia berada di posisi ke-61, Singapura urutan ke-5, dan Malaysia ke-36.

Kemudian, ia menegaskan affirmative-equity policy harus tepat karena membutuhkan ekuitas tidak sekadar soal persamaan.

"Sedangkan afirmasi berlandasarkan equity memberikan bantuan sesuai dengan keadaan setiap orang, di mana setiap orang memiliki keadaan yang berbeda dan dibutuhkan untuk bisa mencapai hasil yang setara. Inilah yang dibutuhkan, afirmasi equity," paparnya.

Ia menyampaikan harapannya terkait hal ini sebagaimana bentuk persiapan dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.

"Pendidikan pesantren adalah faktor kunci populasi usia produktif menjadi bonus demograsi. Kalau tidak dioptimalkan maka justru akan menjadi bencana demografi," tandasnya.

(ant/hap)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:54
03:55
05:35
03:29
06:33
02:13
Viral