- dok.tangkapan layar youtube
Mengajarkan Anak tapi Suka Marah-marah, Apakah Bisa Merusak Otak? Kata Aisah Dahlan akan Merekam Sesuai dengan ....
Jakarta, tvOnenews.com-- Mengajarkan anak dalam pendidikan dan agama ialah kewajiban setiap orang tua.
Khususnya dalam Islam, orang tua diwajibkan mendidik anak secara baik. Dengan harapan menjadikan anak yang generasi baik pula.
Dalam sehari-hari, tak jarang kita temui orang tua saat mengajarkan anak lebih suka dengan nada tinggi bahkan marah-marah.
Hal ini juga kerap direspon anak sebagai tanda tidak disayang secara umumnya.
Muncul pertanyaan, apakah dengan mendidik anak dengan cara marah atau kurang baik (beri contoh) bisa merusak otak?
Pertanyaan di atas disampaikan oleh Artis Nikita Willy dalam podcastnya bersama dr Aisah Dahlan yang dikenal sebagai Konsultan parenting.
Dalam YouTubenya Nikita Willy Official pun dijelaskan oleh dr Aisah kalau cara kerja otak seperti apa.
Momen podcast dr Aisah Dahlan dan Nikita Willy
dok.tangkapan layar youtube
Dalam penjelasannya, dr Aisah Dahlan merincikan kalau setiap otak anak terdapat memori berupa sel-sel otak. Kalau bahasa medisnya Neuron yang jumlahnya miliaran.
Sehingga setiap arahan atau perintah orang tua terhadap anak akan terekam baik oleh otak anak. Baik itu bernilai negatif ataupun positif.
"Cara kerja memori gini jadi di otak manusia keseluruhan ada namanya sel otak. Kita kalau bahasa medisnya sering namanya neuron makanya jumlahnya banyak sekali 100 miliar kurang lebih," ujar dr Aisah dikutip, Jumat (2/8/2024).
"1 neoron ibarat 1 laptop atau komputer yang isinya banyak dengan cabang atau bagian. Ini 1 neuronnya kalau tadi dikasih masih masukan pelajaran arahan atau contoh itu terekam," sambungnya.
Dengan begitu, wanita yang dikenal sebagai Ustazah ini, menjelaskan lagi kalau daya ingat anak juga menyesuaikan, bagaimana itensitas atau berapa lama momen, peristiwa itu dan rasanya.
Otak cenderung lebih menyimpan rasa yang terlalu, terlalu cantik, terlalu sedih, terlalu senang, terlalu sakit mungkin karena jatuh atau sesuatu hal, terlalu marah,dan sebagainya.
Sehingga memori yang ada akan mempengaruhi otak anak. Seiring semakin kuat daya ingat dari yang ia rasakan dan alami.
"Pada saat kita memberikan kalau kita mau ngajarin pasti kita ingin yang baik gitu ya, tapi anak di sisi lain menangkap sebuah peristiwa yang peristiwa itu negatif. kalau diulang ulang maka sambungannya itu kayak kabelnya berulang-ulang semakin kuat ingatannya memorinya," ungkap dr Aisah Dahlan menjelaskan.
"Yang nanti membedakan waktu sambungan otak ini kayak ada lemnya, kurang lebih 100 jenis memori atau peristiwa ditangkap itu positif maka jenis lemnya lem positif. Sebaliknya kalau peristiwa negatif akan mengeluarkan lem negatif pula," terang Ustazah itu.
Sehubungan dengan, apakah akan merusak otak anak hal ini belum dijelaskan lebih lanjut oleh dr Aisah Dahlan.
Melansir dari Medium, banyak faktor yang mampu mempengaruhi otak anak bahkan merusaknya. Maka para orang tua, diminta untuk tetap berhati-hati dan memantau perkembangan anaknya.
Seperti meminimalkan waktu layar, mendorong aktivitas fisik, mempromosikan nutrisi sehat, memprioritaskan tidur yang cukup, dan mengurangi stres, orang tua dapat mendukung perkembangan otak yang optimal untuk menunjang kesuksesan dan kesejahteraan anak di masa depan.
Apabila dikaitkan dengan sikap orang tua yang hobi marah-marah atau mendidik anak dengan cara kurang baik. Tentu peluang besar anak mengalami stres ada.
Disampaikan kalau tingkat stres bagian alami dari kehidupan, stres kronis atau berkepanjangan dapat memiliki efek merusak pada perkembangan otak anak.
Perhatikan pada anak-anak yang terpapar stres kronis, mungkin mengalami kesulitan berkonsentrasi, mengendalikan impuls, dan interaksi sosial.
Selain itu, paparan berulang terhadap lingkungan yang penuh tekanan dapat mengubah struktur otak dan meningkatkan risiko kecemasan, depresi, dan gangguan kesehatan mental lainnya di kemudian hari. (Klw).
Waallahualam