- pexels
Ada Cinta Sebelum Surga
Ada seseorang yang ketika amalnya ditimbang pada Yaumul Mizan, amal baiknya kalah dengan amal buruknya. Maka selayaknya hukum diputuskan, ia diarahkan menuju tempat yang seharusnya: neraka. Lelaki ini bingung. Linglung. Tentu saja ia tak mau masuk neraka. Ia kemudian berkeliling, berputar-putar. Mencari siapa saja yang bisa menolongnya.
Ia datangi ibundanya. Ia merayu. Memohon untuk diberikan secuil saja pahalanya agar amalnya tidak lagi berat sebelah kiri. “Wahai Ibu. Berikanlah daku sejumput saja dari pahala kasih sayangmu saat merawatku.” Sang anak berharap kasih sayang ibundanya. Tentu saja seorang ibu tetaplah ibu, di manapun ia berada. Ia tetap mengasihi anaknya. Namun di hari akhir, tidak ada yang pantas dikasihi kecuali diri sendiri. Setiap orang akan mengkhawatirkan dirinya, dan tak peduli pada apa yang terjadi pada manusia sekitarnya.
“Maaf anakku. Ibumu sendiri tak tahu adakah pahalanya cukup pantas untuk melenggang ke surga.”
Sang anak kecewa. Tetapi ia tak putus asa. Ia datangi saudaranya.
“Wahai saudaraku. Sudikah kiranya engkau memberiku secuil pahalamu untukku?”
Tentu saja jawabannya tidak. Pun ketika ia mendatangi saudaranya yang lain. Saudara yang jauh. Saudara yang lebih jauh. Kawan sejawatnya. Siapapun yang ia anggap mampu menolongnya. Nihil. Tak ada satupun dari mereka yang mau memberikannya pertolongan.
Kali ini ia benar-benar putus asa. Tidak satupun orang yang mau merelakan pahalanya untuk sekadar membantu timbangannya berat ke kanan. Saat di dasar lembah keputusasaan itulah ada suara-suara memanggilnya. Ia sangat mengenal suara itu. Suara kawannya semasa di dunia.