BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa saat Rapat Konsolidasi di Tangerang, Tangerang Selatan pada Selasa (8/10/2024).
Sumber :
  • Humas Kemenag RI

BPJPH Kemenag, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Bersertifikat Halal

Rabu, 9 Oktober 2024 - 14:43 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Setelah viral adanya produk dengan nama "tuyul", "tuak", "beer", dan "wine" yang mendapat sertifikat halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) akhirnya menggelar rapat koordinasi dengan bersama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komite Fatwa Produk Halal pada Selasa (8/10/2024).

"Konsolidasi hari ini untuk mengidentifikasi nama-nama produk yang disinyalir menyangkut penamaan-penamaan produk yang berkonotasi dan tidak diperbolehkan di dalam Fatwa MUI," ujar Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham dalam keterangannya yang diterima tvOnenews.com di Jakarta pada (8/10/2024). 

Rapat koordinasi yang dihadiri oleh Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Mamat S Burhanudin, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, dan Ketua Komite Fatwa Produk Halal Zulfa Mustofa, serta jajaran masing-masing lembaga itu menghasilkan solusi bagi 151 produk bersertifikat halal yang penamaannya bermasalah. 

"Dari konsolidasi ini kita memperoleh data dari 5.314.453 produk (bersertifikat halal), (produk dengan) nama bermasalah sebanyak 151 produk,” jelas Aqil.

“Prosentasenya adalah 0,003 persen yang artinya, alhamdulillah kita cukup proper. Namun demikian, dari 151 itu kita identifikasi temuannya ada dua, yang dikecualikan berjumlah 30 dan tidak dikecualikan berjumlah 121," lanjutnya.

Sementara, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Soleh mengatakan, merujuk Fatwa MUI nomor 44 tahun 2020, terdapat dua kondisi terkait penamaan produk halal. 

Pertama, kata Niam, sesuai dengan fatwa, ada pengecualian terkait dengan penggunaan nama, bentuk, dan atau kemasan yang diatur di dalam fatwa nomor 44 tahun 2020 misalnya yang secara 'urf atau kebiasaan di tengah masyarakat dikenal sesuatu yang biasa atau tidak terasosiasi dengan sesuatu yang haram.

“Misalnya bir pletok, dikenal sebagai jenis minuman tradisional yang halal, suci, dan tidak terasosiasi dengan pengertian bir yang mengandung alkohol," jelas Niam.

Hal ini kata Niam sebagaimana juga dengan kata wine.

“Demikian juga, tidak semua jenis kata 'wine' itu kemudian terlarang. Misalnya, 'red wine' yang merujuk kepada jenis warna yang secara empirik digunakan di tengah masyarakat,” jelasnya.

Menurut Niam, hal ini perlu dipahami secara menyeluruh oleh masyarakat agar tidak menimbulkan kegaduhan di publik. 

Kemudian yang kedua kata Nia, yang memang secara substansi memang tidak sejalan dengan fatwa MUI. 

“Karena itu, kita komitmen untuk melakukan perbaikan dan juga meminta pelaku usaha melakukan perbaikan dan perubahan sesuai dengan standar fatwa," kata Niam.  

Mengenai mekanisme perbaikan penamaan produk tersebut, Niam mengatakan telah didiskusikan adanya jalan afirmatif untuk melakukan proses perbaikan untuk kepentingan penyesuaian.

“Dengan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan dan juga standar fatwa yang menjadi acuan di dalam proses penetapan fatwa halal,” jelasnya. 

Maka dengan demikian, Niam mengatakan konsolidasi ini akan semakin mengakselerasi proses penyelenggaraan sertifikasi halal.

“Dan dedikasi ini untuk kepentingan publik, kepentingan jaminan perlindungan halal, dan juga kepentingan ketepatan secara syar'i," tandas Niam.

Sementara Ketua Ketua Komite Fatwa Produk Halal Zulfa Mustofa menegaskan masyarakat tidak perlu ragu terhadap sistem jaminan produk halal (SJPH) serta sertifikat halal yang dikeluarkan.

“Sertifikat halal yang dikeluarkan oleh BPJPH yang diterbitkan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI maupun Komite Fatwa Produk Halal,” jelas.

"Karena pada dasarnya kami menggunakan acuan yang sama, standar fatwa yang sama, kemudian juga melalui proses audit yang sama, walaupun memang di produk reguler mungkin sedikit lebih rumit," ujar Zulfa.

"Oleh karenanya, pada hal-hal yang tadi sudah disepakati, ada yang dikecualikan, maupun ada yang tidak dikecualikan, akan ada mekanisme yang kita lalui bersama. Ada proses perbaikan dan juga ada proses afirmasi kepada mereka,” lanjutnya. 

Oleh karenanya, Zulda menegaskan agar masyarakat percaya kepada produk yang sudah berlabel halal.

"Masyarakat harus memiliki kepercayaan kepada Sistem Jaminan Produk Halal yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan juga yang fatwanya dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI maupun Komite Fatwa Produk Halal," tutur Zulfa. (put)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:27
01:43
03:43
00:59
02:37
02:49
Viral