- Kolase Instagram/@kajian.gusbaha & iStockPhoto
Jangan Pernah Pakai Mahar Pernikahan dengan Seperangkat Alat Shalat, Justru Kata Gus Baha itu Bisa Merendahkan...
tvOnenews.com - Gus Baha menguraikan alasan seperangkat alat shalat kerap kali menjadi mahar pernikahan bagi calon pengantin Muslim.
Perihal seperangkat shalat menjadi salah satu pilihan untuk mahar pernikahan, Gus Baha merincikan di antaranya ada mukena, peci, tasbih, Al Quran, sajadah dan lain-lain.
Namun, Gus Baha mengatakan bahwa seperangkat alat shalat sebaiknya tidak digunakan untuk mahar pernikahan kepada calon pengantin wanita.
Gus Baha mengambil kisah Sayyidina Umar bin Khattab RA mengisi pidato perihal mahar pernikahan menggunakan seperangkat alat shalat.
"Kalau saja ada yang berhak paling mahal, tentu putrinya Rasulullah, dan istri-istri Rasulullah," ungkap Gus Baha disadur dari kanal YouTube SANTRI GAYENG, Senin (25/11/2024).
- Freepik
Umar bin Khattab RA memahami bahwa calon mempelai wanita kebanyakan enggan meminta mahar pernikahan bernilai mahal yang jumlahnya tinggi.
Bahwasanya seperangkat alat shalat mempunyai makna kepada calon istri di mana calon pengantin pria menunjukkan simbol ingin berumah tangga menggunakan cara yang Islami.
Kemudian, calon pengantin pria memperlihatkan tanda kasih sayangnya kepada calon pengantin wanita.
Kepedulian calon pengantin pria sangat besar kepada calon istrinya karena ingin membentuk keluarga kecil yang bahagia dan selamat di dunia maupun di akhirat.
Seperangkat alat shalat juga mengandung adanya unsur dukungan terhadap perekonomian sebagai bentuk tanggung jawab diberikan oleh calon pengantin pria yang akan berkeluarga.
Namun demikian, jika seperangkat alat shalat tidak berfungsi setelah digunakan sebagai mahar pernikahan maka diartikan tidak memiliki manfaat di dalamnya.
Bahwasanya mahar pernikahan berupa seperangkat alat shalat menjadi pembuktian agar calon istri selalu beribadah kepada Allah SWT menggunakan barang-barang tersebut.
Selain itu, calon istri juga akan merasa khusyuk karena kebutuhan ibadahnya dipenuhi oleh calon pengantin pria.
Pendakwah bernama KH Ahmad Bahauddin Nursalim itu memang mengatakan bahwa mahar pernikahan sebagai salah satu bentuk anjuran ibadah dalam agama Islam.
Namun, mahar pernikahan tidak masuk dalam rukun akad nikah, karena tanpa mahar proses ijab qabul masih tetap sah.
Meski begitu, pendakwah asal Rembang, Jawa Tengah ini menekankan mahar pernikahan bentuk dukungan dan menghargai calon pengantin wanita yang salihah.
Ridho seorang istri terletak pada suaminya. Calon pengantin pria harus bisa membuat calon pengantin wanita memiliki nilai tinggi dengan cara menggunakan mahar pernikahan yang berharga tinggi.
"Cobalah untuk menghargai, ini perempuan salihah, masa harganya cuma seperangkat alat shalat, untuk selamanya?," jelas dia.
Ia berpendapat bahwa calon pengantin pria bisa memberikan mahar yang sedikit mahal. Salah satunya berupa barang-barang seperti uang, emas dan sebagainya.
Kewajiban memberikan mahar pernikahan berbentuk seperangkat alat shalat juga tidak tercantum dalam hadits riwayat.
Meski demikian, Gus Baha memahami setiap calon pengantin telah menyepakati secara bersama-sama soal pemberian mahar pernikahan sebelum proses ijab qabul.
"Karena Allah SWT Maha Pengampun, tidak mempermasalahkan itu. Itu (tujuan) baru benar," terangnya.
Sebagai tambahan, Gus Baha menerangkan yang terjadi di Arab Saudi perihal mahar terhadap tradisi dalam pernikahan.
Di Arab Saudi, kata dia, mahar pernikahan memiliki fungsi sesuatu yang sangat berguna untuk ke depannya dan bernilai jangka panjang.
Mahar berupa uang memiliki banyak manfaat di mana untuk kebutuhan sehari-hari dalam mendukung kehidupan rumah tangga yang harmonis.
"Jadi, mahar di Arab itu bisa untuk makan," katanya.
"Makanya bayangan Al-Quran, dengan menikahi orang yang tak punya uang, mahar itu bisa dipakai (untuk) hidup bertahun-tahun," tukasnya.
(hap)