- YouTube Al Bahjah TV
Gaji PNS dari Hasil Suap Memangnya Halal? Buya Yahya Tegas Bilang: Anda Waktu Masuk PNS Nyogok...
tvOnenews.com - Masuk PNS dengan cara menyuap, apakah gajinya halal atau haram dalam Islam? Simak penjelasan Buya Yahya berikut ini.
Bukan rahasia lagi jika praktik suap menyuap merupakan salah satu fenomena negatif yang kerap terjadi di masyarakat.
Dalam Islam, tindakan ini jelas dilarang karena merusak nilai keadilan dan integritas. Sayangnya, praktik ini masih marak, termasuk dalam proses rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia.
- Antara
Banyak orang tergoda untuk menyogok demi mendapatkan pekerjaan, meskipun hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Dalam salah satu kajian yang disampaikan oleh KH Yahya Zainul Ma’arif, atau yang dikenal dengan Buya Yahya, beliau membahas pertanyaan seorang jemaah terkait hukum menerima gaji PNS yang diperoleh melalui praktik suap.
Buya Yahya menjelaskan bahwa tindakan suap merupakan dosa besar, sebagaimana ditekankan dalam hadis Nabi Muhammad SAW:
"Rasulullah melaknat pemberi suap dan penerima suap serta perantara di antara keduanya." (HR. Abu Dawud, No. 3580).
Lantas Bagaimana Praktik Suap Menyuap dalam Perspektif Syariat
Buya Yahya menguraikan bahwa ada dua jenis praktik suap yang memiliki implikasi hukum berbeda:
1. Suap murni: Jika seseorang yang tidak memiliki kualifikasi atau kelayakan tetap menyogok untuk mendapatkan suatu jabatan, maka ini jelas haram. Dalam hal ini, baik pemberi maupun penerima suap sama-sama berdosa.
2. Suap untuk menghindari hambatan: Dalam situasi lain, seseorang yang sebenarnya memenuhi syarat untuk jabatan tertentu tetapi merasa terhambat oleh sistem yang ruwet, mungkin merasa terpaksa membayar agar dapat lolos.
Menurut Buya Yahya, tindakan ini tidak serta-merta dianggap sebagai suap dalam arti yang sama, tetapi tetap merupakan perilaku yang tidak baik.
"Saya punya ijazah, saya layak jadi PNS. Cuma seleksi PNS itu ruwet. Kalau tidak bayar, saya tidak lolos. Maka, ini tidak disebut nyogok secara langsung. Tetapi, tetap membudayakan perilaku yang buruk," kata Buya Yahya, seperti dikutip dari YouTube Al Bahjah TV.
Apakah Gaji PNS yang Diperoleh Melalui Suap Halal?
Pertanyaan menarik yang muncul adalah tentang status gaji yang diperoleh dari pekerjaan hasil suap.
Dalam pandangan Buya Yahya, gaji yang diterima tetap halal selama pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan tanggung jawab.
Namun, dosa yang timbul dari suap ada pada proses awal, yaitu saat seseorang menyogok untuk mendapatkan posisi tersebut.
"Gaji Anda halal, tetapi istighfar yang banyak. Taubat dan jangan nyogok lagi. Anda sudah masuknya salah, tapi di dalam harus bekerja dengan benar agar gaji tersebut halal," tegas Buya Yahya.
Meskipun demikian, Buya Yahya memperingatkan bahwa praktik suap dalam proses rekrutmen dapat menciptakan budaya buruk yang sulit dihilangkan.
Seorang yang masuk melalui sogokan cenderung melanjutkan kebiasaan tersebut, baik sebagai penerima maupun pemberi sogokan di kemudian hari.
"Karena Anda masuk dengan menyogok, biasanya waktu duduk di posisi itu Anda akan ingin disogok juga. Ini siklus yang tidak baik. Maka, itu wilayah setan," tambah Buya Yahya.
Praktik suap menyuap dilarang dalam Islam karena mengandung unsur kezaliman. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil." (QS. Al-Baqarah: 188).
Ayat ini mengingatkan umat Islam untuk menjaga keadilan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam mencari nafkah.
Meskipun gaji yang diperoleh dari pekerjaan melalui suap dianggap halal jika tugas dijalankan dengan baik, tindakan suap itu sendiri tetap merupakan dosa yang harus ditaubati.
Selain itu, dampak budaya yang ditimbulkan dari praktik ini dapat merusak nilai kejujuran di masyarakat.
Islam menentang keras segala bentuk suap karena dampaknya yang merusak. Seseorang yang pernah terlibat dalam praktik ini diharapkan segera bertaubat dan memperbaiki diri.
Gaji yang diterima dari pekerjaan melalui jalur suap mungkin halal jika pekerjaannya dilakukan dengan benar, tetapi konsekuensi moral dan spiritual tetap harus diwaspadai.
Untuk mencegah dampak buruknya, umat Islam hendaknya menjunjung tinggi kejujuran dan integritas dalam setiap langkah kehidupan. (udn)