- pexels
Dari Muhammad Bin Jabir Ath-Thabari Untuk Masa Kini
Islam di masa kejayaannya sangatlah berperan besar bagi peradaban dunia yang ditandai dengan munculnya para cendekiawan muslim dan karya-karyanya yang menghiasi peradaban masa lampau dengan ilmu pengetahuan, baik tentang agama, filsafat, ilmu alam, dan lain sebagainya. Di antara para cendekiawan Muslim yang terkenal, terdapat seorang tokoh bernama Muhammad bin Jabir Ath-Thabari.
Ath-Thabari lahir di wilayah Amul, Tabaristan di tahun 224 H/838 M (meskipun sebagain ahli berpendapat dirinya lahir di 225 H/839 M). Memiliki nama lengkap Muhammad bin Jabir ath-Thabari. Mengenai nama lengkapnya, setidaknya terdapat dua pendapat berbeda, ada yang menyatakan Muhammad bin Jarir bin Yazir bin Katsir bin Galib At-Thalib, pendapat lain menyebut Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Kasir al-Muli Ath-Thabari yang bergelar Abu Ja’Far.
Muhammad Ath-Thabari merupakan seorang tokoh Muslim yang memiliki semangat untuk mencari ilmu, mengajar, dan menulis. Terkait semangatnya tersebut dapat dibuktikan dengan pernyataan dari Dr. Muhammad az-Zuhaili dalam buku Biografi 60 Ulama Ahlus Sunnah yang Paling Berpengaruh & Fenomenal dalam Sejarah Islam halaman 673:
“Ath-Thabari meluangkan waktunya untuk menuntut ilmu serta berusaha meraihnya. Dia melakukan berbagai perjalanan untuk mencari ilmu, dan menghabiskan usia mudanya untuk berpindah tempat. Dia tidak menetap di negerinya, kemudian di Baghdad, kecuali di usia tuanya. Diriwayatkan juga bahwa dirinya memiliki harta yang sedikit di usia tuanya. Sebelumnya, hartanya cukup untuk melakukan perjalanan, menyalin berbagai kitab, dan membelinya. Untuk semua itu, pertama-tama dia bersandar pada ayahnya, kemudian kepada warisan ayahnya. Ketika dirinya menetap dan telah mencapai puncaknya dalam ilmu dan kehidupan, maka dia berzuhud dengan hartanya, tidak berkeinginan untuk menghimpunnya. Dia tetap sibuk untuk mengarang, menuntut ilmu, dan mengajar.”
Apa yang dinyatakan oleh Dr. Muhammad az-Zuhaili juga sejalan dengan pernyataan dari Al-Khatib al-Baghdadi dalam buku dan halaman yang sama: “Aku mendengar Ali bin Ubaidillah bin AbdulGhaffar al-Lughawi, yang dikenal dengan as-Samsamani menceritakan bahwa Muhammad bin Jarir tinggal selama 40 tahun, dan menulis sebanyak 40 kertas setiap harinya.”
Melalui biografi singkat tentang Muhammad bin Jabir Ath-Thabari di atas, setidaknya kita dapat mengetahui bahwa dirinya merupakan seorang Muslim yang menghabiskan masa hidupnya dengan menebar manfaat melalui ilmu, bahkan rela menghabiskan hartanya untuk ilmu. Darinya kita dapat mengambil suatu pelajaran untuk tidak pernah bosan menuntut ilmu dan selalu bersungguh-sungguh untuknya.
Terlebih di masa yang penuh dengan kemajuan teknologi, bila menuntut ilmu bukanlah suatu hal yang sulit. Dia dapat mudah dilakukan melalui internet, melalui televisi atau bahkan melalui lingkungan sekitar, sehingga kita dapat memberi manfaat.
Bukankah Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa “sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya?” dan ilmu yang bermanfaat juga merupakan salah satu amalan yang pahalanya tidak akan terputus meskipun kita telah meninggal.
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Muslim:“Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputus semua amalnya (tidak lagi menambah pahala) kecuali 3 orang, yaitu shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendo’akan orangtuanya”.
Muhammad bin Jabir Ath-Thabari juga memberikan kita pelajaran untuk selalu memiliki semangat dalam menulis, dalam usia berapapun. Sebuah tulisan tentu memiliki manfaat dan dampak yang begitu besar, terlebih di masa kini berbagai tulisan dapat dengan mudah dijumpai dengan berbagai bentuk, baik digital, buku, hingga artikel. Akan tetapi tulisan tersebut tak jarang berisi ujaran kebencian ataupun berita palsu.
Bukankah Allah sangat melarang ujaran kebencian ataupun berita palsu? Maka sudah sepatutnya berbagai bentuk ujaran kebencian ataupun berita palsu tersebut harus segera dihilangkan dengan berbagai cara termasuk melalui tulisan, sebab tulisan yang baik adalah tulisan yang dapat memberikan manfaat, dan sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat.
Selain dapat memberi manfaat bagi orang sekitar, melalui tulisan juga seseorang dapat terus menjaga ingatannya, terutama ingatannya mengenai ilmu. Kita sebagai manusia tak jarang merasa lupa atas apa yang telah atau akan kita lakukan. Dengan menulis kita dapat kembali mengingat, terutama tentang ilmu yang pernah kita dapat. Bahkan Rasulullah SAW sangat menganjurkan kepada kita untuk mencatat ilmu yang kita peroleh agar kita tidak dengan mudah melupakannya.
(Penulis: Bambang Muhamad Fasya Azhara, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora)